14. Diajak Ayah

12 4 0
                                    

"Saat kita terbuang, sedikit ajakan untuk bersama saja bisa membuat kita terbuai."
—Rakit—

***

"Ng-Cahaya awas!"

Punggung dua anak manusia itu bertukar. Dua netra itu tanpa sadar bertatapan tanpa melampaui batas keharusan. Sepersekian detik, sampai akhirnya-

Bunyi benda keras yang berbenturan dengan punggung seorang cowok di depan Cahaya membuyarkan lamunannya. Ia bisa melihat dengan jelas netra hitam legam milik Kahfi. Warna netra yang begitu kelam dan memancarkan kerapuhan yang disembunyikan.

Cahaya memutus kontak matanya lebih dulu, "Fi, itu—" Mata Cahaya beralih ke arah punggung Kahfi yang tadi berbenturan langsung dengan bola basket.

"I—ya. Kamu nggak pa-pa?" tanya Kahfi dengan nada sedikit gelagapan.

Cahaya menggeleng pelan. Seorang cowok mengenakan seragam putih abu-abu  itu mendekat ke arah Cahaya dan Kahfi. "Sorry, Ya, Fi!" ucapnya sembari memegang bola basket yang sekarang sudah berada di kedua tangannya.

"Iya nggak papa, lain kali ati-ati." ucap Cahaya. Sedangkan Kahfi, ia hanya tersenyum simpul.

Kahfi lantas berkata, "Kalo gitu, aku duluan, Ya. Assalamualaikum."

Cahaya mengangguk pelan, "Wa'alaikumsalam,"

Cahaya terdiam sejenak. Peristiwa tadi begitu cepat, saat kedua netranya berhadapan langsung dengan dua netra hitam legam milik Kahfi. Sudut bibirnya tertarik sekejap, dan tanpa sadar mungkin ia mulai memiliki rasa pada Kahfi.

***

Pukul 08.00 pagi tepatnya, matahari bersinar terik di tengah-tengah lapangan SMA Cakrawala. Hal tersebut bisa menjadi hal paling menjengkelkan bagi para siswa yang terlambat datang, atau sengaja nongkrong untuk melewatkan upacara bendera.

"Hobi kok telat datang ke sekolah? Yang bener aje? Rugi dong!" ucap Riko dengan setengah berteriak.

"Jangan ya, Dek, ya!" timpal Nando sedikit bergurau.

"Ndo, panas deuh! Nggeus atuh!" ucap salah seorang siswa yang berambut keriting.

"Nggeus-nggeus! Aturan maneh atuh, nggeus! Nggeus telat wae datang ka sakola, teh!" geram Nando. "Urang mah bosen ngahukum bae maneh, teh!"

"Ya kalo bosen mah, udahin aja! Jangan dipaksa, nanti tersiksa!" ucap salah satu siswa yang dikenal bernama Andi.

"Alah! So' puitis ujung-ujungnya mah tetap dramatis!" ujar Riko.

"Udah-udah! Sok langsung aja, kenapa kalian teh bisa terlambat?" tanya Pak Hidayat dengan wajah seriusnya.

Kelima siswa di depannya itu hanya bisa menunduk. Ada yang menyenggol lengan satu sama lain, dan ada juga yang menggaruk tengkuknya sendiri.

"Andi?"

"Saya, Pak?"

Riko memutar bola matanya jengah. "Emang ada Andi lain? Andi-Andi, gitu?"

RAKITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang