• Patahan Pertama •

116 14 9
                                    

Bandara Soekarno Hatta terlihat ramai pagi itu. Saktya duduk di ruang tunggu dengan menggenggam secangkir kertas kopi. Kirana tengah bercengkrama dengan Reka. Sementara Darlo mengobrol ringan dengan Katya.

Saktya menghembuskan napasnya pelan.

Semenjak kejadian malam itu di Bandung, baik Katya maupun Saktya tidak ada yang saling berbicara. Sesekali mereka akan terlibat percakapan jika Darlo yang memulainya. Entahlah, bayangan rasa bersalah mulai menghantui perasaan Saktya. Ia seperti seorang penjahat.

"Halo, gunung es." Saktya menoleh dari langit senja, memandang Katya yang sedang tersenyum kecil kepadanya. Katya ikut duduk bersila diatas rumput yang basah akibat hujan.

"Gue bakal kangen momen-momen kayak gini." Gumam Katya sembari menatap gurat-gurat senja di langit. Tangannya bermain-main diudara.

"Sak?"

"Hm?"

"Gue pernah bilang kan kalo gue bakal nunggu lo terus? Gue bakal pegang omongan gue. Apapun itu resikonya, gue tetep bakal nunggu lo." Saktya memainkan rumput yang basah, mencabutinya dengan pelan.

"Lo nggak harus lakuin ini, Katya. Lo nggak bisa nunggu gue selamanya." Tangan Katya berhenti bergerak. Katya menatap Saktya dengan bingung.

"Lupain gue dan coba buat nerima Darlo gue tanpa ada unsur paksaan dari gue." Katya mengerutkan dahinya, ekspresinya sulit di tebak.

"Lo nyuruh gue buat lupain lo?" Ada rasa tak percaya yang keluar dari bibir Katya. Saktya mengangguk pelan.

"Bercanda. Lo bilang waktu itu gue terlalu ber-"

"Gue nggak pernah bilang kalo lo terlalu berharga buat gue." Potong Saktya cepat. Saktya menghembuskan napasnya berat.

"Dan gue juga nggak pernah bilang kalo gue suka sama lo."

Bibir Katya terkatup rapat-rapat. Katya menatap Saktya dengan tajam.

"Lo nolak gue, Sak?"

Tes!

Satu air mata mengalir dari pelupuk mata Katya, disusul dengan kawanan lainnya.

"Maaf. Maaf kalo selama ini lo salah mengartikan sikap gue." Saktya bangkit dari atas rumput. Ia menatap Katya lekat-lekat.

"Gue harap lo bahagia dengan Darlo."

Panggilan untuk penumpang tujuan Heathrow International Airport membuyarkan lamunan Saktya. Saktya mendesah lalu ia menyeret kopernya dan berjalan mendekati Kirana.

"Ma, pesawatku sebentar lagi take off." Sahut Saktya yang langsung menghentikan obrolan Kirana dan Reka. Kirana tersenyum lalu merengkuh anak bungsunya itu dengan lembut.

"Jaga diri disana. Jaga kesehatan. Jangan makan sembarangan. Jangan-"

"Mama udah kasih wejangan itu lebih dari seribu kali selama seminggu terakhir." Sergah Saktya cepat membuat Kirana tertawa kecil.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang