• Kotak Pandora Terbuka •

131 14 0
                                    

Hal yang pertama Katya dengar adalah suara panik Saktya disusul jeritan dari Kirana.

Katya menahan napasnya. Tercekat. Reka sudah berlari keluar kamar inap untuk memanggil dokter. Jemari Saktya memencet tombol darurat dengan tergesa-gesa. Katya berdiri mematung. Ia tidak tahu harus melakukan apa.

Baru kali ini ia melihat seseorang benar-benar dalam keadaan sekarat.

"DARLO!!" Suara melengking Saktya membuat Katya menoleh, mendapatinya telah jatuh terduduk dilantai. Detik berikutnya orang-orang berjas putih langsung mengerumuni bangkar tersebut.

"Dimohon untuk saudara sekalian keluar karena pasien akan segera diperiksa." Saktya tak bergeming. Ia masih diam membisu. Sementara Kirana telah ditarik keluar oleh Reka.

Katya bisa melihat punggung rapuh itu. Punggung yang selama ini dia sembunyikan. Dengan napas tersegal, ia berjalan tertatih dan mengangkat tubuh Saktya untuk berdiri.

"Kita keluar dari sini. Biarin dokter periksa Darlo." Bisik Katya sambil berusaha memapah Saktya untuk berdiri. Saktya masih diam hingga akhirnya ia bangkit saat tangan Katya menyentuh bahunya. Ia berjalan menjauhi kamar tersebut, entah pergi kemana.

Katya hanya menatap punggung itu hilang di balik pintu, sampai akhirnya ia menghela napasnya yang sedari tadi ia tahan.

☆☆☆☆☆

Katya membawa dua cangkir cokelat panas di tangannya. Satu untuknya. Dan satu untuk dia. Asap mengepul dari masing-masing cangkir ke Hari sudah menunjukkan pukul 8 malam. Bahkan sudah satu jam lebih dokter belum juga keluar dari kamar Darlo.

"Diminum." Katya menyodorkan cangkir kertas tersebut kearah Saktya. Saktya menerima cangkir kertas tersebut dengan tangan terulur. Ia hanya melirik Katya sekilas tanpa benar-benar menoleh.

"Gue kira lo bakal marah nggak mau maafin gue gara-gara aksi bully yang dilakuin Aysca." Suara serak Saktya bergema. Katya mengangkat bahunya pelan.

"Gue yang harusnya minta maaf. Gue terlalu childish dan penakut buat nanggepin hal kecil kayak itu." Saktya memaksakan tawanya lalu ia berdeham.

"Jangan pura-pura lo fine sama semua ini. Lo terlalu banyak menyembunyikan kebenaran hingga lo nggak sadar kalo lo udah berbohong terlalu banyak." Katya menautkan kedua alisnya.

"Gue nggak ngerti mak-"

"Nathan udah cerita." Pernyataan Saktya membuat hatinya mencelos.

Bagaimana bisa dengan mudahnya Nathan bercerita tentang masa lalunya pada orang asing?

"Gue nggak nger-"

"Mending lo pulang. Udah malem, besok kan juga harus sekolah." Potong Saktya cepat. Katya mengatupkan mulutnya kembali, mengurungkan niatnya untuk bertanya. Saktya bangkit lalu menarik tanga Katya pelan.

"Lo juga pulang. Lo kan juga sekolah besok." Ujar Katya pelan. Saktya masih diam. Ia mendengar suara Kirana disusul Gardi secara bergantian.

"Tante nggak perlu khawatir, Darlo nggak apa-apa."

"Mama pulang aja. Biar Saktya yang jaga disini." Kirana dan Reka menoleh, Gardi hanya menatap Saktya datar.

"Mending lo juga pulang. Kusut gitu mukanya. Istirahat sana. Darlo biar gue yang jagain" Sergah Gardi cepat. Saktya menggeleng.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang