Sudah seminggu Canny terbaring di rumah sakit. Tubuhnya yang lemah terbungkus selimut tipis, sementara alat-alat medis terhubung dengan tubuhnya--tabung oksigen di hidung, infus yang menetes perlahan, dan mesin yang memantau detak jantungnya. luka pernapasan yang dialaminya cukup parah, hampir membuatnya kehilangan kesadaran permanen.
Canny menderita luka pernapasan serius akibat terpapar asap tebal dalam kebakaran yang hampir merenggut nyawanya. Saluran pernapasannya mengalami iritasi parah, menyebabkan kesulitan bernapas yang cukup berat. Paru-parunya, yang terpapar asap beracun, mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan, mengurangi kemampuan tubuhnya untuk mengalirkan oksigen secara efisien ke seluruh bagian tubuh.
Meski ia selamat dari api, Canny harus menjalani perawatan yang sangat ketat. Setiap napas yang ia tarik terasa berat, dan meski tubuhnya tampak tenang, proses pemulihannya sangat lambat. Kondisi Canny membuatnya terbaring tak sadarkan diri, tubuhnya yang lemah berjuang melawan infeksi dan peradangan yang terjadi di dalam tubuhnya.
Namun, meski mesin dan obat-obatan yang ada menunjukkan sedikit perbaikan keadaan Canny masih belum stabil. Dokter mengungkapkan bahwa waktu adalah faktor yang sangat penting untuk pemulihan, dan prosesnya bisa memakan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu. Luka pernapasan ini, jika tidak ditangani dengan hati-hati, bisa menyebabkan kerusakan permanen.
.
.
.
.
.
.Di luar ruang rumah sakit, seorang wanita berdiri dengan mata yang tertuju pada Canny yang terbaring di tempat tidur rumah sakit. Wajahnya terlihat penuh kekhawatiran, sesekali matanya berkaca-kaca, namun ia berusaha menahan diri agar tidak tampak terlalu cemas. Ia memperhatikan setiap gerakan tubuh Canny dengan seksama, seolah-olah ingin memastikan bahwa gadis itu tetap aman, meski dalam keadaan tak sadar.
Saat wanita itu terlalu fokus memperhatikan, langkah kaki Niki yang datang mendekat secara tiba-tiba mengagetkannya.
"Bibi!" seru Niki, cukup keras untuk membuat wanita itu terlonjak kaget.
Wanita itu segera menoleh, wajahnya yang semula tegang perlahan berubah menjadi lebih rileks, meski masih ada ketegangan di matanya.
"Niki, kau mengagetkanku saja," jawabnya sambil tersenyum canggung, mencoba menenangkan diri
"Kapan bibi datang" tanya Niki
Wanita itu sedikit ragu, namun langsung menjawab dengan suara yang cukup datar. "Bibi baru saja datang. Bagaimana kondisi gadis itu? Apa kata dokter?"
Niki mengangguk pelan, matanya masih tak lepas dari Canny yang terbaring di ruang rumah sakit. "Dokter sudah menjelaskan, kondisi gadis itu memang masih sangat kritis, tapi ada sedikit harapan pernapasannya sedikit lebih baik meski belum sadar sepenuhnya."
Setelah mendengar penjelasan dari Niki, wanita itu merasa lega, meski dalam hatinya masih ada kekhawatiran yang menghantuinya.
"Bibi, sebenarnya siapa gadis itu? Kenapa bibi sangat perduli padanya? Apa bibi mengenal keluarga gadis itu?"
Wanita itu diam sejenak, seolah-olah berpikir keras. Setelah beberapa detik yang terasa lama, ia menatap Niki keponakannya dengan mata penuh makna, lalu katanya pelan, "Nanti saja, kalau saatnya sudah tiba, bibi akan menceritakan semuanya padamu. Sekarang fokuslah menjaga gadis itu, jangan biarkan dia merasa sendirian. Bibi harus pergi sekarang karena ada urusan penting yang harus di selesaikan."
Niki sedikit kebingungan, namun ia mengangguk. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang tersembunyi di balik semua ini. Meskipun penasaran, ia tahu bahwa sekarang bukan waktunya untuk bertanya lebih. Jauh wanita itu berpaling perlahan, dan sebelum pergi, ia memberikan satu tatapan terakhir pada Canny, berharap gadis itu segera pulih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Bayang Ibu
CasualeCanny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...