Ruka dan keempat adiknya bergegas keluar dari mobil begitu tiba di depan rumah Canny. Kekhawatiran terlihat jelas di wajah mereka, terutama Ahyeon dan Rami. "Jangan biarkan Rora berduaan saja dengan Canny, Ram. Kau ingat kan kejadian semalam bagaimana, aku takut Rora berbuat sesuatu lagi nanti, yang akan membuat Canny semakin kesal pada kita," gumam Ahyeon sambil melangkah, wajahnya tampak cemas. "Jangan sampai kejadian serupa terulang lagi."
Saat mereka sampai di depan pintu rumah, langsung mereka terhenti. Pintu di biarkan terbuka lebar. "Kenapa pintunya terbuka? gumam Pharita dengan alis berkerut.
"Rora!" panggil Ruka dari luar, suaranya cukup keras untuk menarik perhatian siapa pun yang ada di dalam. Namun, tak ada jawaban.
Ruka bertukar pandang dengan adik-adiknya sebelum akhirnya melangkah masuk. "Kita cek ke dalam. Kakak jadi khawatir."
Mereka menyebar, memeriksa tiap sudut rumah. Dapur kosong, ruang tamu sunyi, bahkan kamar Canny pun tak berpenghuni.
"Di mana mereka?" desis Rami dengan nada panik. "Kenapa pintu rumah di biarkan terbuka begini?"
Pharita menggigit bibirnya. "Mungkin... Rora mengajak Canny jalan-jalan ke luar?"
Ahyeon menggeleng cepat. "Tidak mungkin. Melihat sikap Canny yang dingin pada kita, aku tidak yakin dia mau."
"Tapi bisa saja," potong Ruka, "Siapa tahu hati Canny mulai melunak. Kita tidak tahu apa yang ada di pikirannya."
"Kalau pun itu benar," sahut Ahyeon, "Seharusnya Rora memberi tahu kita dulu."
Rami sudah sibuk dengan ponselnya. "Aku coba telepon Rora," gumamnya sambil menempelkan ponsel di telinga. Beberapa saat berlalu, namun ia menurunkan ponselnya dengan wajah semakin tegang.
"Tidak di angkat?" tanya Pharita.
Rami menggeleng, "nomer nya tidak aktif."
"Coba lagi," desak Ruka
Rami mencoba sekali lagi, namun hasilnya sama. Telpon tak tersambung. Keheningan menekan mereka untuk sesaat. Semua pikiran buruk bermunculan di benak masing-masing.
Ruka tampak gelisah, berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumah Canny. Ponsel Rora masih tak bisa di hubungi. dan rumah yang sepi tanpa jejak kedua adiknya membuat rasa khawatir semakin besar. "Kita harus cari mereka," ucap Ruka tegas. "Mulai dari minimarket tempat Canny bekerja. Mungkin mereka ada di sana"
Keempat adiknya mengangguk serempak, dan mereka segera bergegas menuju minimarket.
.
.
.
.
.
.Sesampainya di sana Ruka langsung bertanya pada salah satu karyawan. "Maaf, apa kalian tahu di mana Canny?"
Karyawan itu menggeleng sambil menatap dengan bingung. "Canny belum terlihat di sini hari ini. Tidak ada yang tahu dia kemana."
Ruka menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya yang mulai diliputi rasa panik. Pharita, yang berdiri di sampingnya, mengambil inisiatif. "Aku coba hubungi Ella. Mungkin dia tahu teman-teman Canny yang bisa kita tanyain."
Pharita mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Ella. Setelah beberapa nada sambung, suara ceria Ella terdengar.
"Halo, Kak Pharita? Tumben menelponku."
"Ella" Pharita menjawab cepat. "Kamu tahu siapa teman-teman dekat Canny?"
"HAH? kenapa tiba-tiba nanya soal itu?" Ella terdengar bingung.
Pharita menghela napas, mencoba menjelaskan dengan cepat. "Kami tadi ke rumah Canny, tapi dia tidak ada di sana. Rora juga tidak bisa dihubungi. Sekarang mereka berdua menghilang, dan kita tidak tahu harus mencari kemana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Bayang Ibu
DiversosCanny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...