Nina's POV
Aku melirik ke arah jam sedari tadi. Aneh ya? Biasanya jam 2 siang begini, Revan sudah pulang. Tapi ini kok belum, ya?
Padahal.... aku kesepian. Terus, gak tau gimana, perutku mendadak gak enak. Mungkin maagh-ku kambuh? Atau... entahlah..
Ponselku bergetar. Panggilan masuk dari Aira! Ah, ya, dia kan memang berjanji mau kesini. "Halo, Ra?"
"Uyyy! Lo dimana deh?"
"Di rumah."
"Gak kuliah?"
"Kuliah. Tapi kan udah kelar."
"Oh.. Gue kira lo bolos."
"Yeh, gue gak kayak lo yang tiap hari titip absen njir."
"HAHAHA. Yang penting gua pinter!"
"Yang penting gua laku, udah nikah!"
"Please, soal 'laku'.... gue selalu sedih kalo bahas itu. Hahaha."
"Ya ya, lo kenapa deh telpon gue?"
"Gue mau ke rumah lo, tapi tiba-tiba nyokap minta temenin belanjaaaa."
"Jadi? Eh--tapi lo jadi kesini, kan?"
"Jadi, jadi. Tapi mungkin maleman ya?"
"Iya.. Gak apa-apa. Yang penting jadi, ya? Soalnya gue kesepian. Revan belum pulang dan perut gue sakit banget."
"Oke. Okeee. Lo bisa goreng tempe atau apa dulu kan? Buat ngeganjel perut lo? Gue paling khawatir kalo lo kambuh maagh-nya. Ntar kayak dulu lagi pas SMA, hampir sekarat!"
Aku terkekeh. Masih inget aja nih anak? HAHAHA. Dulu, aku malas banget sama yang namanya makan. Dan meski udah di vonis maagh, aku tetap malas makan. Pernah tuh, pelajaran olah raga, terus pulang jam 4 sore, tanpa makan apapun, sekalinya makan langsung bakso naga di kantin yang super pedas. Alhasil? UGD menyambut dengan riang. Dan para sahabatkulah, yang paling ketakutan.
"Iya, bawel. Tenang aja!"
"Yaudah, ntar gue ke rumah lo mungkin jam 7 ya?"
"Hmmm. Okay, ati-ati yaaa! Salam buat nyokap lo."
Sedikit kecewa sih, karena Aira tak datang cepat. Tapi tak masalah, kok, yang penting nanti dia akan datang.
Masak? HMM.. Aku malas makan kalau nggak ada Revan. Jadi, perintah Aira untukku memasak, mungkin tak akan kupatuhi.
Aku mengetik pesan untuk Revan berulang kali. Dari SMS, BBM, Line, hingga WhatsApp, kugunakan tuk menghubungi suamiku yang tiada kabarnya itu.
*
*
Revan's POV.
Aku... sungguh.. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Pengakuan demi pengakuan yang diberikan Tamara membuatku terpaku sesaat. Membuatku tercengang, sekaligus bersalah.
"Aku... Aku hamil, Van."
Saat dia berkata seperti itu... Rasanya, duniaku runtuh.
Apa itu anakku?
Atau... Jika itu bukan anakku... Berarti Tamara melakukan sesuatu dengan orang lain ketika dia masih menjadi kekasihku. Dan menyadari fakta itu, aku sakit hati. Ya, aku memang belum bisa melupakan Tamara. Dia begitu istimewa untuk menjadi kekasihku bertahun-tahun.
"Aku gak tau, Van.. Tapi seingat aku.. Aku paling sering berhubungan kan memang sama kamu--meski kamu tau kalau aku beberapa kali tidur dengan lelaki lain, karena kebutuhan. Tapi... cuma kamu satu-satunya lelaki, yang buat aku berani melakukannya tanpa pengaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)perfect Marriage [END]
RomanceKarina Tessa Ananda : Tak tau bagaimana, tiba-tiba aku merasakan cinta begitu dalam pada pria yang sama sekali tak menginginkanku. Aku tau, mungkin saja pernikahanku dan dia akan berakhir buruk. Tetapi--entah kenapa, aku selalu ingin memperjuangkan...