• Obrolan Singkat •

112 13 0
                                    

Katya sudah siap dengan segala perlengkapan sekolahnya. Ia menatap sejenak dirinya di cermin sebelum turun kebawah untuk sarapan.

"Dek, dek, kamu kebiasaan deh. Masa ketiduran terus." Mendengar suara Nathan dari meja makan tak ayal membuat pipi Katya bersemu merah. Ia mengingat dengan jelas kejadian tadi malam saat ia tertidur dipundak Saktya.

"Yaudah sih kan aku kecapean kak. Wajar kalo misalkan ketiduran." Sergah Katya cepat.

"Tapi tetep aja malu-maluin. Kasian tuh Saktya yang disenderin kamu. Kan kamu berat." Katya menatap Nathan tajam.

"Kakak!" Serunya kencang.

"Sstt... masih pagi ini. Kamu juga Nathan, suka banget godain adikmu." Reka menengahi keduanya dengan membawakan dua piring berisi roti lapis untuk keduanya.

"Tau tuh, Ma. Marahin aja kakak." Katya menujurkan lidahnya yang kemudian dibalas tatapan tajam dari Nathan. pertengkaran kecil mereka pun masih berlanjut hingga bel pintu terdengar berbunyi. Reka yang melihat kebiasaan anak-anaknya tersebut hanya menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berjalan menuju pintu utama untuk membuka pintu.

"Oh Saktya toh. Masuk, Sak." Reka membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Saktya masuk. Saktya tersenyum ramah kepada Reka dan berjalan mengikuti Reka dari belakang dengan menjinjing satu kantung plastik di tangan kanannya.

"Sarapan, Sak!" Nathan menawarkan sementara Saktya menggeleng dan berkata bahwa ia sudah sarapan. Katya bangkit dan meraih tasnya. Ia pun pamit pada Nathan dan juga Reka lalu berjalan mengikuti Saktya dari belakang.

"Itu apa?" Tanya Katya sambil mengangkat kantung plastik yang dibawa Saktya.

"Oh, titipan mama." Saktya menyalakan motornya lalu seperti biasa Katya menaiki motor tersebut dengan berpegangan pada bahu Saktya. Motor Saktya pun akhirnya jalan membelah Kota Jakarta.

Selama diperjalanan Katya merasakan ada yang berbeda dari cowok didepannya saat ini. Ia jadi terlihat pendiam dan raut wajahnya terlihat lelah. Saktya mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Motor tersebut sesekali beradu dengan deru motor lainnya. Mereka tiba di rumah sakit beberapa menit kemudian. Saktya dan Katya turun lalu berjalan menyusuri koridor rumah sakit.

"Pagi, Ma." Kirana yang sedang mengupas apel langsung mendongak saat mendengar suara pintu terbuka. Ia tersenyum saat melihat seseorang berjalan dibelakang anaknya.

"Halo, Tante." Katya menyapa Kirana yang dibalas dengan pelukan.

"Ini titipannya, Ma." Saktya menaruh kantung plastik tersebut diatas meja. Lalu ia menatap bangkar yang ditempati kakaknya tersebut dalam diam. Darlo sedang tertidur lelap dengan tenang.

"Kakakmu akhir-akhir ini suka sakit kepala. Dan kadang suka teriak kalo udah nggak tahan sama sakitnya." Kirana menepuk pundak Saktya pelan. Saktya yang masih menatapi bangkar tersebut tak menanggapi ucapan Kirana. Pikirannya masih berkecamuk seputar Darlo yang menanyakan Latya semalam.

"Yaudah kalian berangkat sekolah sana nanti telat." Saktya yang masih diam tak bergeming pun akhirnya menoleh saat lengannya disentuh oleh Katya. Mereka berdua pamit lalu keluar dari rumah sakit tersebut dan berangkat menuju sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah Saktya terlihat diam. Sesekali Katya melirik dari kaca spion dan bertanya-tanya raut wajah Saktya yang berada dibalik helm. Motor Saktya memasuki halaman sekolah dan berhenti di pelataran parkir.

"Duluan aja ke kelas. Gue mau ke ruang osis dulu ada urusan." Saktya berjalan menuju koridor utama dan menghilang diantara kerumunan siswa-siswi Bina Bangsa. Katya menghembuskan napasnya pelan lalu berjalan dengan lesu menuju kelasnya. Terkadang, sikap Saktya bisa menjadi misteri bagi Katya.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang