• Dia dan Sebuah Angan •

94 10 2
                                    

Zabrina menatap layar laptopnya dengan termangu. Sementara jari jemarinya mencoret-coret kertas di depannya.

Aneh. Ini udah tiga hari dan Saktya belum mengabarinya sama sekali. Batin Zabrina gelisah. Ia menatap layar laptopnya sekali lagi. Bahkan pesan terakhirnya tak dibaca oleh Saktya.

"Serius amat, Na. Galauin pacar ya?" Zabrina menoleh, mendapati Troy bersandar pada kusen pintu kamarnya.
"Kak Troy kapan sampe?" Zabrina menutup akun Skype miliknya dan menutup laptop. Ia memutar kursi dan hingga sekarang berhadapan dengan Troy sepupunya.

"Barusan. Cuma mau cek keadaan lo sama Raka. Apa kabar?" Troy berjalan masuk ke kamar bergaya cozy tersebut dan langsung berbaring di atas ranjang milik Zabrina.

"Baik. Aku sama Raka baik. Kakak ada apa kesini? Pasti nggak cuma mau nengokin doang kan?" Tanya Zabrina memajukan kursi belajarnya. Troy bangkit dan duduk bersila. Ia tersenyum seraya memiringkan kepalanya.

"Jadi kapan lo mau magang di Handoyo Group?" Zabrina menghembuskan napasnya lelah. Bisnis adalah hal terakhir yang ingin ia dengar.

"Aku nggak bisa, Kak. Aku nggak bisa nerusin bisnis itu sendirian. Itu bukan bidang aku." Desah Zabrina pelan.

"Ada gue. Ada bokap. Lo nggak bakal sendirian nerusin perusahaan itu." Troy menatap Zabrina lembut.

"Iya sih, tapi—"

Suara dering ponsel menghentikan omongan Zabrina. Ia menoleh, mendapati video call dengan nama Saktya tertera pada layar ponselnya. Zabrina terdiam sejenak sebelum suara Troy mengusiknya.

"Angkat aja. Siapa tau penting. Lagian daritadi lo nungguin telepon dari dia kan?" Zabrina membalikkan kursinya dan bangkit. Ia berjalan menuju balkon flat miliknya.

"Hai. Maaf ya tadi aku nggak angkat sambungan dari kamu. Dan maaf juga baru ngabarin kamu sekarang." Saktya menyapa dengan latar belakang pintu balkonnya. Sementara dilehernya tersampir handuk bekas mengeringkan rambutnya.

"No problem. Abis mandi?" Tanya Zabrina memiringkan kepalanya. Terkadang mendengarkan cerita Saktya tentang Jakarta membuatnya sesekali merindukan kampung halamannya itu.

"Iya. Tadi abis jalan sendirian ke Bandung." Saktya tersenyum kecil seraya menyugarkan rambutnya.

"Kok sendirian? Kenapa nggak sama temen?" Tanya Zabrina kembali.

"Dery masih sibuk sama keluarganya. Sementara temen-temenku yang lain udah pada sibuk sama kuliahnya masing-masing." Zabrina hanya manggut-manggut. Saktya menghentikan aktivitas mengeringkan rambutnya.

"Kamu lagi di balkon?" Tanya Saktya dengan kening berkerut. Zabrina menatap sekelilingnya sejenak sebelum mengangguk.

"Masuk gih. Udara malam nggak baik." Ujar Saktya lembut. Zabrina tertegun dengan sikap Saktya.

Ini hanya perasaannya saja apa memang sikap Saktya sedang terlihat.... manis?

"Eh? Iya." Saat Zabrina hendak berbalik untuk masuk ke dalam, seseorang menepuk pundaknya.

"Gue balik dulu. Besok lagi gue kesini. Pikir-pikir lagi omongan gue. Eh? Saktya ya?" Troy melambaikan tangan sementara Saktya tersenyum sopan.

"See you later!" Troy berjalan keluar kamar Zabrina dan menutup pintu itu secara perlahan.

"Siapa?" Tanya Saktya dengan wajah penasaran.

"Oh itu. Dia Kak Troy, sepupu aku." Saktya hanya mengangguk seraya tersenyum kecil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang