Flanel's Miracle

56.5K 3.3K 71
                                    

Revan's POV

Arrgh!

Apakah ia marah padaku? Tapi aku bahkan tak memberitahunya kalau sikapnya menggangguku. Lalu darimana ia tau?

Sungguh, ini aneh.

Belum seminggu aku mengenalnya, tapi ketika ia tak mempedulikanku, mengapa rasanya begitu aneh? Bahkan selama aku mengenalnyapun, aku jarang berbicara dengannya. Mungkinkah ini efek dari pelukan yang ia berikan untukku dulu? Ataukah ini suatu bentuk kehilangan, karena dia dengan tiba-tiba mengabaikanku?

Aku menghela nafasku. Kuambil ponsel di dalam saku celanaku untuk menghubungi Aira. Hanya dia yang bisa membantuku karena kuyakin seribu persen bahwa ia yang memberitahukan tentang ketidaknyamananku pada Nina.

"Halo?"

"Ra, ini gue, Revan."

"Gue tauuu! Lo kira kita temenan baru sehari apa sampe gue gak simpen nomor lo? Kenapa?"

"Ng... Langsung aja ya, gue ngerasa ada yang aneh sama Nina. Apa lo kasih tau ke Nina soal--eng... soal yang tadi gue bilang ke lo?"

"Kalo iya kenapa, kalo nggak kenapa? Hahaha lo lucu deh!"

"Ra, please, jawab aja. Gue gak ada waktu berdebat!"

"Emang gue kelihatan ngajak lo debat? Nggak sama sekali! Sekarang gue tanya, kenapa lo ngerasa aneh sama sikap Nina?"

"Ya dia berubah gitu. Biasanya cerewet dan selalu nyanyi lagu band-band western favoritnya sampai kuping gue berbusa! Kok sekarang diem aja, dan dia tau kalo gue ngatain dia freak and creepy. Pasti lo yang kasih tau?"

"Hmm. Honestly, yes i am. Gue yang kasih tau. Tapi maksud gue baik. Ya supaya Nina bisa lebih jaga sikap ke lo, karena lo tipikal orang yang gak mudah asik sama orang. Gue suruh Nina untuk sedikit stay cool ke lo. Tapi gue pikir, dia beneran marah ke lo deh.."

"Lo ngapain sih pake cerita!"

"Ya lo ngapain juga pake ngatain sahabat gue!"

"Jadi sekarang gue harus gimana? Gak enak juga kali, di villa berdua, hujan deres, gak ada temen ngobrol. Dan besok waktu survey lokasi dan meeting pasti semua bakal hambar. Ck."

"Hhh.. Gimana ya? Nina kalo udah marah rada susah sih ngebujuknya. Tapi lo harus coba deh--"

"Apa?"

"Ck. Gue bahkan belom ngomong, udah lo serobot duluan! Emm jadi gini, kemarin kan gue tipu dia. Gue bilang bokap gue dapet tiket holiday ke Bali gratis dari kantor. Dan gue bilang, itu buat gue sama geng gue. Geng gue yang lain juga pada bilang gitu, pada sepakat ngejebak Nina. Padahal aslinya, gue bohong. Aslinya ya dia harus ke Bali, tapi bukan vacation sama kita, melainkan jadi asisten lo."

Mataku membulat. "Jadi, Nina sama sekali gak tau kalo dia bakal gantiin lo jadi asisten gue?"

"Dia nggak tau. Sorry ya.."

"Kenapa sih lo pada semangat banget suruh Nina jadi asisten gue?"

"This is a classic reason. Gue sama sahabat-sahabat gue ngerasa kalo lo sama Nina itu cocok banget. Nyokap lo juga kemarin bilang gitu, katanya beliau seneng banget liat lo deket sama cewe se-sopan Nina.

"Dan... Gue rasa lo butuh pengganti Tamara, kan? Errr--maksud gue, Nina kan sesuai dengan kriteria nyokap lo. Dan Nina juga mukanya lumayan mirip sama lo. Itu bisa aja kalian jodoh kan?"

"Beh, alasan tertolol! Muka mirip artinya jodoh? Lo mirip sama Ujang mantan supir gue, lo mau jodoh sama dia?"

"Njir, amit-amit! Ya gitu deh, pokoknya sorryyyy!

(Un)perfect Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang