• Rindu •

77 12 8
                                    

London, Inggris.

Dua tahun kemudian ...

"Beneran nggak mau balik, Sak? Nggak kangen sama Tante Kirana apa?" Tanya Dery seraya menutup zipper koper miliknya. Saktya menggeleng seraya menggerakkan kursi kerja Nadine ke kanan dan ke kiri.

Dery menghela napas pelan. "Ini bukan karena lo sakit hati kan, kalo Katya lebih pilih Karel ketimbang lo?"

Saktya menghentikan gerakan tubuhnya lalu memandang Dery dalam diam. Dery yang melihat wajah Saktya langsung mendengus keras.

"Liat sekarang siapa yang nelangsa karena perbuatannya sendiri??" Seru Dery jengkel. Ia berkacak pinggang seraya menatap Saktya tajam. Saktya mendesah lalu ia bangkit dan menghampiri Dery. "Bisa nggak, nggak bahas hal itu?"

Dery berdecak seraya menatap Saktya jengkel. "Kenapa? Mulai ngerasa bersalah? Atau nyesel?"

Saktya mengerang. Percuma berdebat dengan Dery, ia pasti akan kalah telak.

"Kan gue udah bilang sama lo dari awal. Ini hal paling nggak bener yang pernah gue denger dari lo. Apalagi kasusnya orang kayak lo yang jarang banget deket sama cewek."

"Nyuruh Karel deketin Katya sama aja kayak buka peluang lebar buat dia. Lo lupa sama yang dibilang Darlo waktu itu? Harusnya lo nggak ngebiarin Katya sama orang lain, Sak. Harusnya lo perjuangin cinta lo!" Seru Dery kesal.

Dery menggelengkan kepalanya pelan seraya bersedekap."Gue bingung orang dengan GPA tertinggi bisa sebodoh ini dalam hal cinta."

Dery pun melangkah pergi seraya meninggalkan Saktya di ruang tamu. Saktya menatap langit-langit dengan nanar.

"Lo bakal pulang liburan nanti?"

Suatu malam di bulan Februari, untuk pertama kalinya Darlo menghubungi Saktya semenjak Saktya berada di London lewat Skype. Saktya yang saat itu tengah sibuk dengan berbagai macam paper hanya menggeleng pelan.

"Sayang duitnya. Lagipula gue ngambil summer course musim panas nanti." Jawab Saktya dengan senyum kecil.

"Kenapa? Gue bisa bayarin tiket pulang pergi kalo lo mau. Papa pasti bakal ngasih." Memang semenjak Darlo sadar, hubungan mereka dengan Aldi sudah membaik. Saktya menggeleng tegas.

"Jangan boros, Kak. Mending duitnya ditabung siapa tau butuh buat jaga-jaga." Tolak Saktya halus. Darlo menghela napasnya pelan seraha bersandar pada kursi.

"Ini bukan karena Katya, kan?" Gerakan tangan Saktya di atas kertas terhenti. Saktya menatap Darlo dengan kening berkerut.

"Katya? Siapa?" Tenggorokan Saktya tercekat. Jika Darlo telah tahu semuanya ...

"Mau sampe kapan lo bilang ke gue kalo Katya itu Latya?"

Jantung Saktya melengos, ia menatap Darlo dengan keterkejutan yang nyata.

"Tolong hentikan kebohongan ini, Sak. Gue udah tahu semuanya. Karena ingatan gue udah pulih."

Hening menyelimuti mereka berdua. Darlo menatap Saktya dengan kecewa sementara yang ditatap entah sedang memikirkan apa.

"Lo kenapa lakuin ini ke gue? Kenapa lo ngorbanin kebahagiaan lo sendiri untuk gue?" Darlo menarik napas panjang dan menghembuskannya.

"Ini bukan sekali lo lakuin ini, Sak. Dulu lo juga pernah lakuin itu." Darlo menegakkan tubuhnya dan menatap Saktya lekat-lekat.

"Kalo lo emang cinta sama dia, perjuangin. Jangan lo main tinggalin gitu aja. Beresin apa yang udah lo berantakin. Lo harus tanggung jawab sama apa yang udah lo perbuat."

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang