(Rega Damasatya–Sekarang)
***
"Lho, Yang," kataku, terkejut. Tadi saat aku tinggal ke kamar mandi untuk bersih bersih badan, Marwah masih terlelap di ranjang. Namun sekarang dia sudah mondar mandir di kamar, membongkar lemari pakaian.
"Hai, Mas," balasnya, menoleh sekilas sambil tersenyum. "Itu bajunya udah aku siapin di kursi," sambung dia, menunjuk sembarang arah.
Aku melirik tempat yang dimaksudkan. Celana kain warna cream dan sweater hitam berkerah tinggi tersampir rapi di sandaran kursi. Ada jam tangan, parfume dan sisir yang diletakan di meja. Lalu saat aku kembali pada Marwah, dia sudah sibuk memilah bajuku.
"Baju baju tebel ada di rak kedua, ya, Mas," katanya, menata setumpuk lipatan baju ke slot lemari. "Jas sama baju formal ada di gantungan biasa. Baju rumahan ada di tengah. Celana celana di paling atas. Terus kolor kolornya ada di paling bawah."
Pintu lemari ditutup. Marwah berlalu melewatiku. Dia beralih membenahi semua parfum di meja rias dan laci. Selanjutnya berpindah lagi. Membereskan apa saja yang ditemui.
"Yang." Aku menghampiri Marwah penuh rasa heran, masih dengan handuk melilit di pinggang. "Kamu ngapain?" tanyaku, tak mengerti. "Baru pulang, lho."
"It's oke," jawab Marwah, tak habis habis bergerak ke sana ke sini. Mengabaikanku yang bahkan belum benar-benar mendekat.
"Bukan masalah it's oke-nya, Sayang," responku, berusaha menasehati. "Tadi kamu tiba-tiba ketiduran itu karena cape. Jahitan kamu juga kan belum kering banget. Janganlah dibawa beraktifitas berat berat dulu."
Dia tak mengindahkan. Alih-alih membenarkan beberapa gantungan yang sempat terlepas dari dinding dekat pintu. Gantungan yang menjadi tempat jaket jaketku.
"Yang!" panggilku, terdengar frustrasi. Kemarin untuk bangun saja dia terlihat begitu tersiksa. Sekarang, bukannya istirahat, dia justru melakukan hal hal yang, demi Tuhan, tidak diperlukan. Maksudnya, sebelum ini, keadaan kamar sudah seperti biasa. Tak ada yang harus ditata. Tak ada yang harus dipindah. Tak ada yang harus dibenahi. "Plis lah. Kita pulang bukan buat ini ...."
Ucapanku diinterupsi dering ponsel Marwah.
Marwah melipir mengambil benda itu di kasur. Aku diabaikannya, lagi.
"Oh, udah di depan ya, Pak?" Marwah berbicara pada seseorang di seberang telepon, entah siapa. Lalu tanpa berkata apa-apa, dia keluar kamar.
Aku mendesah gusar. Kadang keras kepalanya itu memang ... Hah! sudah lah. Aku buru-buru meraih baju ganti. Memakainya. Kemudian menyusul Marwah yang ternyata sudah di dapur, berkutat bersama talenan dan kompor. Goodie bag lumayan besar tergeletak di meja bar.
"Mar ...."
"Tolong cariin lada di tas itu dong, Mas," sela Marwah.
Berdecak kecil, aku melakukan yang dia perintahkan. Meletakkan di dekatnya. "Kamu mau apa, sih?" Ulangku, benar-benar tak paham jalan pikirnya. "Beli kan bisa. Kenapa repot repot masak segala."
"Makasih, Mas," ucap Marwah, alih-alih. Mengambil botol lada, ditaburkan ke saus racikannya.
"Mar." Aku meminta perhatian. Sedikit memaksa.
"Ehm?" sahutnya, tak acuh. Mencicipi saus tadi di tangan.
"Kamu denger aku enggak?" Aku mulai jengkel. Ayolah! Aku sangat mengkhawatirkan dia. Dan dia justru berbuat semaunya, tak peduli akan kondisinya.
Dia melirikku. Dengan polosnya bertanya, "Hem?"
Aku menghela napas kasar. Beranjak, berniat meninggalkan Marwah sendirian. Sayangnya baru beberapa langkah kakiku diayun pergi, bunyi sendok jatuh berkelontang di belakang. Membuatku berbalik badan, dan mendapati bagaimana dia nampak kerepotan. Alhasil aku kembali menghela kasar. Putar haluan. Kemudian menyingsing lengan sweater sampai di bawah siku. Mengambil pisau dan talenan sebelum membantu Marwah membelah beberapa kentang. Sementara di dua tungku kompor terdapat roasting pen berisi daging dan panci untuk mengukus kentang, mungkin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Tiga Muanaqah. (Sekuel BSP)
Romance#Romance_islami (JANGAN NYARI ADEGAN PETOK-PETOK DI SINI) Kamu adalah titik tiga muanaqoh yang aku pilih untuk berhenti, Mar. Aku tahu kamu akan menyebutku lebay. Atau berkata, "ih, geli!" Namun, percayalah, aku tak sedikitpun memiliki niat untuk me...