11. Teman Baru

18 7 0
                                    

"Kalau lagi punya masalah, deketin yang punya masalahnya."
—Rakit—

***


Pagi ini, matahari kembali memunculkan binarnya. Ia kembali hadir menerangi dan menjamah alam untuk memberikan kembali semangat baru. Begitupula Cahaya. Gadis itu,  sudah bangun lebih awal pagi ini. Karena ini hari minggu, Cahaya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Entah membaca buku, berbenah rumah, atau banyak hal lainnya yang akan ia lakukan.

Tapi, kali ini atensinya teralih pada ponselnya yang tergeletak diatas meja belajarnya. Secara spontan jemari lentiknya mencari nama Kahfi di kontak WhatsApp. Jujur, ia cukup ingin tahu apa Kahfi baik-baik saja setelah peristiwa kemarin. Atau—ia yang terlalu berlebihan?

"Chat—jangan? Chat—jangan?" Cahaya mulai memainkan jemari lentiknya karena kebingungan yang ia rasakan. "Chat aja, deh! Lagian daripada gue penasaran sendiri!"

Anda
Assalamualaikum, Fi. Lo—gimana?

Cahaya menggigit bibir bawahnya. Ia mulai berjalan mondar-mandir bak setrikaan, hanya karena menunggu balasan dari Kahfi. Apa kira-kira pesannya akan dibalas? Atau Kahfi justru mengira ia terlalu berlebihan?

"Nggak-nggak! Kahfi nggak—"

Ting

Notifikasi pesan tiba-tiba masuk ke ponselnya. Dan—Kahfi membalas pesannya.

Kahfi
Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah, Ya.

Cahaya tersenyum senang melihat balasan Kahfi. Mendapat fakta bahwa Kahfi baik-baik saja ternyata dapat membuat hatinya lega.

"Syukurlah, Fi kalau lo baik-baik aja! Gue takut lo kenapa-kenapa karena kejadian kemarin." ucap Cahaya bermonolog. Saat berpikir tentang Kahfi, ia tiba-tiba teringat pada Andra. Sosok lelaki yang mengisi hatinya selama setahun ini.

Cahaya menghela nafas pelan. "Ternyata, hidupnya Kahfi nggak jauh beda sama Kak Andra."

"Ya, aku capek!"

"Ya, adik-adikku dipukul lagi sama, Ayah."

"Ya, aku lagi sakit."

"Ya, jangan tinggalin aku, ya? Cukup ibu aja yang pergi, kamu jangan!"

"Ya, cinta aku buat kamu, selalu!"

"Ya, kamu cantik!"

"Ya, keluargaku hancur."

"Ibuku meninggal waktu melahirkan adikku yang terakhir. Ayahku temperamen, Ya. Dia suka mukul aku, ibu dan adik-adik. Ayahku preman, Ya!"

"Ya, aku orang nggak punya ."

"Kak Andra, maaf karena aku harus mengingkari janji itu. Aku sayang sama kamu, tapi ternyata bukan hubungan ini yang Allah mau, Kak! Semoga, Allah kirimkan perempuan yang lebih baik dari aku untuk Kak Andra!" gumam Cahaya yang tanpa sadar matanya meneteskan air mata.

***

Kahfi berjalan pelan melalui beberapa pedagang kaki lima di pasar. Ia sedang ingin mengecap nikmatnya bubur empal. Kahfi mulai melihat-lihat dagangan para pedagang di pasar itu. Tapi, sepertinya hari ini bukan waktunya ia memakan bubur empal itu.

RAKITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang