Pagi ini, Nina tak pergi kuliah. Dan sepertinya ia tak berjanji bisa kuliah di hari-hari selanjutnya, jika di pikirannya hanya ada Revan yang terbaring lemah. Dan ini sudah hari kedua terhitung sejak kecelakaan, dan Revan belum membuka matanya.
"Nina, makan yuk? Nih mama bawain burger buat kamu.."
Mama mertuanya datang, dengan burger McD yang terbungkus rapi untuk Nina. Oh ya, plus lemon tea kesukaan Nina, karena sang mama mertua memang tau benar dan paham benar tentang kondisi Nina yang 'seharusnya' lapar, mengingat ia belum makan sejak kecelakaan terjadi.
"Nanti aja ma, nunggu Revan ada perkembangan," balas Nina pasrah.
"Sayang, tapi kamu juga harus makan.. Masa iya, kamu sama Revan mau barengan sakitnya?" Mama mertua mengusap pundak Nina. "Kamu suka McD, kan? Ayo, makan," bujuk beliau lagi.
Yang dibujuk justru tersenyum tipis. "Nggak lapar, ma. Nggak nafsu."
"Memangnya kamu terakhir makan kapan?"
Nina terdiam. Jari-jemarinya bergerak tuk mengingat sembari menghitung sudah sejak kapan ia tak menyentuh karbohidrat, protein, dan antek-anteknya. "Hmm.. Terakhir makan waktu Revan wisuda itu. Aku makan sama temen-temen.."
"SERIUS?" tanya sang mama mertua histeris. Dan usai sadar akan kehebohannya berteriak, sang mama mertua membekap mulutnya sendiri. "Heee, mama shock. Itu berarti, kamu udah gak makan dua hari, kan?"
"Iya.."
"Ya ampun.. Mama nih ya, yang statusnya ibu kandungnya Revan aja masih makan.. Masa iya, kamu gak mau makan? Ayo dong, makan.."
"Nanti ma.."
"Kapan nantinya? Awas kalau sampai kamu sakit. Lihat, bibir kamu udah pucat dan mata kamu sayu," kata mama mertua, sambil menatap wajah menantunya yang makin layu saja, tapi tetap indah cantiknya.
"Aku gak pucat mama sayang.. Aku cuma ngantuk, serius."
"Gak usah bohong. Mama udah hidup setengah abad lho. Mama tau kalau kamu pusing karena belum makan. Makanya, cepet makan ih mama udah jauh-jauh ke McD lho."
Nina terkekeh. Sungguh, beliau adalah mama mertua tergaul. Sudah tua, tapi masih sering ke salon, masih suka makan junk food seperti McD meski Revan dan suaminya sudah memperingatkan berulang kali tentang kondisi kesehatan yang harus dijaga.
"Mama mau ke wifi area dulu."
"Ngapain, ma?" Nina mengerutkan keningnya. Keren, kan, orang tua mencari wifi area?
"Mau skype sama papanya Revan. Kan dia lagi di Amsterdam tuh, ada proyek. Kita mau membicarakan kondisi kesehatan Revan dan lainnya."
"Terus, kenapa harus di wifi area?"
Mama mertua meringis kuda. "Karena... Mama gak punya paket internet. Heeee."
Nah, kan?
Dari McD, wifi area, paketan internet, hingga skype. Sudah banyak sekali kegaulan yang beliau lakukan sepanjang lima menit ini.
"Oke, ma."
Mama mengacungkan jemarinya ke arah Nina, dengan wajah sok galak. "Pokoknya, mama balik ke sini, kamu harus udah makan burger mama. Ya?"
"Iya, iya, mama."
Mama mertua nan gaul mengacungkan jempol dan melangkah dengan wajah sumringahnya ke ara wifi yang dituju, tepatnya di samping masjid rumah sakit.
Sementara Nina?
Ia kini duduk termenung, memikirkan suaminya yang ada di dalam ruang ICU bersama pasien-pasien tak sadarkan diri lainnya, yang hidupnya sama-sama diambang batas antara hidup dan mati. Kemanakah mereka akan menuju? Kembali ke kehidupan yang selayaknya kita rasakan, atau pergi menuju tempat yang lain--dimana kita para manusia bernyawa tak bisa menjangkaunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)perfect Marriage [END]
RomanceKarina Tessa Ananda : Tak tau bagaimana, tiba-tiba aku merasakan cinta begitu dalam pada pria yang sama sekali tak menginginkanku. Aku tau, mungkin saja pernikahanku dan dia akan berakhir buruk. Tetapi--entah kenapa, aku selalu ingin memperjuangkan...