25 - Revisi

2 1 0
                                    

Gennie

Kepalaku berat. Mataku sembab. Tenggorokanku kering. Dan dadaku sesak. Jadi beginilah pagi setelah putus baik-baik dengan pria terbaik yang pernah aku temui, lagi. Meski semalaman aku meyakini diri dengan kalung pemberian Mas Dion, aku tetap saja menangis sampai akhirnya tertidur lelap. Aku tidak bisa egois lagi dalam hubungan kami yang memang harus melibatkan banyak hal. Dan inilah jalan yang tepat, meski tetap begitu menyakitkan juga.

Aku tidak terlalu ingat bagaimana kondisiku dulu saat putus darinya, tapi mungkin sama buruknya.

Dan ini hari Jumat, dan sebenarnya aku punya kelas pagi. Tapi untuk pertama kalinya setelah 6 bulan rajin ngampus, akhirnya hari ini aku mengambil jatah absenku. Aku sudah menghubungi dosen dan teman-teman kelasku subuh tadi. Dan sekarang Nini membuka gorden kamarku, matahari sudah tinggi dan aku terpaksa membuka mataku karena perutku sudah keroncongan.

"Makan dulu yuk, Neng. Biar sore bisa ke kape."Ajak Nini, mengusap punggungku lembut. Dulu Kang Pian pernah bilang, putus cinta memang selalu menjadi alasan utama dunia kita terasa berhenti, tapi yang harus kita sadari, dunia tidak pernah berhenti berputar. Jadi kunci move on adalah mengikuti dunia yang berputar, meski dunia kita berhenti. Dan itulah yang sedang Nini usahakan, mengajakku mengikuti perputaran dunia.

Nini membuat sayur lodeh dengan ikan asin. Favoritku, tapi aku hanya memakannya dengan perasaan hambar. Hari ini seragamnya kemeja putih dan celana jeans. Salah satu seragam yang kusukai, tapi celana jeans yang terakhir aku pakai adalah celana jeans yang sama dengan celana jeans yang kupakai saat aku balikan dengan Mas Dion, yang naasnya adalah satu-satunya celana jeans yang kumiliki. Jadi aku ke gudang, merogoh kardus berisi pakaian Ibu, dan mencari bawahan jeans yang bisa aku kenakan. Dan aku menemukan rok jeans panjang, jadi aku pakai itu setelah ku setrika dengan banyaknya pelicin untuk menghilangkan bau debunya. Meskipun begitu, aku tetap memakai kalung dari Mas Dion, dan cardigan dari Diana dan Tante Julia. Hari ini Bang Pebri yang menjemputku dengan motorku yang kemarin kutinggalkan di kafe, dan sepanjang perjalanan aku hanya melamun sembari mendengar lagu-lagu yang setidaknya membut semangatku kembali. Tapi aku tetap terlihat lelah dengan mata bengkak selama kerja.

Melihat kondisiku ini, tanpa banyak bertanya Bang Pebri menyuruhku untuk mengganti posisi yang awalnya bagian kasir, dengan Reina, yang berada di gudang novel. "Kita gak bisa melayani orang dengan baik kalo kita sendiri gak baik-baik aja. Jadi, tolong bantu urang dengan tukar posisi, yah," pinta Bang Pebri, saat aku bertanya. Jadi aku menurut saja.

Aku lupa bagaimana dulu aku bisa melanjutkan hidup setelah putus pertama dari Mas Dion. Tapi aku harap yang kali ini aku tidak akan banyak menangis. Itu yang kuharapkan.

Tapi sepertinya berjalan di dunia yang penuh dengan kejutan tidak mudah disaat kesedihan sedang melanda.

Bang Pebri tiba-tiba muncul, dan menghampiriku yang sedang merapikan stok buku yang baru datang. Dia nampak tersenyum cerah saat membantuku mengeluarkan buku-buku dari kardus. "Tumben lho, jam segini Bandung lagi gak hujan," katanya, dengan riang. "Tapi pas urang masuk sini, kenapa rasanya jadi mendung, yah? Padahal kemarin kayaknya cerah banget, Neng."

Aku terkekeh, hanya sekadar untuk menanggapinya. Mengerti bahwa yang dia bicarakan adalah suasana hatiku yang terlalu kentara. "Sesuram itu yah, aku di mata Bang Pebri?" tanyaku, lemas.

"Urang udah kenal Neng Eve tuh dari lahir. Neng Eve tuh, udah jadi adik yang Abang tunggu, tau. Soalnya kalo Si Muti deketnya sama Kang Putra, urang jadi gak enak kalo kalo deket dia," cocor Bang Pebri. Dan pembahasan ini terjadi setiap kali aku terlihat sedih.

"Aku gapapa, Bang. Cuman efek putus baik-baik aja," elakku, menepis kebaikannya untuk menghiburku.

"Tau kok. Tadi baru aja introgasi si Dion lewat telfon. Terus ternyata dia lagi ngumpul juga sama gengnya, otomatis Rita dan teman-teman tahu, tuh," timpal Bang Febri, dan aku hanya memangut sembari memperhatikan seluruh rak buku di gudang yang hampir penuh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Apple Flower of Our HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang