"Terimakasih, Allah. Dengan segala kuasa-Mu, atas segala kehendak-Mu. Engkau izinkan ada serpihan bahagia yang tersisa."
—Rakit—***
Hari ini, adalah hari kelima kahfi tinggal bersama Hadi. Hari-hari milik cowok itu terasa hangat dan begitu membahagiakan. Ia punya waktu sekitar dua hari lagi, sebelum ia kembali tinggal di rumah Pak Hidayat selama satu minggu.
"Fi, sarapan dulu!" ajak Hadi.
"Ayok, Yah!"
Kahfi tersenyum melihat banyaknya masakan di meja makan. Ya, ternyata Ayahnya memiliki seorang pembantu bernama Bi Tuti yang biasa memasakkan makanan di rumahnya.
"Masakan Bi Tuti enak-enak ya, Yah?"
Hadi mengangguk. "Makanya, Ayah nggak pernah nggak nambah kalau makan masakan Bi Tuti."
"Oh ya, gimana kamu di sekolah? Ada problem, atau semuanya aman-aman aja?" tanya Hadi dengan penuh perhatian.
"Aman kok, Yah!" jawab Kahfi sumringah.
Hadi ikut tersenyum sumringah. "Nanti pulang sekolah, gimana kalau kita jalan-jalan dulu?"
"Kemana, Yah?"
"Kemana aja. Ayah yang ikut kamu. Mau beli sesuatu atau apapun yang kamu suka!" jeda. "Kamu mau beli apa? Gitar, atau buku atau apa? Tinggal bilang aja."
"Nggak beli apa-apa juga nggak papa kok, Yah! Yang penting, Ayah ada sama Kahfi." ucap cowok itu tulus. Hadi mengusap puncak kepala cowok itu dengan penuh kasih sayang.
Dering ponsel milik Hadi membuyarkan acara sarapan mereka. Hadi refleks melihat ponselnya. Nomor itu tidak ia beri nama. Tapi, Hadi paham betul siapa yang menelponnya.
"Yah, kok nggak diangkat?" tanya Kahfi heran.
Hadi mengerjap pelan. "Nggak penting. Ayah bisa angkat nanti."
Kahfi mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. "Alhamdulillah. Udah abis, Yah!"
"Alhamdulillah. Kalau gitu, kita berangkat sekarang?"
"Siap, Yah!"
Cowok itu beranjak meninggalkan ruang makannya bersama sang Ayah. Hadi merangkul bahu Kahfi. Kebahagiaan Kahfi ini, justru membuatnya lalai. Lalai, karena memberikan kepercayaan kepada Ayah yang dulu pernah tak menginginkannya.
***
Perjalanan menuju SMA Cakrawala dari kediaman Hadi hanya membutuhkan waktu 20 menit. Mobil mewah milik Hadi tepat datang di pukul 06.30 WIB. Suasana di sekolah tersebut sudah cukup ramai. Banyak siswa yang melirik ke arah mobil Hadi.
Kahfi melirik ke luar jendela. Sepertinya, para siswa itu sedang penasaran dengan mobil mewah milik Hadi.
"Kenapa, Fi?" tanya Hadi heran.
Kahfi menggeleng pelan. "Nggak papa, Yah." Jeda. "Kalau gitu—Kahfi pamit ya, Yah!" ujar Kahfi sembari mengulurkan tangannya.
"Ya udah, kamu ati-ati, ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKIT
SpiritüelSpiritual-Teenfiction Ini tentang abu-abu yang dihampiri warna pelangi. Dan juga luka yang membalut dirinya sendiri, bersama setiap doa yang ia panjatkan kepada-Nya. ⚠️BUAT DIBACA BUKAN DIPLAGIAT.⚠️ Rank 🏅 3 in Rakit Rank 🏅 15 in Kahfi Rank 🏅 7...