Bab 32

249 71 15
                                    

Di ruang rawat Canny, suasana hening yang biasanya menyelimuti rumah sakit terasa sedikit berbeda. Hanya ada Rami dan Rora yang bertugas menjaga Canny kali ini. Ahyeon baru saja pamit membeli sesuatu di minimarket, dan Jennie telah di minta Asa untuk pulang beristirahat setelah semalaman menemani. Ruka dan Pharita pun sibuk di kafe, sehingga giliran Rami dan Rora menjaga adik bungsu mereka yang belum juga sadar setelah kejadian kebakaran.

Rora duduk di kursi dekat brankar, memandangi wajah Canny. Dia terlihat tidak bisa menahan rasa penasarannya. Dengan tangan jahil, ia mulai menoel-noel pipi Canny sambil bergumam, ia berkata, "Canny, apa kamu tidak lelah? Tidur terus begini. Aku saja yang melihatmu sudah capek."

Rami, yang duduk tak jauh dari sana sambil memainkan ponselnya, melirik ke arah adiknya dan mendesah. "Rora, kau sedang apa, sih? Jahil sekali tanganmu itu."

Rora menoleh dengan wajah tak bersalah. "Aku cuma penasaran. Kenapa dia tidak bangun-bangun? Kita sudah dua hari di sini, tapi dia tidak ada tanda-tanda sadar. Apa mungkin roh nya masih tertinggal di gudang yang terbakar itu?"

Rami hampir menjatuhkan ponselnya mendengar kalimat absurd itu. Dia menggelengkan kepala sambil menahan tawa. "Rora, kau ini ada-ada saja. Mana ada roh bisa tertinggal. Itu teori dari mana, sih? Aku baru pertama kali mendengarnya?

"Ya kan siapa tahu," jawab Rora sambil mengangkat bahu. "Habisnya dia tidur terus. Aku kan jadi gemas melihatnya."

Rami menatap Rora sejenak, lalu menghela napas panjang. "Sudah, lebih baik kau diam saja dari pada bicara hal yang tidak masuk akal. Kalau ada dokter lewat yang mendengar omonganmu, nanti mereka mengira kau tidak waras."

Rora pura-pura cemberut dan kembali menatap Canny, kali ini dengan kedua tangan yang dilipat. "Tapi aku serius, kalau dia tidak bangun-bangun bagaimana? Aku akan memarahi roh-roh yang ada di gudang itu kalau mereka tidak mengembalikan Canny."

Rami hanya bisa menggelengkan kepala sambil kembali fokus ke ponselnya. "Ya ampun, Canny sebaiknya kamu cepat bangun, sebelum aku ikutan gila seperti Rora."

Suasana hening sejenak sebelum tiba-tiba suara pintu terbuka.

Ceklek...

Ahyeon muncul dengan kantong plastik dari minimarket. "Aku bawa cemilan! Ada yang mau?"

Rora langsung berdiri dengan penuh semangat. "Aku mau! Tapi tunggu, aku ingin menceritakan tentang roh yang tertinggal di gudang!"

Ahyeon berhenti di tempat dan memandang Rami dengan bingung. Rami hanya mengangkat bahu. "Sudah, jangan dengarkan dia. Sepertinya roh nya sendiri yang tertinggal di gudang."

Perkataan Rami itu membuat Ahyeon tertawa kecil, sementara Rora cemberut lagi. Tapi kemudian, dia ikut tertawa bersama kedua kakaknya. Meski situasi Canny masih belum membaik, setidaknya mereka masih bisa menciptakan sedikit momen ringan di tengah kekhawatiran."

.
.
.
.
.
.

Waktu menunjukkan sore hari, pelanggan di kafe mulai berkurang, memberi mereka waktu untuk berbincang di sela-sela kesibukan.

Ruka meletakkan cangkir yang baru saja di bersihkan oleh karyawannya di rak, kemudian beralih membantu untuk menyeka meja. Wajahnya tampak tegang, seperti memikirkan sesuatu yang berat. Pharita, yang berdiri di dekat meja kasir, menyadari ekspresi kakaknya dan membuka pembicaraan.

"Kak, apa sampai sekarang Papa masih belum ditemukan?"

Ruka mendesah pelan, sambil meletakkan lap yang di pegangnya. "Belum, Rit. Tadi kakak coba hubungi Ella, dan katanya masih belum ada kabar. Aku... aku benar-benar khawatir."

Pharita mendekati Ruka, ikut membantu menyusun beberapa gelas yang baru dicuci. Wajahnya ikut berubah serius.

"Kakak khawatir dia akan melakukan sesuatu lagi?"

Dalam Bayang IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang