Wedding Day.

58K 3.2K 104
                                    

Hari itu tiba. Hari dimana menjadi titik penyatuan antara dua insan bernama Karina Thessa dan juga Revandy Akhbisya. Hari yang tepatnya sangat nyata, dimana di hari ini juga, kehidupan serta status mereka akan berubah 180 derajat.

"Gue bakal kehilangan lo banget, Nin." Aira memeluk Nina dengan eratnya di sisi kiri, sementara Tata memeluk Nina di sisi kanan. Dan Mutia sibuk di luar gedung sebagai penerima tamu yang sudah dipilih oleh mamanya Nina, karena wajah Mutia yang cocok dan begitu manis jawa. 

Tata memajukan bibirnya. "Kita bahkan belum sempet nginep weekend ini.. Nggak nyangka ya, semua secepat ini?"

Nina sendiri tersenyum tegar, sembari merangkul kedua sahabatnya. "Gue juga gak tau apa motif gue dan Revan dinikahin. Jujur, gue udah ngerasa klop dan cocok sama Revan. Tapi sepertinya, Revan nggak deh."

"Ssst.. Mungkin 'belum'."

"Semoga aja ya? Gue juga gak mau terus-terusan mengharap Revan. Sementara, memangnya gue mau seumur hidup gue, gue diabaikan sama Revan? Gue nggak mau.."

Tata dan Aira menatap Nina prihatin. Tata mengusap tangan kanan Nina dengan sayang, berharap menyalurkan kekuatan pada Nina yang sesungguhnya rapuh ini. "Yang penting, lo harus usahain dan jalanin kewajiban lo sebagai istri sebagaimana mestinya. Hasil akhirnya, serahkan pada Tuhan, dan biar tangan Tuhan yang bekerja ketika lo sudah melakukan yang terbaik."

Dan kini Aira berbisik usil. "Dan ssst... Kasih kita keponakan ya?"

*

Sementara di kamar bagian lain.... Terdapatlah tiga orang pria. Ada Angga si playboy, ada Ken si 'tertuduh homo', dan ada Revan si CPB alias calon-pengantin-baru. Kelly ada di luar sana, menjadi penerima tamu bersama dengan Aira, karena lagi-lagi, wajah Kelly juga yang paling beraksen jawa dan lugas, daripada Angga maupun Ken.

"Widih, gak nyangka gue, Van." Angga menggelengkan kepalanya, seraya membetulkan posisi baju pengntin Revan yang ujungnya sedikit terlipat. 

"Gue juga. Gue kira, lo yang bakal nikah duluan, Ngga!" Ken terbahak. 

"Eh jangan salah, playboy justru biasanya nikah di akhir, karena dia sibuk memilih!"

"Gaya lo!" timpal Ken.

"Sirik lo! Emangnya lo, gak ada yang dipilih? HAHAHA." Suara tawa Angga ia buat datar, sehingga menyerupai bentuk ejekan. 

Begitulah Angga dan Ken. Sangat akrab--sehingga terkadang tampak seperti homo--namun mereka juga sangat menyebalkan jika sudah bertengkar, layaknya Yin dan Yang yang takkan pernah menyatu.

Revan melirik tajam. "Sumpah ya, kalian berantem mulu. Gak ada yang paham apa kalo gue kesempitan pake baju ini?"

"Masa? Tapi gak keliatan kok. Tetep tampan." Ken mengedipkan sebelah mata.

"KEN!"

"KEN!"

Angga dan Revan kompak menegur Ken yang super genit. Sungguh, sampai sekarang bahkan masih menjadi misteri, apakah Ken benar-benar seorang gay alias homo, atau memang otaknya yang sedikit miring? Entahlah. 

"Emang lo gak fitting dulu, Van?" tanya Angga. 

Revan menggeleng. "No. Nyokap gue emang alay bin lebay. Ck."

Angga terkekeh. "Untung punya lo yang kesempitan. Coba kalau punya Nina yang kesempitan. Pasti bakalan tumpeh-tumpeh seksi."

"HAHAHA gila lo, Ngga! Seksian gue lah," timpal Ken, membuat Angga makin begidik. 

Revan mendesis. "Calon bini gue tuh! Awas aja lo mikir yang aneh-aneh!"

"CIEEE udah ngakuin!"

(Un)perfect Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang