11 (a) - Rahasia Apa?

789 37 1
                                    

  Akhir-akhir ini, Radit jadi lebih sering menghabiskan waktu bersama Jean. Hari inipun mereka habiskan bersama, dari bermain game di handphone Radit, membaca novel kesukaan Jean, dan memasak dirumah Jean, semuanya mereka lakukan berdua.

  Hari ini, Jean maupun Radit tidak pergi ke kantor karena memang tidak ada urusan sama sekali disana.

  Suara pisau yang beradu dengan talenan membuat suara gaduh di dapur rumah Jean, malam ini Jean berencana makan bersama Radit ditaman belakang rumahnya.

  "Dit! Ambilin tomat di kulkas!"

  Teriakan dari Jean dan Radit menjadi alunan yang membisingkan telinga, tapi ini bukan sebuah masalah bagi Radit. Dia senang Jean yang cerewet dan tidak mendiaminya.

  Radit berjalan gusar kearah Jean dan memberikan tomat yang Jean pinta. Hati Radit terasa lebih hangat ketika berada didekat Jean, perempuan itu seperti punya magnet yang mampu menarik Radit untuk mendekat. Ibarat kata, Jean itu kutub selatan dan Radit adalah kutub timurnya, mau bagaimanapun mereka akan bersatu.

  Tapi ada satu hal yang membuat Radit tidak kunjung menyatakan perasaannya pada Jean, kalau Jean tahu, apa dia akan memaafkannya? Menerimanya? Apa semuanya akan sama seperti sekarang?

  Satu hal ini yang selalu dia tutupi rapat-rapat, tidak boleh ada yang tahu selain dirinya. Orang tuanya pun tidak tahu tentang hal ini, Radit tidak ingin semua orang khawatir pada dirinya.

  "Masih lama ya, Je?" Tanya Radit yang kini sedang bertopang diatas meja makan.

  "Engga kok. Ini sudah selesai."

  Harum masakan Jean sudah tercium sampai ke penciuman Radit, Jean masak nasi goreng, di atasnya ada telur ceplok yang terbentuk dengan sempurna.

  "Maaf ya, gue cuma bisa masak ini doang." Kata Jean yang menaruh piring berisi nasi gorengnya itu di atas meja, dihadapan Radit.

  Radit tertawa, "Gak masalah sama sekali buat gue, yang penting, lo masakin makanan aja gue udah seneng banget." Radit merayu, memuji dan segala hal yang membuat pipi Jean merah merona.

  "Lo itu gombal terus ya kerjaannya!"

  "Gue serius yaampun. Gini aja gue udah seneng banget, apalagi nanti kalo tiap hari gue dimasakin makanan sama lo. Betapa bahagianya gue, Je." Ucap Radit. Dia jujur, mengeluarkan unek-unek yang tersimpan.

  Mereka makan dengan suasana taman belakang dengan langit malam tanpa bintang dan dengan suasana hening, tanpa ada suara sedikitpun, angin berhembus begitu lembutnya menerpa kulit Jean yang hanya dilapisi oleh kain tipis.

  "Lo gak dingin apa?" Suara Radit memecahkan keheningan malam yang hening.

  "Gak kok. Gue udah biasa--"

  Ucapan Jean itu terhenti ketika Radit melepas jaketnya dan memakaikannya pada Jean. Perempuan itu salah tingkah, tersenyum lebar lalu berkata terima kasih.

  "Lo tahu gak? Kalau gue itu sayang sama lo,"

  "Really?"

  "Iya. Dan gue berharap gue bisa secepatnya ngomong gue sayang sama lo itu dengan perlakuan nyata. Tindakan yang nyata, bukan cuma omongan yang kayak cowok lain lakuin. Gue gak suka, itu gak gentleman dan gue cowok, cowok gak suka mainin hati cewek, kalau gue mainin hati cewek sama aja kayak gue nyakitin Mamah."

  Mulut Jean tersekat. Dia terlalu mendalami apa yang Radit ucapkan tadi. Jena tahu Radit bukan seperti cowok diluar sana, Radit itu tidak suka memainkan hati perempuan. Itu alasan pertama Jean untuk bisa jatuh cinta pada sosok Radit.

Tentang Janji [Selesai] #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang