Ketika membuka mata, Jean masih dalam posisi tertidur dilantai kayu namun kepalanya tertumpu pada sisi ranjang. Silaunya matahari membuat tidurnya terusik dan terpaksa bangun dengan rasa sakit dibadan karena tidur dalam posisi tidak benar, apalagi matanya yang bengkak buatnya enggan untuk berkaca. Sangat menyeramkan.
Jean tertegun, ada suara percikan air dari dalam kamar mandi. Jantungnya berdebar, dia memilih untuk bangkit dan menghampiri pintu kamar mandi yang tertutup. Suara percikan air itu semakin terdengar dan membuat Jean susah napas, takut untuk melihat siapa yang berada didalam kamar mandi tersebut.
"Dit..."
Panggilan itu terus Jean sebutkan dalam setiap langkahnya, dia membersarkan suara serak khas bangun tidurnya. Berharap orang didalam kamar mandi itu mendengar.
"Radit...kamu didalem ya?" Tanya Jean ketika sudah berada didepan pintu kamar mandi.
Orang didalam kamar mandi itu diam tidak bersuara, padahal percikan air itu masih terdengar keras dari dalam kamar mandi.
Jean yang pernasaranpun menempelkan telinganya pada daun pintu kamar mandi, "Radit...kamu didalam kan?" Tanyanya memastikan.
Ketika Jean masih menunggu jawaban dari orang yang berada didalam. Telinganya masih menempel pada pintu dan suara percikan air itu menghilang. Membuat jantung Jean semakin berdetak dan pikirannya yang tidak karuan memikirkan apa.
Suara knop pintu yang tertekan kebawah membuat Jean membalikkan badannya, belum siap melihat siapa yang akan keluar dari dalam kamar mandi.
Ketika orang yang berada didalam kamar mandi itu keluar, Jean bersumpah, jantungnya berdebar kencang dan matanya tertutup rapat.
"Lo ngapain begitu, anjir."
Suara Ana. Sialan.
Ketika mendengar suara Ana dan memastikan kalau orang yang berada didepannya adalah Ana. Jean mendumel.
"Lo kenapa tiba-tiba keluar dari sana, Ana?"
"Lo yang kenapa begini? Deg-degan liat muka gue yang tambah cantik setelah mandi? Iya hm?"
"Bego. Minggir lo."
Sudah. Semua skenario indah tentang Radit yang keluar dari kamar mandi lalu menatap dalam-dalam manik mata milik Jean pun sudah punah, menghilang karena bukan Radit yang keluar dari kamar mandi itu. Melainkan Ana yang keluar dengan baju ganti dan handuk melilit di kepalanya.
"Ah gue tahu, pasti lo mikir si Radit kan yang di kamar mandi?" Ana menjeda sebentar, lalu berkata, "Impian lo ketinggian. Buat nampakin batang hidung didepan lo aja ga berani, apalagi tiba-tiba muncul. Setan kali dia."
Ana dan mulut ajaibnya. Membuat Jean memberengut, "Jadi lo kesini cuma mau lanjutin berdebat sama gue? Mending pulang lo sana, gak guna sama sekali hidup lo."
"Lebih berguna hidup gue. Setidaknya, gue gak sefrustasi itu buat mengharapkan orang yang udah ninggalin gue akan kembali lagi ke gue."
"Lo nyindir gue?"
"Bagus kalo lo sadar diri."
Jujur. Jean sudah gatal ingin menendang Ana untuk pergi jauh-jauh dari hidupnya. Karena menurut Jean, Ana bukanlah gambaran sahabat dalam drama korea yang selalu dia lihat. Sahabat yang akan menghibur temannya yang ditinggalkan kekasihnya dengan kata-kata, dia akan kembali dan kamu tidak perlu khawatir tentang itu.
See? Ana bukanlah sahabat yang terbesit dalam pikiran Jean.
"Kenapa lo bisa sepercaya itu kalau Radit gak akan balik lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Janji [Selesai] #Wattys2018
Ficção AdolescenteHighest Rank: 542 in Relationship 16/06/18 Perkara janji yang selalu dengan mudahnya di ucapkan oleh banyak orang dan berakhir dengan semu semata. Bagaimana kalau janji itu tulus diucapkan namun suatu hal yang buruk harus terjadi dan janji itu berak...