17. Kemah (1)

11 4 0
                                    

"Suara itu berisik dan terus mengusik. Apa mereka pikir aku bisa menawar atas takdirku sendiri pada tuhan?"
—Rakit—

***

Semburat cahaya jingga kemerahan menerpa langit sore di sebuah tempat perkemahan. Pepohonan rindang seolah tak ingin menutupi keindahan sang mentari. Tepat di hari ini, dan malam ini akan jadi malam pertama perkemahan yang diselenggarakan oleh tim panitia SMA Cakrawala.

Sembari menikmati sore hari, ada yang berfoto ria di dekat danau kecil. Ada yang tertidur sebentar, dan ada juga yang bergurau riuh dengan teman-teman yang lainnya. Ada juga yang tengah membersihkan tubuh dengan mengantri di area kamar mandi umum.

Panitia pun begitu. Mereka bergantian membersihkan diri, merapikan posko, mempersiapkan kegiatan untuk sore ini dan masih banyak lagi.

Panitia putera terutama anak-anak Bantara sepakat untuk membiarkan panitia puteri untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Dika, dibantu beberapa siswa Bantara lainnya, juga dibantu Nando, Kahfi, Riko, dan Andra menyiapkan beberapa properti yang perlu dipersiapkan untuk kegiatan malam nanti.

"Ini mending ke samping atau kemana, Do?" tanya Kahfi.

"Lurus aja, Fi!" sahut Riko.

"Tapi kalau lurus jadinya begini?" tunjuk Kahfi.

"Kalau lurus ngalangin jalan, Ko!" bantah Nando.

Mereka tengah sibuk mencari posisi yang pas untuk garis batas perlombaan. Perlombaan yang mereka akan adakan diantaranya lomba sarung, lomba estafet tepung, estafet karet dan masih banyak lagi.

Kahfi, Nando dan Riko menjadi panitia lomba sarung. Sedangkan Cahaya, Aulia, dan Hilda menjadi panitia lomba estafet karet. Yang pastinya pembagian tim ini dikoodinator oleh tim panitia Bantara SMA Cakrawala. Sisa panitia lainnya menjadi panitia di kegiatan lomba-lomba yang lain.

"Dik, ini gimana mendingnya?" tanya Kahfi mencari jalan tengah.

Dika menyampirkan kacunya sejenak, "ini kesini." Dika memindahkan posisi tali rafia kuning yang menjadi batas perlombaan itu.

"Makan kapan dah kita?" tanya Riko sembari mengelus perutnya.

"Makan mulu! Nih, Pradananya aja masih sibuk, lo udah minta makan!" ujar Nando.

"Eh, lapar kagak bisa dipending atuh! Nih, tanya cacing-cacing di perut gue? Kenapa bunyi terus?" jawab Riko sedikit merengut.

"Itu mah cacingeun kali!" timpal Dika bergurau.

Kahfi menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Gurauan mereka selalu saja ada, nggak pernah habis. "Kamu lupa minum obat cacing kali, Ko!" timpal Kahfi.

"Kahfi yang kata Hilda manis banget, jangan ikut-ikutan sesat kayak nih bocah dua kenapa?!" Riko merangkul pundak Kahfi pelan. "Lo tuh harusnya ngikutin gue, cowok baik, pinter, anak organisasi, rajin sholat, tidak sombong—"

"Nggak ada orang nggak sombong tapi kebaikannya disebut-sebut!" potong Nando sembari mengikat tali sepatunya yang terlepas.

"Eh, jangan coba-coba menyesatkan otak Kahfi yang polos!" ujar Riko bergurau.

RAKITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang