PS: BACANYA SAMBIL DENGERIN MULMED YAK! :"D WAJIB DENGERIN MULMEDNYA! HAHAHAHA.
*
*
Tak ada yang tau apa yang dirasakan oleh Revan--lelaki yang tengah terbaring lemah tanpa daya, tanpa rasa. Seketika, ia merasa dirinya tertidur panjang dengan mimpi-mimpi luar biasa, yang memotivasinya untuk kembali bangun dan membuka mata. Tapi justru ketika ia berhasil membuka mata, harapannya untuk bangun justru pupus--karena nyatanya, ketika ia membuka mata, badannya sama sekali tak bisa bergerak, mulutnya sama sekali tak bisa berucap.
Seperti halnya kali ini, Revan membuka matanya. Yang ia dapati justru dirinya yang kembali tak berdaya, bak mayat hidup.
Tapi... Mau dalam kondisi semenyedihka apapun, Revan tetap tersenyum dalam hatinya. Mengapa? Karena bidadarinya selalu ada di sampingnya, menemaninya meski sang bidadari tahu bahwa yang ditunggunya, bukan lagi seseorang yang bisa memeluknya penuh kasih--melainkan yang ditunggunya hanyalah manusia bernyawa, yang terkulai lemah nan tanpa guna.
Malaikat tanpa sayap--alias Nina--mengusap kening Revan dengan sayang. "Cepet sembuh, ya. Aku janji gak bakal galak lagi kalau kamu sembuh!"
"Dan aku gak akan bandel kalau aku sembuh. Aku akan belajar menutup keran, belajar membersihkan ranjang tanpa disuruh, belajar mematikan TV tanpa harus diingatkan dulu--yah, intinya aku akan belajar mulai hal kecil tuk menjadi suami yang patuh dan menjaga kamu, Nin," balas Revan dalam hati.
"Meskipun kamu bandel dan kayak anak kecil--suka ngerengek ga jelas, suka makan es krim berantakan... Hmm, tapi kamu tau nggak, kalau kamu sosok suami yang paling aku cari. Cuma dipeluk kamu, aku udah ngerasa terlindungi. Cuma dianter belanja dan dianter kuliah sama kamu, aku ngerasa seneng banget."
Revan berusaha menarik bibirnya tuk tersenyum, namun gagal. Tapi Nina pasti tau, jika Revan tersenyum dalam hatinya.
"See? Aku gak butuh yang kayak superman.. Yang sifatnya kekanakan kayak tuyul milenium macam kamu aja, aku udah bahagia banget." Nina mencium kening suaminya dengan sayang. "Makanya cepetan sembuh ya, sayang."
"Mauku juga begitu.. Tapi mungkin, Tuhan menakdirkanku sakit agar dosa-dosaku berkurang dulu. Mengingat aku begitu sering menyakitimu."
Sang bidadari itu mendekat ke telinga Revan, dan berbisik. "Dan kalau kamu bangun, kita akan kembali bangun keluarga. Karena anak kita di perut aku, udah menunggu kesembuhan kamu." Nina tersenyum penuh kelembutan pada suaminya. "Aku mau makan dulu, ya. Biar anak kita sehat." Nina sekali lagi mencium bibir Revan, kemudian melangkah meninggalkan ICU.
Dalam hati, Revan tersenyum penuh arti. Berarti, suara yang ia gumamkan tanpa sadar di ruangan serba putih--yang entah dimana, benar-benar menjadi kenyataan. (NB: kalau lupa, baca di part sebelumnya)
"Tuhan... Bolehkah aku sembuh? Bolehkah aku berjuang dan berusaha dari nol lagi untuk memulai semuanya dengan bidadari mungilku? Dan bolehkah aku bersama bidadari tanpa sayapku, bersama-sama dengan sukacita membesarkan kado terindah yang Kau berikan? Ijinkan aku sembuh, Tuhan.. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan, dimana aku akan memiliki bidadariku, serta calon jagoanku nanti.."
Tanpa sadar, dengan penuh kesungguhan Revan berdoa, air matanyapun ikut mengalir mesra. Kesungguhan dan harapan yang bersatu penuh, membuatnya yakin akan adanya keajaiban yang utuh. Keajaiban saat ia membuka mata, melangkah lagi dengan pasti, hingga menatap nyata seluruh ruang dalam dunia.
Dan... Hal itu terjadi kini
*
*
Bubur ayam serta air mineral tak ada rasanya di mulut Nina, semua hambar. Bahkan ia yakin seribu persen, ayam goreng serta martabak favoritnya pun tak mampu meluap dan menghilangkan rasa hambar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)perfect Marriage [END]
RomanceKarina Tessa Ananda : Tak tau bagaimana, tiba-tiba aku merasakan cinta begitu dalam pada pria yang sama sekali tak menginginkanku. Aku tau, mungkin saja pernikahanku dan dia akan berakhir buruk. Tetapi--entah kenapa, aku selalu ingin memperjuangkan...