31 | SESUATU YANG TUA

11 2 0
                                    

Embusan angin kencang menerjang tubuh kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Embusan angin kencang menerjang tubuh kami.

Embusan yang dingin dan berisik. Aku menyipitkan mata saat kobaran api di puncak obor padam. Menenggelamkan kami dalam kegelapan yang terasa menyesakkan.

Aku tak bisa melihat atau mendengar apa pun. Aku mencoba memanggil Hugo, namun suaraku tertahan oleh angin saat aku membuka mulut. Ini mengerikan. Tubuhku bahkan tercampak ke belakang. Seperti terdorong oleh sesuatu yang tak kasat mata. Kuat. Lenganku membentur pecahan-pecahan batu. 

Carilah ketakutannya.

Sebuah suara menyela deru angin. Aku tak mengenali suara itu. Tak seorang pun diantara kami terdengar setua dan seringkih itu. Namun–entah bagaimana, aku tahu suara itu berbicara dalam bahasa yang berbeda. Bukan bahasa yang digunakan Krow maupun seantero penghuni Tanah Nod. Melainkan sesuatu yang bahkan lebih tua dari leluhur Krow. Bulu kudukku meremang. Hal ini pasti berkaitan dengan ingatan masa laluku.

Terlalu besar.

Dua kata itu paktis membuatku panik. Kedengarannya seperti ditujukan khusus padaku: ketakutannya. Mungkinkah itu ucapan salah satu roh Na-id? Kegelapan ini tentu memudahkan mereka dalam menyerang kami. Memastikan kami menghirup kabut mereka dan ... berhalusinasi. Apa semua ini nyata?

Dengan dada yang terasa nyeri, aku meraba-raba sekitar, berusaha menemukan siapa pun orang terdekat denganku. Dan seseorang meraih jemariku. Menggenggamnya. Sama sekali tak mengatakan apapun.
Aku tahu itu Hugo. Kebiasaan berimpase dengannya membuatku ingat bagaimana ia menggenggam tanganku. Cowok itu merapatkan tubuhnya untuk melindungiku dari terjangan angin. Rasa hangat yang terpancar dari dirinya membuatku merasa aman.

Lalu semua kekacauan itu berhenti.

Tak ada gemuruh atau bunyi bebatuan yang terlempar ke dinding gua. Tak ada perintah yang diucap oleh si suara tua. Dalam kegelapan yang masih menyesakkan, kami terdiam. Kali ini tenggelam oleh sunyi yang menusuk hingga ke dalam kepala.

"Cepat nyalakan obornya!" Suara Krow terdengar berang.

Sesaat kemudian, kobaran api mengembalikan penglihatan kami. Cahayanya temaram. Aku bisa melihat Hugo masih berada dihadapanku. Lalu Aiden dan yang lainnya juga terlihat sedang terduduk seperti kami. Tak ada yang terluka. Hanya saja mereka tampak ... bingung?

Aku mendongak dan berbisik pada Hugo. "Kamu dengar suara tadi?"

"Kamu dengar sesuatu?" Hugo malah balas bertanya.

"Ya, mereka bicara dalam bahasa yang berbeda."

"Mereka bilang apa?"

Aku berdeham. "Carilah ketakutannya, lalu: terlalu besar."

Hugo menatapku dalam diam. Kedua matanya tampak kelam. Entah karena berpikir atau karena ia membelakangi cahaya. Hal itu membuatku tak tenang. Aku terus mengamati reaksi Hugo dengan gelisah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE WATCHERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang