Aku memandang gadis itu dalam diam.
Kondisinya terlihat kacau.
Lingkaran di bawah matanya kian menebal.
Mata itu merah.
Memancarkan sorot kebencian yang nyata.
Bibir bawahnya sesekali ia gigit.
Isakkannya semakin jelas terdengar.
Tangannya mencoret-coret sebuah kertas dengan cepat menggunakan spidol.
Menciptakan gambar yang bahkan ia sendiri tidak tahu itu bentuk apa.Ia marah.
Ia menggigit bibir bawahnya semakin kencang.
Menimbulkan bercak darah yang mengalir di bibirnya.
Dengan cepat ia merobek kertas itu,
Menciptakan sobekan-sobekan kecil yang berhamburan.
Lalu ia menjerit.
Suaranya terdengar pilu diantara gemuruh petir yang datang malam itu.
Ia menjambak rambutnya kencang, frustasi.Aku terperajat.
Mataku membelakak.
Lalu aku melihat ia mengangkat wajahnya.
Aku menatapnya dengan bibir kelu.
Dia balik menatapku dengan sorot sedih.
Sebisa mungkin aku menyapanya.
Aku mengangkat tangan. Mengayunkannya.
Ajaib.
Ia mengikuti gerakanku dengan melambaikan tangannya gontai.
Mata itu, mata tajam itu melihatku.
Aku bergidik ngeri.Ia tersenyum sendu.
Wajahku pias.
Tangannya meraih sebuah vas yang tergeletak di sampingnya.
Dengan sekali hentakan, ia melemparnya.
Membuat bayangan dirinya hancur lebur.Bersamaan dengan itu, suara pecahan kaca terdengar di ruangan yang aku tempati.
Pecahan kaca itu berhamburan di lantai.Aku terhenyak. Wajahku semakin pias.
Ketakutan yang menghantuiku semakin nyata.
Aku meringkuk di pojok ruangan,
menangis sekencang-kencangnya.Itu aku. Itu bayanganku sendiri.
☆☆☆☆☆
Nathan berlari menaiki tangga secepat mungkin saat mendengar suara teriakan dari lantai atas. Ia memutar kenop pintu kamar Katya. Terkunci. Ia mengetuk pintu itu beberapa kali.
"Katya!? Kamu ngapain di dalem!?" Tidak ada sahutan. Nathan panik. Lalu ia mendobrak pintu tersebut.
Matanya nyalang melihat kamar Katya yang berantakan. Wajahnya pias. Ia melihat pecahan kaca berserakan di lantai. Matanya dengan cepat mencari-cari sosok Katya. Lalu, tubuhnya menegang saat ia melihat Katya sedang meringkuk di pojok ruangan.
Ia berjalan berhati-hati. Sesekali, ia singkirkan pecahan kaca itu agar tidak melukai kakinya. Saat dirinya tinggal selangkah lagi, Katya menghambur ke arah Nathan.
"Kak.. Aku takut..." cicitnya pelan. Suaranya nyaris tidak terdengar. Nathan membawanya menuju tempat tidur Katya. Ia memeluk Katya erat.
"Kamu kenapa, dek?" Katya semakin menenggelamkan wajahnya di dada Nathan. Tubuhnya bergetar hebat.
"Sstt ada kakak. Kakak nggak akan tinggalin kamu sendirian." Nathan mengusap bahu Katya pelan. Ia memejamkan matanya. Lalu ia menarik napas pelan-pelan.
Hal yang paling di takutinya terjadi kembali.
☆☆☆☆☆
Saktya memainkan kunci motor miliknya saat ia berpapasan dengan Nathan. Wajahnya terlihat kusut.
"Kak, lo kenapa?" Nathan yang sedang menatap jalan kemudian mendongak, ia terlihat kalut.