16 - Mati

702 33 2
                                    

Setelah pulang dulu ke apartemen, Radit langsung menuju rumah Jean, menggunakan motor kesayangannya. Soalnya, mobilnya sedang dicuci, ada sisa darah Jess yang berceceran dimobil Radit.

"Duh, kok gue ganteng banget ya?"

Radit memegang sebelah pipinya sambil berkaca ria dikaca spion, dia seperti seorang perempuan bahkan melebihi seorang perempuan. Radit tertawa dan tersenyum sendiri melihat wajahnya yang menurutnya itu, ganteng abis.

"Pantes aja si Jean nempel mulu sama gue, haha."

Tuhkan, Radit tambah gila. Di lampu merah saja dia masih sibuk mengaca dan berceloteh mengenai ketampanannya. Sampai pengendara yang ada disebelahnya mengerutkan kening.

Radit tidak akan ambil pusing dengan pendapat orang, siapa mereka? Tidak ada urusannya dengan hidupnya. Radit menjalankan motornya begitu pelan, yang penting sampai dengan selamat dan bisa berduaan bersama Jean.

Setelah menyusuri jalanan ibu kota yang ramai dan tentunya macet, Radit sudah sampai dirumah Jean. Rumah itu selalu terlihat sepi, tapi setidaknya, sekarang semua lampu dirumah ini menyala dengan terang.

"Assalamualaikum," Radit bergaya dengan senyum merekah dibibirnya. Hitung-hitung memberikan kesan pertama yang baik kepada calon mertua.

Tangan Radit sudah sibuk memencet bel rumah Jean, tapi perempuan itu lama sekali datangnya. Radit sudah menghitung, dia memencet bel selama tujuh kali dan Jean baru keluar dengan piyamanya.

Rambutnya dibiarkan terkuncir satu dengan helaian rambut depan yang kurang rapih. Satu kesan dari Radit, imut.

"Lo ngapain kesini? Udah malem tahu," Tanya Jean ketika dia membukakan pintu pagar untuk Radit.

Lelaki yang ditanya hanya tertawa, "Ya Allah, ini tuh malem minggu tahu, masa calon suami gak jalan sama calon istri sih." Guraunya.

Jean tidak merasa kesal atau terkesan dengan rayuan Radit itu, dia sudah terbiasa, "Jadi lo kesini mau ngajak gue jalan?"

Tanpa Radit jawab, Jean sudah bisa menemukan jawabannya dari binar mata Radit, "Gak ah, gue udah siap-siap mau tidur. Ngantuk. Capek." Kata Jean yang tengah mengusap matanya.

"Kan parah banget! Padahal gue udah wangi, udah cakep, masa lo gak mau jalan sama gue. Terus gue harus jalan sama siapa? Sama Mbok Inah?" Mulut Radit tidak ada hentinya merajuk didepan Jean, membuat perempuan itu terkekeh geli.

  "Mbok Inah aja gak mau jalan sama lo, mending pulang gih!"

  Radit tidak berbalik pergi, dia berjalan mendahului Jean untuk masuk kedalam rumah Jean, matanya mengedar kesegala penjuru ruangan. Mencari keberadaan orang tua Jean--Aldi dan Melisa--.

  "Lo nyari siapa?" Tanya Jean ketika sadar dengan gerak-gerik Radit.

  "Gue nyari calon mertua, mereka kemana?"

  Jean mendengus, sedikit menggelitik ketika mendengar Radit menyebut kata calon mertua, pasalnya, hubungan mereka saja masih menggantung tanpa status.

  "Mereka lagi ditaman belakang, kenapa? Mau ketemu?" Tanya Jean hanya sekedar basa-basi.

  Seperti dugaan Jean, Radit mengangguk dengan semangat lalu berjalan dengan semangat menuju taman belakang, tanpa memperdulikan Jean yang masih berdiri jauh di belakangnya. Sebenarnya, ini rumah siapa? Jean atau Radit?

  Sesampainya ditaman belakang, Radit bisa melihat jelas keberadaan Aldi dan Melisa yang terduduk dikursi taman, berdua, sangat romantis.

  "Jadi mau berduaan juga sama Jean haha." Batinnya.

Tentang Janji [Selesai] #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang