• Perpisahan •

129 13 4
                                    

Saktya memegang map itu dengan erat, memikirkan keputusannya secara baik-baik.

Ambil. Nggak. Ambil. Nggak.

"Udah ketemu sama kepseknya?"

Saktya terlonjak kaget dan langsung berbalik badan, mendapati Katya tengah berdiri di belakangnya dengan senyum kecil.

"Itu... apa?" Katya menunjuk map yang dipegang Saktya dengan wajah penasaran. Saktya langsung menyembunyikannya dibalik punggung dan menarik lengan Katya untuk masuk ke kelas.

"Bukan apa-apa. Udah ayo masuk kelas nanti telat." Katya berusaha menyeimbangkan langkah Saktya yang lebar, membuat ia terkadang harus berlari kecil untuk sejajar dengan Saktya.

"Bisa nggak sih jalannya pelan-pelan aja?" Gerutu Katya pelan. Saktya tidak menjawab pertanyaan Katya. Ia terus melanjutkan langkahnya, membuat Katya sedikit kesal dan menarik ujung seragam Saktya.

"Bel masuk masih lima belas menit lagi, Saktya. Dan kelas kita juga nggak bakal kemana-mana. Lo kenapa jadi aneh gini sih?" Sungut Katya. Katya menatap Saktya bingung lalu bersedekap didepan Saktya.

"Ini pasti ada hubungannya sama Kepsek kan? Emang tadi kalian ngomongin apa aja?" Tanya Katya curiga. Saktya menghela napasnya pelan. Lalu menggelengkan kepalanya.

"Nggak ada apa-apa. Udah ayo ke kelas." Saktya menarik lengan Katya dengan cepat. Meski enggan dan ingin kembali bertanya, Katya akhirnya mengikuti keinginan Saktya.

Sepanjang jam pelajaran berlangsung, ujung mata Katya selalu mengekori gerak-gerik Saktya. Bahkan terkadang Katya mendapati Saktya sedang melamun entah memikirkan apa. Lalu ia akan kembali normal dan mencatat saat mendengar suara Bu Ros kembali bergema diruangan tersebut.

"Perhatian. Atas nama Dery Ranggadi dan Saktya Geraldi harap menuju ruang tata usaha saat jam istirahat untuk mengambil form dan melengkapi berkas-berkas beasiswa."

Panggilan dari loudspeaker tersebut sukses membuat mata Katya membulat dengan sempurna.

Beasiswa?

Katya menoleh dengan cepat kearah cowok yang sedang duduk bersamanya saat ini. Yang ditatap hanya diam dan kembali fokus melihat papan tulis. Saktya tidak membicarakan apapun tentang beasiswa itu kepada Katya.

"Jadi, yang diomongin kepsek ke lo itu tentang ini? Beasiswa?" Tanya Katya sembari menyikut lengan Saktya pelan. Saktya tetap tak bergeming. Matanya masih fokus ke depan.

"Saktya, gue nanya ih." Katya menyikut lengan Saktya lebih keras, berharap Saktya terganggu sedikit oleh tingkahnya.

"Sak, serius lo-"

"Sepertinya ada yang berniat menggantikan Ibu mengajar dikelas." Sebuah suara menginterupsi pertanyaannya. Katya menoleh, mendapati Bu Ros telah berdiri disamping mejanya dengan bersedekap.

"Harusnya kamu kayak Saktya. Dia tetap rajin meski sudah diganggu kamu. Nggak kayak kamu yang cuma bisa bikin onar saja." Seisi kelas menahan tawanya saat melihat Katya salah tingkah dimarahi Bu Ros.

Demi apapun, dia penasaran sekali dengan gunung es disampingnya ini!

Bel istirahat berbunyi, membuat seluruh siswa bubar dari kelas menuju ke kantin. Hanya tinggal Katya, Saktya dan segelintir orang yang masih bertahan di kelas ini.

"Lo seriusan mau ambil beasiswa itu?" Tanya Katya takut-takut. Sudah berkali-kali ia lontarkan pertanyaan itu, berkali-kali juga ia tak mendapatkan jawabannya.

"Sak-"

"Ayo, Sak." Tiba-tiba saja Dery dan Keyla sudah berdiri disamping meja mereka berdua. Saktya bangkit, enggan untuk menjawab pertanyaan yang membuatnya jengah itu. Sosok tegap Saktya menggilang bersama Dery di belokan koridor utama.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang