• Pulang •

79 13 10
                                    

Saktya menatap gumpalan awan itu dengan tak berselera. Sesekali ia menatap Darlo yang tengah sibuk membaca New York Times dengan serius. Saktya mendesah. Sejujurnya, ia tak punya persiapan khusus untuk kepulangannya hari ini. Bahkan ide itu tiba-tiba saja terlintas dibenaknya tanpa bisa ia cegah.

Lalu, apa yang mau kamu lakukan? Tetap bersama Zabrina atau kembali memperjuangkan apa yang memang seharusnya kamu perjuangkan?

Mendadak Saktya teringat obrolannya bersama Nadine tadi pagi. Nadine benar. Apa yang harus Saktya pilih?

"Lo nggak lagi menyesali keputusan yang lo ambil kan, Sak?" Saktya menoleh, mendapati Darlo dengan kening berkerut. Saktya mendengus pelan.

"Nggak lah. Gue juga kangen sama Mama lagian." Darlo manggut-manggut seraya kembali membaca majalah di tangannya.

"Nggak kangen sama dia?" Gumam Darlo yang pandangannya tak lepas dari majalah. Saktya mendesah pelan.

"Udah dong, Bang. Jangan ungkit-ungkit itu lagi." Darlo mengangkat kedua bahunya tak acuh.

"To be honest, gue nggak suka sama Zabrina itu. Kayak nggak cocok aja sama lo."

Pernyataan Darlo membuat Saktya mengangkat satu alisnya bingung.

"Kenapa?" Tanya Saktya penasaran. Darlo menatap Saktya sejenak sebelum kembali fokus dengan majalahnya.

"Lo kayak jadiin Zabrina pelampiasan. I know deep in your heart lo masih cinta sama Katya."

"Ngaco. Gue cinta kok sama Zabrina. Dan gue serius sama dia, nggak main-main." Elak Saktya cepat.

Darlo tertawa kecil seraya menaruh majalah di atas pangkuannya. "Well, lo menambahkan kata kok dalam kalimat lo. Itu berarti lo nggak bener-bener cinta sama dia."

Saktya ingin membantah ucapan Darlo namun mendadak otaknya terasa kosong. Ia tak menemukan kalimat yang pas untuk membalas omongan Darlo. Ia pun menatap keluar jendela dengan pandangan menerawang. Dan pada akhirnya ia meragukan keputusannya untuk pulang sekarang berdampak baik atau tidak untuknya.

☆☆☆☆☆

"Sayang, laper." Katya yang sedang memilih buku pun menoleh, mendapati Karel tengah menatapnya dengan wajah memelas sembari memegangi perutnya. Katya kembali memilih buku dan menghiraukan Karel.

"Sebentar ya? Satu buku lagi." Ujar Katya sembari jarinya kembali meneliti satu persatu judul buku.

"Kita udah disini selama dua jam lho, Yang." Karel kembali mendesah.

"Got it! Ayo kita makan!" Katya mengacungkan sebuah buku tebal bersampul biru tua dan membawanya kepada Karel. Karel bernapas lega seraya mengamit lengan Katya dan menariknya menuju kasir.

Selama setahun menjalin hubungan dengan Karel, Katya tahu Karel itu termasuk tipikal keras kepala. Katya selalu luluh jika Karel sudah merajuk. Entahlah, Karel selalu punya cara tersendiri untuk membujuk Katya.

"Nanti ada jadwal kuliah lagi?" Katya menggeleng pelan seraya menyantap gado-gado miliknya. Harusnya jam tiga nanti ia ada jadwal mata kuliah tetapi mendadak dosennya sakit dan jadwal kuliahnya diganti minggu depan.

"Kalo begitu abis ini jangan pulang dulu ya?" Katya menoleh lalu mengerutkan dahinya bingung.

"Kita mau kemana?" Tanya Katya penasaran.

"Rahasia. Pokoknya kamu bakal suka!" Seru Karel semangat.

"Jadi penasaran." Karel bertepuk tangan dengan heboh.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang