HEEEEYYYY, ini bukan ekstra part yah.. Ekstra part mungkin akan aku update kapan2 :p.. Ini cuma tambahan biasa, yg menjurus ke cerita baru tentang Aira.
Happy reading!
*
*
Author's POV
Kelanjutan kisah Nina, hampir berakhir--dan sudah dapat dipastikan, akan berakhir dengan indah dan bahagia. Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisah para sahabatnya?
Ada tentang Aira, yang diam-diam masih saling mencintai dengan Angga, tapi ia dihadapkan dengan pilihan tersulit ketika sang dosen muda masuk ke dalam hidupnya, ke dalam lingkar asmaranya. Berbeda dengan Aira yang enggan, sang dosen justru merasa bahagia bertemu Aira, karena Aira adalah sebagian dari serpihan masa kecilnya, yang selalu membuatnya bersemangat.
Ada juga kisah tentang Mutia, yang hingga kini masih enggan berpacaran--entah sampai kapan sang mahasiswi hukum itu akan membuka hatinya, dan menutup luka masa lalunya. Ketika sosok Kelly datang, dengan dingin hati yang sama, dengan angkuh dan ego yang setara.... Apakah kesungguhan keduanya untuk menolak cinta bisa berakhir?
Dan ada juga kisah tentang Tata, yang nantinya akan terjebak mencintai Ken, si lelaki tampan yang ternyata adalah gay. Perjuangannya yang tak kunjung berhasil, membuat Tata hampir menyerah. Di titik menyerah itu lah, sesosok lelaki yang adalah yang mungkin dapat menjadi sandaran hidupnya, jika ia benar-benar menyerah akan Ken.
Bagaimana? Penuh misteri dan emosi, kan?
Sekarang, ketiga sahabat itu sedang berkumpul di kafe kopi langganan mereka sejak SMA. Kenapa tiga? Karena di sini hanya ada Nina, Tata, dan Mutia. Aira kemana?
Mutia menatap Nina. "Lo udah ngehubungin Aira, kan?"
"Udah, kok. Katanya dia agak telat, gitu."
Ketiganya menunggu sembari memesan minuman favorit mereka. Nina yang memesan Mocacinno Frape, Tata dengan Strawberry Latte, dan Mutia yang selalu setia dengan Vanilla Oreonya.
"--oh ya, sekalian pesenin buat Aira kali ya?" Nina menatap kedua sahabatnya, meminta persetujuan. Setelah kedua sahabatnya mengangguk, Nina kembali melambaikan tangan ke arah waitress. "Mbak, Red Velvet Gum nya satu ya!"
Ketiganya kembali asyik berbincang. Tertawa, menebar humor-humor receh ala mereka. Dan mereka baru sadar, mereka sangat merindukan saat-saat seperti ini.
"Adam gimana kabarnya? Kok lo gak bawa dia?" Mutia memanyunkan bibirnya, mencari Adam. Sebab, salah satu fans fanatik adam, ya Mutia ini.
Nina menggeleng. "Ogah! Gua males liat Adam nangis gara-gara mukanya merah dicubitin lo terus! Mana tega gueeee!"
"Emang tuh, Mut! Lo anarkis sih!" Tata ikut menimpali.
"Lah kok gue? Lo kan juga Taaaa. Aira juga kali!" Ya, ya, Mutia mulai ngambek. Rindunya pada Adam kecil sudah memuncak.
Meledaklah tawa Nina. "Ye baper ni baper! Nggak, nggak, Adam gue tinggal aja sama mami mertua di rumah. Katanya mami mertua mau quality time sama Adam, biar gue refreshing juga sama kalian."
"Aih? Berarti pulang dari sini boleh dong gue ketemu Adam?" Mutia menatap dengan tatapan memohon, sekaligus bersemangat.
"NO!" tandas Nina. "Meskipun begitu, lo tetep paling anarkis kalo nyubitin Adam. Jadi, gue mau memisahkan lo dari Adam dulu!"
"Ih kok gitu? Gue udah cinta tau sama Adaaam."
Tata memoles kepala Mutia, gemas. "Lo tuh gak pernah suka sama cowo, eh sekalinya suka, sama Adam yang masih bayi merah! Pedofil ya lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)perfect Marriage [END]
RomanceKarina Tessa Ananda : Tak tau bagaimana, tiba-tiba aku merasakan cinta begitu dalam pada pria yang sama sekali tak menginginkanku. Aku tau, mungkin saja pernikahanku dan dia akan berakhir buruk. Tetapi--entah kenapa, aku selalu ingin memperjuangkan...