---
Ia tampak memikirkan pertanyaan apa yang belum ia jawab. Hahaha, aku suka melihatnya kebingungan seperti ini. “apa itu?
---
“coba kau tebak.”
“aku tidak suka menebak-nebak dan memaksakan otak ku agar berfikir keras karenanya. Cepat katakan atau aku akan meninggalkan mu di tempat ini dengan para mahluk kerdil yang terus saja berlarian kesana-kemari tanpa arahan yang jelas.”
“uurrgghh.. kenapa kau cepat sekali terbawa emosi? Baiklah, kau belum menjawab pertanyaan ku, kenapa kau mau menemani ku ke tempat ini dan menutup luka di telapak tanganku?” aku mengulang beberapa pertanyaan yang belum di jawab olehnya.
“dan sebelum aku menjawab pertanyaan konyolmu itu, dapatkah aku mendapat giliran untuk menanyakan sesuatu padamu? Tak banyak. Hanya satu buah pertanyaan.” Ujar nya pada ku dengan sangat ramah. Kenapa pria bunglon ini bersikap sangat aneh? Apa ada sesuatu yang salah pada pertanyaan atau sikap ku?
“baiklah.” Aku mengangguk setuju dan di sambut senyuman yang belum pernah ku lihat terpampang di wajahnya.
“dapatkah kau menyembuhkan penyakit ingin tau mu itu lalu membungkam mulutmu? Apa kau tau? Sudah beribu-ribu tanda tanya besar yang berhasil kau tanam dan tumbuh dengan sempurna di setiap ruang otakku.” Pertanyaan macam apa itu? jeez!
Setelah melontarkan pertanyaan yang ingin ia sampaikan padaku, tubuhku berhasil terputar membelakanginya. Bibirku mengkerut serempak dengan apa yang tercipta pada dahi ku. Tangannya dapat ku rasakan terulur lalu mengacak rambut coklat kelam milikku sehingga membuatnya sedikit kusut dan tak beraturan.
Terdengar suara decitan yang di hasilkan ayunan yang di duduki justin kemudian di sambut dengan suara ketukan sepatu dengan beraturan. Apakah ia pergi dari tempatnya? Apa ia marah? Hanya karena masalah sepele?
Tak perlu menunggu lagi kepala dan badanku terputar ke arahnya yang berjalan semakin jauh dari ku. “justin!” teriakan ku itu tak juga membuat langkahnya terhenti. Ia terus berjalan menuju trotoar yang mengelilingi taman bermain ini. dengan sigap, aku loncat dari dudukku dan mengejarnya sebelum ia melangkah lebih jauh lagi.
Ia tampak mengacak rambutnya frustasi ketika tanganku berhasil menggenggam sikunya yang membuatnya berhenti dalam sekejap. “kenapa kau marah padaku? Apa hanya karena pertanyaan yang ku lontarkan kelewat batas, sehingga kau menjadi seperti ini? konyol sekali justin.”
Diam. Hanya hembusan angin bernuansa dingin yang dengan heboh menemani kami berdua. Ia sama sekali tak menghadapku atau mengeluarkan suara sedikitpun dari bibir merahnya. Ia menyentakkan tanganku kasar lalu berlari sekencang yang ia bisa dan meninggalkanku. Terpaku dalam kedinginan luar biasa. Tercengang dalam kebingungan luar biasa.
Apa seluruh pertanyaanku itu menyinggung perasaannya? Apa itu menyakitkan? Kenapa ia sangat sensitif melibihi seorang wanita? Kenapa ia dengan mudah merubah sikapnya?
Aku menggeleng kepalaku dengan cepat dan menghapus segala pertanyaan yang bergulat di kepala ku. Dengan kedua tangan yang memeluk tubuhku, aku berjalan menelusuri panjangnya trotoar ini menuju istanaku yang sederhana fisiknya, namun istimewa kehangatan cintanya.
***
Justin’s p.o.v
Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku melakukan hal itu pada wanita sialan itu? kenapa aku melakukan hal itu? aarrgghhhh....
Rambut coklat ku sudah tak memiliki bentuk yang pasti. Entah sudah berapa kali aku menjambak rambut ku ketika mengingat semua kejadian bodoh yang ku lakukan untuk wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aussi Longtemps Que Tu M'amies (as long as you love me)
Fanfic"apa orang tersebut sempat mencoba untuk membunuhmu?" "ya, ia mendatangiku ketika aku berjalan di sebuah jalan sempit dengan sebuah kotak kue yang akan ku antar menuju rumah pemesannya. Ia mendekatiku dan menampar ku dengan sangat keras hingga aku t...