"Dengan cinta orang bisa hidup bahkan tanpa kebahagiaan." - Fyodor Dostoyevsky
-Note of Seven-
***
Pagi-pagi sekali, Radit menggedor-gedor pintu kamar Jean. Membangunkan perempuan itu di saat dia masih terlelap dalam mimpinya. Bentuknya pun tidak karuan saat keluar untuk membukakan pintu untuk Radit.
"Ada apa sih Dit? Ini masih pagi dan lo ganggu tidur gue." Jean menguap setelah menyelesaikan perkataannya. Mengucek matanya yang terasa kantuk.
"Gue mau ngajak lo jalan, maukan?" Tanyanya dengan kedua tangan menyatu menjadi satu didepan dada, memohon pada Jean.
"Please," katanya lagi.
"Gak sekarang kan? Gue masih ngantuk." Kata Jean yang menutup mulutnya karena mengantuk.
Matanya masih susah untuk terbuka lebar, terlalu pagi untuknya bangun sekarang. Dan Radit mengganggu semuanya lagi. Lelaki itu, memang selalu membuat Jean merasa terganggu.
"Ini udah jam enam Jean, lo cewek tapi kok kaya kebo." Radit mengunjukan jam tangannya pada Jean.
Iya, Jean tahu kalau ini sudah jam enam pagi. Dia tidak kebo, hanya saja semalam dia tidak bisa tidur, karena mamikirkan Radit. Bagaimana tidak memikirkan Radit? Dia itu seperti teka-teki yang kalau tidak dijawab, pasti akan membuatnya kepikiran terus.
Dan benar saja, Jean tidak bisa menemukan jawab tentang Radit, semua tentang Radit. Sampai dia tidak bisa tidur dan berakhir seperti saat ini.
"Gue gak kebo, Radit! Tapi gue ngantuk banget sekarang, jadi biarin gue tidur sejam lagi yah?" Katanya yang sepenuhnya memohon.
"Lo gak bisa tidur kenapa?" Tanyanya dengan suara menyelidik, "Lo mikirin gue yah?" Lanjutnya dengan nada menggoda.
Jean bungkam, tidak mau memberitahu Radit kalau dia tidak bisa tidur karena mikirkan Radit. Sangat menyebalkan, Radit itu apa sih? Cenayang? Kenapa dia selalu tahu isi kepala Jean.
"Gak guna amat gue mikirin lo! Udah ah gue ngantuk." Jean membalikkan badannya namun ditahan oleh tangan Radit.
"Ntar dulu dong, Tuan Puteri! Lo kan belum jawab pertanyaan gue, lo mau jalan gak sama Pangeran?" Tanyanya lagi.
Jean mengangguk, "Iya gue mau, but gak sekarang karena gue mau tidur lagi. Jadi, sekarang lo lepas tangan gue," katanya.
Radit langsung melepaskan cekalan tangannya dari tangan Jean, membiarkan perempuan itu masuk kekamar dan melanjutkan mimpi indahnya.
Dia tertawa kecil saat Jean sudah masuk, karena tidak biasanya perempuan itu menerima ajakannya tanpa harus berdebat yang berkepanjangan. Radit sih senang kalau Jean seperti ini terus kalau dia aja pergi. Langsung menerima tanpa ditolak terlebih dahulu.
***
"Jadi lo mau ngajak gue kemana hah?" Jean bertanya pada Radit yang fokus pada jalanan didepannya.
Mereka—Radit dan Jean—sudah berada didalam mobil yang Radit sewa, karena kata Radit kalau naik angkutan umum itu tidak enak dan tidak bisa berduaan bersama Jean.
"Itu masih rahasia, Tuan Puteri." Balasnya dengan cengiran khasnya.
"Lo ngajak gue pergi tanpa ngasih tahu kita mau kemana, gue takut diapa-apain sama lo." Yang dikatakan Jean itu benar, dia belum seratus persen mempercayai Radit.
Bisa saja kan kalau Radit itu orang jahat yang mengincarnya? Membuntutinya sampai ke Malang, ya, walau Radit sudah bilang kalau dia kesini karena ada urusan dengan kliennya. Hati dan pikiran orang siapa yang tahu? Mungkin saja Radit itu, Psikopat atau mungkin pedofil?

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Janji [Selesai] #Wattys2018
Teen FictionHighest Rank: 542 in Relationship 16/06/18 Perkara janji yang selalu dengan mudahnya di ucapkan oleh banyak orang dan berakhir dengan semu semata. Bagaimana kalau janji itu tulus diucapkan namun suatu hal yang buruk harus terjadi dan janji itu berak...