"Jangan pernah bangga sama ibadah kita. Jangan-jangan orang yang kita anggap lebih berdosa justru amal ibadahnya jauh lebih diterima."
—Rakit—***
Suasana kantin SMA Cakrawala kini sudah dipenuhi dengan para siswa dan siswi yang ingin mengganjal perutnya. Belum lagi, mereka diberikan tempat juga untuk jajan di luar gerbang, asalkan masih di lingkungan sekolah.
Salah satunya, Cahaya. Sekarang ia sedang mengantri membeli Cilor. Salah satu jajanan kesukaannya. Hampir setiap makanan di SMA Cakrawala ini disukai oleh Cahaya. Tapi, ia tidak boros. Cahaya tetap membeli jajanan secukupnya.
"Bonus satu, nih Neng!" ucap si Mang tukang Cilor sembari memasukkan satu Cilor lagi ke dalam plastik.
"Ih, hatur nuhun, Mang! Ka langganan mah harusnya sering-sering dibonusin atuh!" ujar Cahaya bergurau.
"Haruhh, siap lah!"
"Makasih, Mang!" Cahaya lantas melanjutkan perjalanannya menuju kelas bersama Malida. Tanpa sengaja, ia dan Malida bertemu Kahfi, Riko, dan Arul yang juga baru saja kembali dari kantin.
Mata mereka kembali sama-sama saling menatap. Entah kenapa, seolah ada yang tersirat dari tatapan mereka. Sadar apa yang tengah ia lakukan, Kahfi lantas menunduk dan mengalihkan pandangannya. "Astaghfirullah," gumam Kahfi.
Cahaya ikut mengalihkan pandangannya. Sedangkan Riko dan Arul saling menoleh dan menunjuk menggunakan dagu. "Ekhm, sepertinya ada yang lagi—"
"Kita masuk ke kelas, yuk!" ajak Kahfi memotong ucapan Riko yang pasti hendak memberikan gurauan untuknya dan Cahaya.
Cahaya menatap kepergian Kahfi. Dari tatapan mata itu, ia merasa ingin lebih dalam mengenal Kahfi. "Ngelamun lagi!" ujar Malida membuyarkan lamunan Cahaya.
"Apa sih? Siapa yang ngelamun?" tanya Cahaya.
"Ya, kamu! Ngeliatin Kahfi, ya?" goda Malida.
"Nggak, Mal! Udah ah, yuk kita masuk kelas!" ajak Cahaya. Ia berjalan lebih dulu meninggalkan Malida.
"Dasar, padahal udah jelas banget dia lagi ngeliatin Kahfi!" Malida geleng-geleng kepala merasa heran.
Di dalam kelas, nyatanya sudah ramai dengan anak-anak lain nya. Senda gurau terdengar dari meja-meja para siswa. Salah satunya Yusuf. Siswa yang sedikit nakal dan lumayan sulit diatur. Meskipun, ia sebenarnya pasti punya sisi baik.
Tak lama, suara adzan Dzuhur berkumandang. Masing-masing dari mereka mempersiapkan diri pergi ke mushola dan masjid terdekat di sekolah.
"Suf, sholat hayuk!" ajak Arif pada Yusuf.
"Nanti, dah!" jawab Yusuf.
"Masuk neraka lo nggak mau sholat!" ancam Riko.
"Tau dah, mau jajan gue!" Yusuf berlalu bersama Rizan. Teman sekelas mereka juga. Menuju kantin sekolah.
"Bener-bener deh, susah banget diajak ke jalan yang bener!" gerutu Arul.
"Udah, Rul. Yang penting, kita sebagai manusia udah mengingat kan dia!" ucap Kahfi menenangkan. "Yuk, kita langsung ke masjid aja!" ajak Kahfi pada mereka.
"Gass!!!" timpal Arif.
***
Sesampainya di masjid, dan selesai menunaikan sholat. Kahfi, Arul, Riko, Arif, dan Ega dibuat geleng-geleng kepala dengan tingkah Yusuf. Ia tengah berjoget ria di kantin dengan teman-teman nya yang lain dari kelas lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAKIT
EspiritualSpiritual-Teenfiction Ini tentang abu-abu yang dihampiri warna pelangi. Dan juga luka yang membalut dirinya sendiri, bersama setiap doa yang ia panjatkan kepada-Nya. ⚠️BUAT DIBACA BUKAN DIPLAGIAT.⚠️ Rank 🏅 3 in Rakit Rank 🏅 15 in Kahfi Rank 🏅 7...