Part 1: the beginning of everything

1.8K 15 0
                                    

 

          Di tengah belahan kota New York terdapat sebuah toko roti dan kue yang tampak di padati oleh puluhan pengunjung. tempat yang tak terlalu besar mengakibatkan para pengunjung saling berdesakkan satu sama lain untuk memesan kue atau pun roti yang mereka inginkan. Sepasang suami istri paruh baya dengan seorang putri remaja mereka sangat kewalahan melayani mereka yang tak sabar akan pelayanan yang tak memuaskan bagi mereka.

          Seorang wanita muda nan cantik ini tak henti-hentinya melangkah kan kaki jenjang miliknya itu kesana dan kemari. Dari dalam dapur dan keluar dapur untuk memberikan pesanan para pembeli. Mengambil beberapa lembar uang lalu memencet beberapa tombol pada mesin uang itu dan menaruh uang itu didalamnya. Beberapa kali ia menghembuskan nafas panjang dan mengeluarkan ratusan atau bahkan ribuan sumpah serapah di dalam hati kecilnya. Bagaimana tidak? Bisa kah kalian membayangkan menjadi dirinya saat itu? Apakah kalian dapat merasakan betapa frustasi ia disana? Meski ia sangat lelah dan frustasi melayani para pembeli yang sangat tak sabar itu, ia harus membantu kedua orang tuanya yang sudah paruh baya. Anak mana yang ingin melihat orang tuanya tersiksa? Anak mana yang tak tega melihat orang tuanya sibuk untuk membiayai hidupnya dengan membanting tulang? Anak mana yang akan tega membiarkan orang tuanya seperti itu sedangkan tenaganya sangat lah di butuhkan? Mungkin ada beberapa anak yang tak ingin ambil pusing bagaimana perjuangan orang tua mereka untuk membiayai hidup mereka. membelikan barang yang mereka inginkan. Tapi, wanita yang satu ini bukanlah tipe yang seperti itu. Ia adalah anak satu-satunya yang dimiliki kedua orang tuanya. Ia sangat sayang kepada kedua orang tuanya itu. Begitu pula sebaliknya.

         

          Satu jam berlalu. Satu demi satu pengunjung toko itu kembali ke rumah mereka masing-masing dengan hati gembira. Ya, meskipun ada beberapa yang merasa sangat jengkel karena mereka tak kunjung mendapat pelayanan.

          Saat ini, tinggal lah wanita cantik itu yang bernama Fryssyea Aran Clurgh dan kedua orang tuanya yang sudah paruh baya. Fryssyea tampak tengah duduk di sebuah bangku yang terbuat dari plastik dan memandang ke langit-langit toko itu dengan menghembuskan nafas yang panjang. Tak lama ia ber-istirahat di bangku itu. Terdengar suara dentingan bel, pertanda bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam toko itu. Ia mengarahkan pandangannya ke orang yang baru saja masuk itu dan ternyata dia seorang pelanggan lagi. Untung saja hanya satu orang. Jika ratusan atau puluhan seperti tadi? Entahlah mungkin wanita itu sudah pergi ke rumah sakit jiwa setelah itu.

          Meski pun rasa lelah sangat merasuki seluruh tubuhnya. Ia dengan semangat dan tak lupa memasang senyuman ramah berjalan mendekati etalase kaca yang membatasi pembeli dengan penjual dan berisi beberapa kue dan roti itu.

          “selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?” fryssyea tersenyum ramah kepada wanita paruh baya di hadapannya.

Wanita paruh baya itu membalas senyuman itu tak kalah ramahnya. Ia melihat ke arah etalase kaca tembus pandang itu. Ia tampak sedang berfikir, kue apa yang akan ia pesan. “apa kalian dapat membuat kue lain selain yang ada disini?” wanita itu menunjuk jejeran kue yang tersusun rapih di dalam etalase kaca itu.

Fryssyea memutarkan badannya menuju kedua orang tuanya yang sedang duduk di belakang. Ibunya melangkah mendekat dengan senyuman khas yang dimilikinya. “kami dapat membuat kue yang anda butuhkan. Kue seperti apa yang anda cari?”

Wanita itu langsung membuka tas kecil hitam yang ia genggam dan merogoh isi tas itu. Ia tampak sedang mencari sesuatu yang ingin ia tunjukkan pada fryssyea dan ibunya. Fryssyea memalingkan pandangannya ke arah ibunya yang berdiri tegak di sampingnya dengan tatapan bertanya-tanya. Ibunya hanya membalas tatapannya itu dengan senyuman sekilas. “ini dia. Dapatkah kau membuatnya? Kue ini sangat penting. Karena aku ingin memberikannya pada anak laki-lakiku di hari ulang tahunnya.” Wanita itu menyodorkan sebuah foto bergambarkan kue bertingkat yang sangat indah. Sebelumnya, ibu Fryssyea pernah membuat kue yang lebih rumit dari ini. maka tak salah jika ia menyanggupi pesanan wanita paruh baya di hadapannya itu dengan sebuah anggukan. “aku akan membayar berapa pun yang kau inginkan untuk kue ini. kau tinggal sebutkan saja.” Wanita itu mengeluarkan dompet miliknya dan tersenyum ke arah ibu Fryssyea.

“sebaiknya, kau membayarnya jika kami telah berhasil membuatnya dan mengantarkannya dengan selamat. Bisakah kau menyebutkan alamat rumahmu agar kami dapat mengantarnya jika sudah selesai?”

“baiklah jika memang seperti itu. Catatlah” Mrs. Clurgh –ibu Fryssyea– membungkukkan badannya mencari-cari secercah kertas dan bolpoin untuk mencatat alamat wanita ini.

“baiklah kau dapat menyebutkannya.” Ucap Mrs. Clurgh setelah berhasil menemukan sebuah bolpoin dan selembar kertas. Ia menekan tombol yang terdapat di salah satu ujung bolpoin itu dan bersiap-siap untuk segera menulis alamat wanita ini.

“1200 BrookHaven W**** CT.Atlanta.GA 30319-**** Dekalb,Atlanta,GA. Baiklah terimakasih sebelumnya :)” Wanita itu tersenyum untuk terakhir kalinya dan pergi meninggalkan mereka berdua.

lima hari berlalu. Kue yang wanita paruh baya yang tak di ketahui namanya itu telah terbentuk sempurna sesuai dengan gambar yang ia tunjukkan pada mereka. wajah Fryssyea tampak berseri-seri melihat kue yang ada di hadapannya tersebut. indah. Mrs. Clurgh memang pandai sekali membuat kue. “frys, sekarang dapatkah kau membantuku untuk mengantarkan kue ini ke alamat yang tertulis disini?” Mrs. Clurgh menyodorkan selembar kertas putih yang telah di lukiskan oleh alamat yang akan ia tuju untuk mengantarkan kue tersebut.

Fryssyea meraih kertas tersebut dan memahami alamat yang tertera disana dalam beberapa saat. “baiklah mom.” Fryssyea dan ibunya memasukkan kue itu ke dalam sebuah kardus besar berwarna ungu tua dan mengikatnya dengan pita putih. Fryssyea mengangkat kue itu dengan amat sangat hati-hati.

Ia membawa kardus besar yang berisi sebuah kue bertingkat itu menuju tempat dimana mobil milik keluarga Clurgh di parkirkan. Ia membuka pintu mobil berwarna putih dan kemudian memasukkan kue itu ke dalamnya.

Mobilnya memanglah bukan sebuah mobil mewah seperti yang ia dambakan. Tetapi, mobil ini cukup untuk membantunya membawa segala pesanan kue atau roti ke pemesannya. Entah, apa yang akan ia gunakan untuk membawa semua pesanan jika tak ada mobil ini. apa ia harus membawanya dengan berjalan kaki? Tak masalah jika alamat rumah si pemesan tak jauh dari tokonya. Jika jauh bagaimana? Mengendarai sepeda? Tak masalah jika pesanan kue atau pun rotinya itu berukuran kecil. Jika berukuran besar seperti kue ini bagaimana?

Ia mulai menyalakan mesin mobil lalu menginjak gas itu dalam kecepatan sedang.

Setelah beberapa saat ia habiskan untuk mencari alamat yang tepat. Akhirnya ia dapat berdiri dengan membawa satu kotak besar berisi kue pesanan itu. Ia menghembuskan nafas panjang. Dan sesekali ia menggigil di karenakan udara yang cukup dingin disana. Rumah mewah yang di lindungi oleh pagar besi yang sangat besar dan tinggi “permisi...” fryssyea sedikit berteriak dari balik pagar besi yang sangat besar itu. Ia menekan bel yang menempel pada tembok dekat pagar besi itu. Tak kunjung mendapat jawaban. Ia kembali berteriak lebih kencang dari yang ia lakukan sebelumnya. Ia mendengus kesal. Bagaimana tidak? Ia telah lelah berkali-kali berteriak dan menekan tomol bel itu berkali-kali. Tapi ia tak kunjung juga mendapat sebuah respon. Sudah sekitar setengah jam ia berdiri dengan membawa kotak besar berisi kue yang cukup berat itu. Ia tau, memang sulit membuat pemilik rumah ini keluar karena suaranya pasti tak akan terdengar hingga dalam rumah mewah ini. tapi ia yakin bahwa suara bel ini terdengar di dalam sana.

Akhirnya ia meletakkan kotak yang berisi kue itu di atas aspal yang dingin dan duduk tepat di sebelahnya. Ia menekukkan kedua lututnya dan memeluknya. Karena udara yang dingin, ia merasakan rasa kantuk yang luar biasa menguasai matanya. ia menguap dengan menutup mulutnya yang terbuka lebar itu menggunakan sebelah tangannya. Ia mulai tak dapat menyanggah kepalanya agar dapat tegak seperti tadi. Perlahan-lahan kepalanya itu ia senderkan pada lengannya yang tengah memeluk tekukan lututnya. Tak kuat melawan rasa kantuk yang luar biasa, kedua kelopak mata yang indak itu mulai terkatup hingga sempurna.

Tiinnn... tiinnn...

Suara klakson sebuah mobil yang melengking membuat fryssyea tersentak kaget karenanya. Ia membulatkan bola matanya yang berwarna abu-abu terang ini terlihat dengan sangat sempurna. Ia bangkit dari duduknya secepat kilat dan merapihkan pakaian beserta rambutnya yang sedikit berantakan.

Aussi Longtemps Que Tu M'amies (as long as you love me)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang