• Hujan •

203 18 5
                                    

Saktya memasukkan semua buku-buku yang ada di mejanya. Ia berdiri di depan cermin, menatap duplikat dirinya dari atas sampai bawah. Lalu ia mengacak-ngacak rambutnya, membuatnya terkesan jauh dari kata rapi. Ia melirik ke arah jendela. Katya berdiri di depan cermin sambil memakaikan sesuatu di bibirnya. Entahlah, Saktya tidak peduli.

"Pagi, Saktya," Saktya menghentikan aktivitas memakai dasi saat menuruni tangga. Ia melihat Kirana berdiri di depan meja makan dengan dua piring berisi roti isi di tangannya.

"Hari ini berangkat sama Katya lagi?" Tanya Kirana semangat. Kirana tersenyum penuh arti. Saktya menatap Kirana dengan mata menyipit.

"Kenapa jadi mama yang semangat?" Tanya Saktya bingung. Kirana terkekeh pelan.

"Abis mama nggak pernah liat kamu jalan sama cewek sih. Makanya pas kemarin berangkat sama Katya mama seneng aja liatnya." Saktya duduk di samping Kirana. Dia menaruh tasnya di atas meja.

"Dih, terus kenapa jadi mama yang repot mikirin sih." Kirana merapikan rambut anak bungsunya, membuatnya terkesan rapi.

"Mama!" Saktya menatap Kirana tak percaya. Ia berdecak saat rambutnya sudah benar-benar rapi. Bukan style Saktya banget.

"Kenapa? Itu rambut kamu berantakan. Mama kan cuma rapihin doang. Lagian kamu tumbenan banget ke sekolah nggak rapi. Biasanya juga kamu lama banget buat "dandan" doang." Kirana menyatukan jari telunjuk dan jari tengah, membuat tanda kutip.

"Kata siapa? Mama aja yang bangunnya kecepetan. Saktya kan emang kalo ke sekolah kayak gini." Saktya mencomot roti isinya dan memakannya pelan.

"Bener juga ya. Kamu kan kebo bangunnya." Saktya memutar kedua bola matanya.

"Nggak kebo. Cuma gravitasi kasur sama sahutan mama itu gedean gravitasi kasur kamar Saktya." sahut Saktya pelan di tengah-tengah ia menyantap makanannya.

"Halah. Alibi doang. Bilang aja males bangun." Saktya nyengir lalu menghabiskan sarapannya. Saktya yang di rumah berbeda dengan Saktya yang di sekolah.

"Pamit dulu, Ma. Saktya berangkat." Ia hendak pamit saat Mamanya berdiri secara mendadak.

"Bareng Katya kan? Sebentar mama panggilin." Saktya melotot saat Kirana sudah melangkah menuju pintu utama. Bahkan ia belum menjawab pertanyaan Kirana.

"Ini kenapa jadi mama yang semangat?" decak Saktya pelan. Saktya menyampirkan tasnya di bahu kanan lalu berjalan mengikuti Kirana dari belakang. Lalu ia mengambil helm beserta kunci motornya yang berada di atas bupet lemari ruang tamu.

"Katya berangkat sama Saktya lagi aja ya? Kebetulan Saktya udah mau berangkat." Saktya yang hendak menyalakan motornya, menoleh. Ia melihat Katya yang sepertinya juga ingin berangkat sedang mengobrol dengan Kirana.

"Eh, nggak perlu repot-repot tante. Katya bisa berangkat sendiri." Katya menolaknya secara halus. Membuat Kirana terkekeh pelan.

"Udah nggak apa-apa. Kamu satu sekolah ini sama Saktya. Rek, Katya sama anakku aja. Kamu nggak perlu anterin." Reka yang sedang mengaduk-aduk isi tasnya menoleh.

"Beneran nggak apa-apa?" Tanya Reka yang langsung di jawab Kirana dengan sekali anggukan.

"Ayo, Katya," Kirana sudah menarik lengan Katya lembut. Katya menatap Reka memelas, meminta pertolongan. Reka yang melihat anaknya di bawa Kirana hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya.

"Yuk Katya naik. Nanti kalian telat kalo kelamaan berangkatnya." Saktya hendak membuka mulutnya untuk menolak saat Kirana melotot tajam ke arahnya. Katya yang menatap kedua orang tersebut hanya berdiri kikuk.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang