Karena Tamara.

57.7K 3.3K 114
                                    

Dengan peka, Nina menatap arah pandang suaminya--ya, sekarang mereka sudah resmi. Arah pandang Revan yang tertuju pada gadis terbalut mini-dress hijau bernama Tamara. Nina begidik ngeri, apa Revan masih mau mencoba mencintainya setelah melihat Tamara?

Padahal, tak ada yang mengundang Tamara ke pernikahan mereka.

Namanya juga cabe-cabean, mana tau diri, batin Nina kesal.

Dan kini dengan berani, Tamara maju ke panggung pelaminan--berniat memberi selamat pada mempelai. Hm, mungkin bagi Tamara, bukan memberi selamat, namun, menyampaikan duka cita terdalam karena kehilangan Revan.

Yap--dan kini, langkah Tamara makin dekat. Membuat Nina, serta papa dan mama Revan--yang notabene juga tak menyukai Tamara--mengernyitkan keningnya.

*

Nina's POV

Dan dengan lancang, si cabe itu mengulurkan tangan kanannya, hendak menyalami suamiku. Astaga, aku sudah bisa menyebutnya suamiku! Joged, boleh kan?

"Van, congratulation for your wedding." Tamara tersenyum sangat manis. Tapi bagiku... itu palsu banget, asli.

"Thank you," balas suamiku, cool.

Satu harapanku: semoga Revan gak kepincut lagi sama Tamara.

Tapi dewi batinku tertawa: gimana mau kepincut, orang Revan aja masih cinta sama Tamara? HAHAHAHA mampus lo, Nin.

Dewi batin, sialan.

"Sejujurnya, gue... sedih? Terluka? Hmm.. Gue sendiri gak tau gimana bilangnya."

Uw, cabai. Beraninya ya dia, membuka pembicaraan dengan suamiku. Di depan mataku, lagi.

"Kenapa?" tanya Revan. "Bukannya lo udah ada... siapa tuh yang tidur sama lo di hotel? Dan bukannya lo cuma deketin gue karena uang gue? Gue baca kali di instagram lo, terlalu frontal."

Mampus Tamtam. Pergi aja lo sana.

"Van, gue kira, sama gue bertahun-tahun bi--"

Aku berdeham. "EHEM!"

Keduanya melirik ke arahku. Aku juga melirik Tante Emily yang sudah mengacungkan jempol ke arahku, seolah memberi dukungan padaku tuk menghabisi Tamtam si cabe itu.

"Pantes gak sih omong-omongan sama suami orang di pelaminan? Pake acara drama, lagi. Kalo udah putus, ya relain aja," lirikku ganas.

Tamara mendengus. "Emangnya Revan udah rela putus dari gue?"

Aku melirik Revan, mengharap jawaban 'tidak' darinya. Tapi nyatanya, ia diam, dan mengangkat bahunya. Aku kecewa, rupanya dia belum benar bisa melupakan Tamara.

"Mau rela atau nggak... Lo gak pantes gitu. Karena sekarang, gue adalah istri Revan. So, drajat gue lebih tinggi daripada mantan-mantan Revan yang lain, termasuk lo!"

Tamara melongo, aku bahagia.

Kini mama Revan alias Tante Emily ikut angkat bicara. "Dan Tamara.. Kalau kamu besok punya pacar, coba perbaiki cara berpakaian, dan tingkah laku kamu. Karena tidak semua calon mertua, menginginkan menantu yang sok seksi, dan materialistis!"

Mati lo.

Bahkan mamanya Revan sendiri yang bilang.

Jleb. Tajem ya?

Tamara melengos, dan melewatiku, tanpa menyalamiku. Sialan.

Apapun yang terjadi, aku harus bisa membuat Revan mencintaiku. Atau minimal, membuat Revan melupakan Tamara. Sehingga jika ia lupa dengan Tamtam, mungkin aku bisa lebih mudah masuk ke lorong hatinya yang sepi dan sunyi?

(Un)perfect Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang