"Jika kamu hidup hingga seratus tahun , saya ingin hidup sampai seratus minus satu hari sehingga aku tidak harus hidup tanpa kamu." - A. A. Milne
-Note of Six-
***
Setelah kembali dari bukit tadi, Jean kembali ke desa Ranu Pani bersama Radit, karena kebanyakan pendaki melanjutkan perjalanan ke Mahameru dan hanya beberapa yang kembali ke bawah. Daripada harus kembali ke bawah sendirian, ya mau tidak mau dia harus bersama Radit.
Di sepanjang perjalanan tadi, Radit sesekali bertanya pada Jean, lo pulang bareng gue yah? Dan kalau dihitung mungkin sudah lebih dari sepuluh kali Radit menanyakan soal itu.
Sang mentari sudah tidak terlalu menampakkan dirinya, mungkin akan kembali ke peradabannya. Jam ditangan Jean pun sudah menunjukkan pukul empat sore.
Memikirkan soal ajakan Radit tadi, kayaknya tidak asik kalau ke Malang tidak makan makanan khas Malang. Apa dia harus menerima ajakan Radit itu?
Dia menatap Radit yang kini sedang meminum air dingin, duh, adem banget ngeliat Radit yang kaya gitu. Dilihatnya adem banget.
"Dit, kalo gue terima ajakan lo tadi gppkan?" Ah Jean sok jual mahal di awal tapi jual murah di akhir.
Wajah Radit terlihat terkejut karena mendengar perkataan Jean itu, "Lo serius? Bukannya tadi lo nolak gue..sok jual mahal sih loh!" Tuhkan, Jean tahu kalau Radit itu sangat menyebalkan.
Kalau tahu begitu reaksi Radit, tidak mau dia berkata seperti itu. "Yaudah gak jadi!"
Jean kayak anak kecil yang lagi ngambek sekarang, memajukan bibirnya dan memilih mencari titik lain untuk dilihat. Tidak mau dia melihat Radit yang cengengesan karena tingkah lakunya.
"Kok lo ketawa sih? Nyebelin banget ish!" Jean berkata seperti itu karena tidak terima dengan Radit yang masih cengengesan, seolah menertawakan Jean yang sok jual mahal tadi.
Radit mulai meredakan tawanya karena pipinya sudah terasa sakit untuk tertawa lagi, "Abisnya lo lucu sih, minta dicium banget haha." Katanya yang menatap Jean dengan air mata di ujung matanya, bukan air mata sedih, tapi air mata yang keluar saking senangnya dia tertawa.
"Duh, jadi susah berenti ketawa nih haha!"
"Gak jadi gue pergi sama lo!" Kata Jean yang memasang wajah terjuteknya. Terserah Radit mau berbuat apa sekarang, dia tidak peduli.
Tawa Radit terhenti, "Oke-oke gue berenti ketawa, tapi lo jadikan pergi sama gue? Jadikan? Ya ya ya?" Katanya mencoba membujuk Jean.
"Gak."
Satu kata itu Jean ucapkan seperti anak anjing galak. Radit saja sampai mengelus dada saat mendengar balasan Jean itu.
Radit sih tidak mau menyerah setelah mendengar perkataan Jean itu, dia mendekat kearah Jean, lalu berkata, "Ngambek nih?" Tanyanya.
"Gak."
"Syukur deh! Kalo gitu lo maukan pergi sama gue?"
"Gak!"
"Dih kok gitu sih Je?"
"Ya kalo gue bilang enggak yah enggak! Ngerti gak sih?!""Oh jadi Jean beneran ngambek nih? Uuuu tayangggnya Radit ngambek uuuu tayanggg tayanggg." Lelaki itu mencubit-cubit pipi Jean, tidak peduli dengan mimik wajah Jean yang kesakitan.
Niatnya Radit itu ya mau bikin mood Jean balik lagi, "Udah yah gausah ngambek lagi? Lo mau apa sekarang? Makan? Jalan? Atau apa?" Itu sih yang kepikiran di otak Radit, kalau perempuan ngambek ya bisa diajak jalan sambil makan gitu.
"Gue mau makan." Nahkan, tawaran Radit itu ada yang benar.
"Siap! Tuan Puteri!" Kata Radit sambil memberikan hormat pada Jean dan memberikan lengannya untuk digandeng oleh Jean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Janji [Selesai] #Wattys2018
Teen FictionHighest Rank: 542 in Relationship 16/06/18 Perkara janji yang selalu dengan mudahnya di ucapkan oleh banyak orang dan berakhir dengan semu semata. Bagaimana kalau janji itu tulus diucapkan namun suatu hal yang buruk harus terjadi dan janji itu berak...