• Cemburu •

119 13 12
                                    

"Kamu kenapa berdiri diluar?" Saktya menoleh, mendapati Kirana menatapnya dengan kening berkerut. Sebelah tangannya menjinjing kantung belanjaan sementara tangan lainnya memegang ponsel. Kirana memasukkan ponselnya ke tas tangan miliknya dan kembali menatap Saktya lembut.

"Nggak masuk?" Tanya Kirana lembut. Ia mengusap pundak Saktya pelan. Saktya tersenyum dan menggeleng.

"Abang lagi ngobrol sama Katya. Saktya nggak mau ganggu." Kirana mengintip dari celah pintu lalu menatap ke dalam ruangan tersebut dengan kening berkerut.

"Darlo?" Saktya hanya tersenyum lalu mengangguk. Ia meraih kantung plastik yang dibawa Kirana. Kirana mengulum senyum. Didorongnya pintu kamar inap tersebut pelan-pelan.

"Darlo?" Darlo mendongak lalu ia menguraikan lengannya yang memeluk Katya. Katya yang mendengar suara Kirana pun menoleh lalu tersenyum kikuk. Matanya beralih pada mata cokelat muda yang berdiri dibelakang Kirana. Sorot matanya terlihat marah, kecewa dan.... sedih?

"Eh, tante. Baru dateng?" Tanyanya kikuk. Katya berbalik lalu memeluk Kirana sekilas. Kirana tersenyum lalu matanya beralih menatap Darlo.

"Kamu udah bangun?" Tanya Kirana lembut. Ia mengusap kepala Darlo lembut sementara Darlo menatap Katya dengan bingung.

"Kenapa kamu manggil mama dengan sebutan tante? Biasanya juga mama bukan tante." Kirana menatap bingung Darlo.

"Lho bukannya Katya emang manggil mama dengan sebutan tante?"

"Katya? Dia Latya, Ma. Bukan Katya." Darlo mengerutkan dahinya. Kirana menatap Saktya dan Katya dengan bingung.

"Tapi dia bu-"

"Ma, biarin aja dulu abang nggak usah dikasih tau. Jangan dipaksain nanti bisa pengaruh sama memorinya." Saktya memotong ucapan Kirana seraya merangkul pundak Kirana lembut.

"Tapi dia kan bukan-"

"Saktya ngerti. Tapi semua ini butuh proses kan?" Kirana menghela napas panjang lalu menatap Darlo dengan cemas. Amnesia adalah satu-satunya hal yang ia ingin lepaskan dari Darlo.

☆☆☆☆☆

Darlo sudah tertidur dengan lelap sejak sejam yang lalu. Tangannya yang memeluk lengan Katya tak terlihat menganggu tidurnya. Begitu pun Katya yang tertidur disamping ranjang Darlo dengan lengan satunya sebagai alas bantal. Saktya yang melihat hal tersebut dari sofa hanya bisa menghela napas pelan.

"Sak, kamu bawa Katya pulang gih. Ini udah malem, besok kan kalian sekolah." Kirana menepuk pundaknya pelan. Saktya mengangguk lalu bangit untuk membangunkan Katya.

"Kat, bangun. Ayo pulang udah malem." Bisik Saktya sembari menepuk-nepuk pipi Katya lembut. Katya mengerjap lalu matanya melihat sosok Saktya yang berdiri menjulang disampingnya.

"Hm? Jam berapa?" Tanya Katya. Ia berusaha melepas tangan yang di peluk Darlo dengan hati-hati. Saat tangannya sudah terlepas, ia bangkit.

"Jam delapan." Sahut Saktya pelan. Mereka berdua pamit pada Kirana lalu berjalan bersisian di lorong rumah sakit yang sepi. Jam besuk sudah habis sejak tiga jam yang lalu.

Sepanjang perjalanan menuju pelataran parkir, Katya sesekali melirik Saktya yang diam. Kadang, ia sengaja berjalan lebih pelan dan menatap punggung Saktya yang berjalan didepannya.

Kadang, yang terlihat tegar adalah yang paling rapuh hidupnya.

Saktya berhenti didepan motornya. Ia melepaskan jaket yang ia gunakan lalu menyondorkannya kepada Katya. "Besok-besok pake jaket ini aja kalo bareng gue. Udah tau naik motor kenapa pake cardigan doang."

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang