3 minggu.
Sudah tiga minggu Katya menghindar darinya. Saktya terus menatap punggung itu setiap harinya. Bahkan Katya sendiri yang memilih pindah dan duduk dibarisan ketiga sebelah kanan Saktya, berada di dekat jendela. Yang itu berarti terpisah tiga bangku dari bangku yang Saktya duduki.
Saktya hanya memandang Katya dari jauh. Tanpa ingin mencoba untuk mendekatinya.
Apa mungkin traumanya kembali lagi?
"Bengong aja." sebuah pundak merangkulnya pelan, membuat Saktya menoleh. Dery mengulum senyum dan menatap Saktya dengan kedua alis diangkat.
"Jadi? Nggak mau deketin lagi nih?" Saktya menghembuskan napasnya pelan dan menunduk.
"Gue rasa traumanya balik deh." Dery mengerutkan keningnya dan tertawa pelan.
"Kenapa sih lo selalu ngerasa Katya nyamain lo sama dia?" Saktya mengangkat bahunya dan membuat dia kembali menghembuskan napasnya berat.
"Feeling aja." Dery menepuk pundaknya pelan. Lalu ia bangkit dan mengambil bola basket di pinggir lapangam
"Percuma feeling kalo lo nggak buktiin langsung." Dery memantulkan bola basket miliknya lalu melakukan shoot dari luar area three point dan masuk.
"Cara buktiinnya gimana?" Tanya Saktya membuat Dery menghentikan aktivitasnya.
"Mulai semuanya dari awal."
"Maksudnya?"
"Ah lo mah! Kalo mikirin acara aja otak jalan giliran soal beginian aja otaknya dongkol" Saktya menatap Dery tajam.
"Gue minta saran, bukan di caci maki, Dery Ranggadi." desis Saktya dengan wajah cemberut, membuat Dery tertawa terbahak-bahak.
"Muka lo. Anjir. Harusnya gue fotoin." Dery masih tertawa sambil memegangi perutnya yang sakit.
"Muka gue kenapa?" Dery mengatur napasnya di sisa tawanya yang masih terdengar jelas ditelinga Saktya.
"Nelangsa banget. Kaya abis ketauan nyontek di pelajarannya Bu Pri." Sontak wajah Saktya memerah dan ia melempar sepatu miliknya ke arah Dery.
"Sialan lo."
"Jadi maksud lo gimana?" Tanya Saktya pelan. Membuat Dery tersenyum kepadanya.
"Mulai dari awal."
Saktya memandang ragu Dery dan tertegun.
Apa mungkin dia bisa nerima gue lagi?
☆☆☆☆☆
Katya memandangi siluet itu dari seberang koridor. Ia mengaduk jus jeruk miliknya dengan pelan.
"Ini udah tiga minggu lho, Kat. Mau sampe kapan?" Keyla menatap sahabatnya itu dengan pandangan cemas. Ia sesekali melirik Saktya dan Katya secara bergantian.
"Kan udah gue bilang, gue nggak suka sama orang yang suka masang topeng di wajahnya." Ia menyeruput jus miliknya dengan pelan, sambil sesekali memainkan sedotan didalam gelasnya.
"Tapi lo nggak bisa marah-marah nggak jelas kayak gini. Dia kan nggak salah apa-apa."
"Marah-marah nggak jelas gimana? Dan siapa bilang dia nggak salah?" Tukas Katya cepat sambil menatap Keyla tajam.
"Dia salah. Salah fatal." Raut wajahnya mendingin seiring ia meminum jusnya pelan.
Dia salah. Kenapa coba sikap dia harus ngingetin gue sama cewek sialan itu? Perlakukan dia itu berimbas sama reputasi gue disini! Dan begonya gue ternyata nama kita bertiga sama hanya beda dihuruf awal doang.