Dia berulah (lagi)

56.9K 3.1K 51
                                    

HAIII AKU ABIS SELESAI KURSUS DI KAMPUNG INGGRIS! Baru sampai tadi pagi, dan aku langsung kerjain hutang cerita ini!

So... check it out!

*

Nina's POV.

Di rumah yang baru, aku membiasakan aktifitas baruku juga. Tiap pagi, aku selalu bangun satu jam lebih awal dari Revan untuk sekedar membersihkan rumah, menyiapkan air hangat, dan tak lupa menyiapkan sarapan untuk kami berdua. 

Seperti saat ini--ya, meski aku gak jago-jago banget masak, tapi seenggaknya, aku masih mampu kok bikin sarapan sederhana nan mengenyangkan ini!

Roti panggang selai kacang dan teh hangat!

"Udah? Gitu doang masaknya?"

Glek.

Aku menelan ludahku. 

Bahkan dari sini aku bisa merasakan wangi sabun Revan di belakangku. Pasti dia sangat seksi dan menggemaskan sehabis mandi. 

"Gak suka? Ya udah gak usah makan," balasku ketus. 

Dengan cepat, Revan tertawa dan memelukku dari belakang. "Ngga kok, ngga gitu. Kamu masak ulat bulu aja pasti aku makan, serius!"

"Beneran ya? Ntar aku cariin ulat bulu yg banyak, terus aku masak." Ujarku asal.

Dengan cepat, aku membalik badanku, dan menemukan Revan berdiri sangat dekat--sekitar 3 cm mungkin dari arahku. Aku berdebar lagi. Untung, dia sudah pakai baju. Coba kalau belum, bisa ngiler di depan dia nih, aku. 

Revan mencolek hidungku. "Serius mau cari ulat bulu?"

"Iya."

"Emang berani?"

Eng.... Aku meringis. "Nggak sih."

"Payah! Udah ah, yuk makan!"

Aku tersenyum ke arahnya dan mengangguk. Kemudian kami sama-sama menuju ke arah meja makan, dan mulai menikmati roti serta teh buatanku. 

"Enak gak?" tanyaku was-was.

Ia mengerutkan dahinya. "Yaaa... standar sih. Kayak roti pada umumnya. Enak, tapi ya biasa aja, kayak roti."

Hmmm.

Aku jadi merasa bersalah. Masa iya, aku cuma bisa masak seperti ini buat suamiku?

"Van.. Maaf ya?"

"Hah? Ada apa? Kenapa? Kok minta maaf?" Ia mendadak terlihat khawatir dan gelisah.

Uw, Revan. Kenapa kamu so cute banget sih?

"Maaf, aku belum bisa masak macem-macem. Tapi aku janji, besok mau belajar masak sama mama kamu."

"Oh itu? Kirain apaan. Hahahaha.." Ia menggenggam tanganku kilat. "Ya, ya, santai aja sayang."

Duh, masih pagi udah dibikin terbang aja nih gara-gara dipanggil 'sayang'. Beruntung kan, aku? Hahaha.

"--lagian kalau kamu gak bisa masak, kan tiap malem kita bisa dinner bareng terus. Malah romantis, kan?"

Aku menelan ludah. "Iya. Tapi masa mau gitu terus sampai kita punya anak nanti?"

Anak?

Ah, ya....

Sesungguhnya, aku menginginkan itu.

"CIEEE! Udah mikir anak aja nih bocah!" celetuknya.

Aku cemberut. "Bocah gini juga isteri kamu, kan? Huh."

(Un)perfect Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang