Dion
Aku kadang lupa bagaimana sibuknya semester genap di kampus. Ditambah dengan kegiatan ACS yang sebisa mungkin kami jalankan. Sepanjang Februari, Annika, Nathan, dan tim pelaksana sudah menjalankan 2 kelas divisi untuk tim kreatif. Sekarang sudah masuk bulan Maret, dan mereka sedang mempersiapkan kelas Reporter saja untuk pertengahan bulan, karena akhir Maret sudah masuk pekan UTS lagi.
Kinerjaku dengan Gennie pun tidak ada masalah. Yah, meski tidak bisa dipungkiri bahwa aku selalu mendapatkan diriku cemburu melihatnya dekat dengan anggota ACS yang kuwaspadai. Tapi selebihnya baik-baik saja.
"Pada susah ditagih uang kas ih, Pakpim." Mungkin ini ujian ACS tahun ini. Uang kas hampir minus karena kebutuhan, Oliv dan Siska selaku bendahara udah kelimpungan menagih para anggota dengan banyak cara. "Minta Annika sama Gennie buat angkat bicara soal uang kas dong, pasti pada dengerin anggota lain," pinta Oliv sembari duduk bersandar dinding dengan malas di lantai studio.
"Annika bentar lagi balik dari kelas, langsung minta tolong sama dia, yah. Aku bakal minta tolong Gennie buat bilang nanti ke anggota yang hari ini mau konten di Blueffin Cafe, oke?" kataku, menepuk-nepuk iba bahu Oliv. Lalu bangkit dengan tas panjang berisi tripod untuk kubawa ke tempat konten dikerjakan.
Ini hari Rabu siang, waktu yang agak nangung untuk membuat konten, karena biasanya kami mengerjakan di hari Jumat sore, Sabtu pagi, atau Mingu siang. Tapi kebetulan tim hari ini kebanyakan angkatan Gennie yang memiliki banyak tugas kelompok, dan hanya hari ini mereka bisa mengerjakan konten, mumpung Rabu ini juga banyak kelas kosong.
Tadinya aku mengajak Gennie untuk pergi bersama, tapi Gennie berniat mengerjakan tugas kelompok di kafe tempat kita syuting. Jadi sekarang dia sudah di tempat saat aku dan anggota lain sampai di Blueffin Cafe di daerah Dago.
Sesampainya di Blueffin Cafe, beberapa anggota yang ikut mobilku langsung menurunkan barang-barang, disaat aku dan Ella (salah satu tim Medpart) mencari pelayan yang selama ini berkomunikasi denganku membahas perizinan. Saat masuk, mataku langsung menemukan gadis-ku di salah satu meja dekat pintu taman belakang kafe bersama tiga temannya yang lain, dan dua anggota ACS yang juga sekelompok dengannya. Aku sempat melambai singkat sebelum keluar ke taman belakang kafe. Kami diberi satu meja agak mojok dengan sinar matahari yang bagus. Tapi dengan cuaca tak menentu bulan Maret ini, aku pun meminta satu lagi meja di dalam ruangan untuk bisa kami tempati jika turun hujan.
Aku sibuk membantu anggota cameraman dan soundman menyiapkan perlengkapan, disaat Sinta, selaku Penanggung Jawab konten Action-Nary, membantu penulis skenario dan pembawa acara untuk membawa konten ini saat nanti syuting dimulai. Makanan yang aku, Sinta, dan Ella pesan untuk dibuat konten sudah datang. Dan langsung saja aku dan tim cameraman mengambil video cantiknya. Saat itulah Gennie dan dua anggota lainnya mendekati untuk mulai membantu. Gennie berada di samping Sinta, sedangkan dua anggota lain mempersiapkan konten selanjutnya yang lebih santai. Aku memperhatikan mereka hanya membawa diri, tas mereka sepertinya sengaja ditinggalkan bersama teman mereka di meja di dalam kafe.
Dan proses syuting konten pun dimulai. Aku memegang ponsel Gennie yang menunjukkan catatan hasil briefing konten pertama, memastikan tidak ada yang kurang atau memang mau aku tambahkan. Sesekali aku mengetik di ponselnya saat melihat kurang atau lebihnya dari host hari ini. Gennie dan Sinta yang memperhatikan jalannya konten. Sampai Gennie menoleh ke belakang, dan aku ikut menoleh. Seorang cowok dengan kaos oblong hitam polos dan celana jeans dengan kalung rantai di lehernya menghampiri Gennie dengan membawa rice bowl dan ice lemon tea di kedua tangannya.
"Pesanan kamu nih, Gen," bisik cowok itu, meletakkan yang dia bawa di meja yang memisahkan dudukku dengan Gennie.
"Eh, padahal disana aja, Neo," Gennie balas berbisik.
"Gapapa, Gen. Tadi kamu bilang seharian belum makan, kan? Makanya aku bawain aja," bisik cowok-yang-Gennie-panggil-Neo itu lagi. Lalu dia menoleh padaku, memberikan senyuman ramah sembari mengangguk. "*Punten, Kang. Bisi sekre-nya pingsan." Bisiknya lagi.
*"Permisi, Kang. Takut sekretarisnya pingsan"
Aku tersenyum penuh pemaksaan. "Makasih udah perhatian sama sekre gue. Besok-besok sekalian ikut bantu ACS konten, yah, biar sekre gue ada bantuan tambahan," timpalku, sinis. Lalu senyum Neo yang ramah sedikit mengendur, tergantikan dengan senyum kikuknya saat ia berlalu kembali ke mejanya.
Mataku mengikuti kepergian Neo, dan saat aku kembali menoleh pada Gennie, yang kini menatapku dengan mata mengerjap, seperti menunggu reaksiku. "Kenapa?" tanyaku dengan gerakan bibir tanpa suara yang keluar.
Gennie menyipitkan matanya sembari menyodorkan tangannya, meminta ponselnya kembali. Mengetik sesuatu disana sebelum memberikan lagi padaku. 'Kentara banget, Mas. Santai, gak ada cowok yang menarik lagi di mata aku selain Budiono Santosa,' tulisnya di ponsel.
Dan diam-diam senang hati setelah membacanya. Aku memang cemburu akhir-akhir ini, tapi rasa itu mereda saat tahu bahwa memang selama ini dia tidak pernah merespon cowok-cowok itu. Sepertinya memang aku harus membiasakan diri saja untuk menerima bahwa gadis-ku ini menarik, baik, ramah, dan tetap hanya menginginkanku untuk masuk kedalam dunianya. Itu cukup untukku sadar bahwa seberuntungnya aku tetap menjadi miliknya.
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/385892696-288-k103291.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Apple Flower of Our Heart
RomanceDion dan Eve hanya berpacaran 5 bulan saat SMA, dan saat kuliah ternyata mereka harus bekerja sama di Komunitas Action Creative Studio dengan Dion sebagai Ketua dan Eve sebagai sekretarisnya. Masalah mereka tak hanya pada perasaan yang belum selesai...