• Harapan •

191 17 1
                                    

"Apa-apaan lo?!" Cewek itu tersenyum, jenis senyum licik yang paling Katya benci seumur hidup. Ia menelan salivanya dengan susah payah.

Nggak. Ini nggak boleh kejadian lagi.

Ia bangkit dan pergi dari sana. Untuk saat ini ia lebih memilih pergi dan meninggalkan arena pertandingan.

"Heh, lo jalang! Mau kemana!?" Sebuah tangan mencengkram lengannya kencang. Katya meringis. Cengkraman itu begitu kuat. Bahkan ia bisa merasakan kuku-kuku panjang itu menancap di kulitnya.

"Kalo ditanya itu jawab jangan diem aja! Lo bisu!?" Sebuah tangan mencengkram dagunya kencang lalu mata Katya berpapasan dengan manik mata hitam itu.
Tubuhnya menegang. Ia bergetar.

Mata itu...

"Lo kok berubah jadi bisu sih? Nggak bisa ngomong ya? Apa nyalinya ciut?" Sebuah hentakkan melepaskan cengkraman itu dari dagu Katya, membuat Katya menoleh dengan cepat.

"Bisa nggak sih lo sehari aja nggak buat onar?" Suara dingin Saktya terdengar diantara kerumunan orang-orang yang sedang menonton pertengkaran seru itu. Katya menunduk dengan cepat. Ia merutuki Saktya berulang kali. Memang ia terlepas dari sentuhan-sentuhan mematikan cewek didepannya, tetapi perbuatan Saktya selanjutnya justru bikin suasana tambah riuh. Saktya menggenggam tangannya!

Spontan sorakan-sorakan murid disekitar mereka membuat nyali Katya makin menciut.

Sial pangkat lima ini namanya. Batin Katya

"Aw, hi babe! How are you sweety? Lo tau nggak sih gimana merananya gue disana tanpa lo. Nggak bisa liat lo tiap detik yang biasanya udah jadi sarapan gue tiap pagi." Tatapannya tertuju pada jemari Saktya dan Katya yang saling mengait satu sama lain.

"Lo tuh ya gue diemin malah ngelunjak." desisnya sambil menunjuk Katya.

"Jaga kelakuan lo, Aysca." Saktya menurunkan tangan cewek bernama Aysca tersebut secara cepat.

"Lo ngebela dia?" Tunjuknya dengan dagu. Saktya menatap tajam manik mata hitam itu. Lalu, ia berbalik, menerobos kerumunan di belakangnya beserta Katya yang hanya diam membisu mengikutinya.

☆☆☆☆☆

Saktya membawa Katya menuju taman belakang. Ia mendudukan Katya di bangku cokelat panjang.

"Lo kenapa sih diem aja?" Saktya merogoh saku belakangnya dan mengeluarkan sapu tangan abu-abu miliknya. Ia membersihkan rambut Katya dengan hati-hati.

"Katya?" Dengan cepat ia menepis tangan yang berada di puncak kepalanya itu.

"Sadar nggak sih, selama gue sama lo selalu aja ada masalah yang dateng ke gue? Kehadiran lo tuh masalah buat gue. Masalah yang selalu ingin gue hindarin." Saktya menatap Katya dalam diam.

"Harusnya lo sadar. Karna lo, karna lo gue jadi di bully. Karena lo gue jadi harus kayak gini." Dia menunjuk bekas siraman yang dilakukan Aysca.

"Gue minta maaf." Katya mendengus dan tertawa ketir.

"Apa dengan lo minta maaf semua bisa berubah gitu aja? Iya? Apa dengan minta maaf cewek itu nggak akan bully gue lagi?" Bahunya bergetar hebat. Katya menunduk, sesekali ia mengusap pipinya cepat.

Jangan nangis disini dong.. batin Katya

Saktya merangkul bahu itu cepat, membiarkan Katya menangis disana.

"Maaf. Maafin gue. Karena gue lo jadi kayak gini." Katya mendorong tubuh itu dengan sekuat tenaga.

"Jauhin gue! Gue nggak mau lo disini!" Saktya menatap Katya dengan gusar. Ia tak bergeming sedikit pun.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang