Bab 18

407 86 23
                                    






Saat pulang sekolah, Canny duduk di halte bus sambil menikmati waktu sendirian. Ia memasang earphone dan memejamkan mata sejenak, menikmati musik untuk menghilangkan rasa lelah. Tapi tiba-tiba, begitu membuka mata, ia di kejutkan dengan wajah Rora yang tiba-tiba ada di depan matanya.

"Yaaaaaaa!!" Canny terkejut, langsung mendorong Rora menjauh secara refleks. Dia mundur perlahan sambil menatap Rami dan Ahyeon yang juga mendekat, dengan tatapan mencurigakan. "Hei! Ada apa sih dengan kalian bertiga? Kenapa terus mengikutiku? Kalau kalian punya maksud tertentu, cepat katakan! Atau kalian..." Canny mendadak berpikir, apa mereka benar-benar mau menculikku? Apa yang harus aku lakukan?

Rora segera memotong, "Atau apa? Kamu pikir kita akan menculikmu? Ayolah, masa wajah secantik kami bertiga terlihat seperti penculik anak, yang benar saja" ujar Rora

Canny perlahan mundur, mencari cara untuk kabur, dan tiba-tiba menunjuk ke arah belakang mereka sambil berteriak, "Itu... ada polisi!"

Ketiga kakaknya refleks menoleh ke belakang, dan Canny tidak membuang waktu. Ia langsung berlari secepat mungkin menjauh dari mereka, mencari tempat untuk bersembunyi. Setelah merasa aman, Canny bergumam pada dirinya sendiri, "Sebenarnya, apa yang mereka inginkan dariku? Aku tidak punya banyak uang. Kenapa mereka terus mengikutiku?"

Sementara itu, Ahyeon, Rami, dan Rora hanya saling berpandangan bingung di halte. Rami menghela napas, merasa frustasi. "Kenapa susah sekali sih mendekatinya?"

Rora merengut dan berkata, "Kan aku sudah memberi saran tadi, langsung saja kita seret dia ke mobil, tidak usah banyak basa basi."

Rami langsung menempuk lengan Rora dengan kesal. "Halah, kalau pakai cara seperti itu, yang ada dia akan semakin takut pada kita. Kau bagaimana sih, Ra?"

Rora mengangkat bahu, tampak cuek. "Kan aku hanya memberi saran yang praktis saja. Daripada seperti ini, susah sekali di dekati, bukannya berhasil malah semakin menjauh. Kita bahkan belum sempat berbicara apa-apa pada Canny."

Ahyeon ikut menghela napas panjang. "Sudahlah, ayo kita kembali ke mobil, sekarang kita serahkan pada mereka bertiga saja, biar mereka yang mencobanya lagi."

Mereka bertiga akhirnya hanya bisa saling memandang, bingung dan heran dengan sikap Canny yang terus menghindar setiap kali mereka mencoba mendekat.

.

.

.

.

.

Di dalam mobil yang di parkir agak jauh dari halte, Ruka memperhatikan kejadian dari kaca depan sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa mereka malah menakuti Canny begitu sih? Jadi kabur, Kan," gumamnya dengan nada kecewa.

Pharita yang duduk di sebelah Ruka tertawa kecil. "Kakak sendiri kan yang menyuruh mereka, untuk mendekati Canny. Kak Ruka kan tahu sendiri, kadang pemikiran mereka bertiga itu aneh-aneh."

Di kursi belakang. Asa yang juga menyaksikan ketiga adiknya dari kejauhan ikut berkomentar, "Sepertinya memang tidak ada cara lain, Kak. Lebih baik kita langsung saja menemui Canny kembali di rumahnya. Aku sudah tidak perduli lagi kalau dia akan marah atau kesal pada kita semua. Kita harus bicara pada Canny, kalau kita ini adalah kakaknya. Lebih cepat lebih baik, kalau terus begini, bukannya makin dekat, dia malah akan terus lari dari kita."

Ruka mengangguk setuju sambil tersenyum tipis. "Kamu benar, Asa. Sepertinya ini waktunya kita harus benar-benar siap menghadapi kemarahannya."

Pharita menghela napas sambil tersenyum tegas. "Kalau begitu, sekarang saja kita temui Canny. Lebih cepat lebih baik. Apapun nanti reaksinya, kita semua harus siap menerima. Jangan ada yang menyerah untuk meluluhkan hatinya, agar dia mau menerima kita kembali seperti dulu."

Dalam Bayang IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang