• Satu Hari Tanpamu •

94 14 7
                                    

Katya melirik Darlo takut-takut. Ia berusaha kembali menormalkan detak jantungnya. Seulas senyum ia paksakan. "Ya. Siapa sih yang nggak suka adik kamu itu?"

Darlo tersenyum. Ia masih fokus ke jalanan dan sesekali melihat Katya. "Iya ya. Kayaknya adek aku yang satu itu udah berubah jadi remaja yang memikat semua orang."

Katya menghembuskan napasnya pelan-pelan. Dia pikir, Darlo akan bertanya yang aneh-aneh.

"Tapi, At, kamu beneran nggak suka sama Saktya? Ya maksudku suka dalam artian yang lain lho ya."

Detak jantung yang sudah kembali normal kini kembali berpacu dengan kencang saat mendengar pertanyaan tersebut.

Demi Tuhan, bisa nggak sih bersikap biasa aja saat mendengar nama Saktya?! Runtuk Katya dalam hati.

"Ya nggaklah. Dia udah aku anggap kayak sodara aku sendiri." Jawab Katya berusaha menutupi kegugupannya.

"Syukur deh. Aku pikir kamu ikutan jadi fans Saktya dadakan."

Mobil yang Darlo kemudikan melaju menuju kawasan Bogor, membuat Katya yang menyadarinya mengerutkan keningnya bingung.

"Kita mau kemana?" Tanya Katya saat melihat mobil memasuki kawasan taman asri di daerah Bogor.

"Refreshing. Pasti kamu jenuh kan sama sekolah kamu seharian ini." Sahut Darlo saat ia sedang mencari tempat parkir yang kosong.

Katya menyandarkan tubuhnya pada jok mobil. Ia menyetujui ajakan Darlo sebagai jawaban yang pas untuk keadaannya saat ini.

Bukan jenuh terhadap sekolah, tetapi jenuh karena sampai saat ini hati dan pikirannya selalu tertuju kepada Saktya.

Darlo memarkirkan mobilnya diatas sebuah bukit yang menanjak. Ia pun keluar lalu membukakan pintu penumpang untuk Katya. "Akhirnya sampai."

Hal pertama yang Katya rasakan adalah udara segar. Ia menghirupnya banyak-banyak dan merasa lega saat udara tersebut memasuki paru-parunya.

"Ini tempat aku kalo lagi mumet. Tempat aku bisa lampiasin semua keluh kesahku." Ujar Darlo sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Katya menoleh dengan cepat.

"Jadi kamu kalo lagi galau disini?" Tanya Katya sembari mengedarkan pandangannya kedepan. Pemandangan Kota Bogor terbentang seperti hamparan bukit dari sini. Rumah-rumah kecil penduduk terlihat seperti undak-undakan batu kecil. Apalagi motor dan mobil yang melintas terlihat seperti semut.

"Disini. Disini semua kisah itu dimulai." Darlo mengajak Katya untuk duduk dibawah pohon Akasia yang berdiri kokoh di ujung bukit.

"Saat kamu pindah dulu, kita semua menderita tanpa sepengetahuan kamu." Katya mendengarkan Darlo dengan seksama sembari tangannya membelai lembut rumput yang basah akibat hujan.

"Waktu kamu pindah, semua mendadak terasa begitu sepi. Semua mendadak berubah dan tak sama lagi."

"Mama dan Papa lebih sering berantem. Terlebih lagi Saktya. Saktya jadi kayak orang asing di rumah."

Mendengar kembali nama Saktya tersebut membuat detak jantung Katya kembali berpacu cepat.

"Semenjak kamu pergi, Saktya jadi orang yang berubah 180°. Dia jadi lebih rajin, pulang selalu telat dan jarang keluar kamar. Dia selalu menyibukkan dirinya dengan berbagai hal. Ya bagus sih, karena selama ini kan dia sering bolos. Tapi, karena sifat pendiamnya itu aku jadi takut." Darlo menghembuskan napasnya dengan berat.

"Takut kenapa?" Tanya Katya pelan. Darlo menatap pemukiman penduduk dengan senyum kecil.

"Aku nggak mau. Setelah aku kehilangan kamu, aku juga harus kehilangan Saktya." Darlo memeluk kedua lututnya.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang