---
Sinar matahari memantulkan cahayanya pada air mata yang mengalir ke salah satu pipiku hingga membuat sedikit kilauan. Aku menundukkan kepalaku menyesali semua kejadian yang menimpa beberapa waktu silam. “niall, meskipun kau berada jauh disana. Aku tetap merasa keberadaanmu disampingku. Aku tetap merasa jika kau tidak pernah meninggalkanku.” Aku mengatur nafasku yang terasa mulai sesak.
---
Hembusan angin yang cukup kencang menerbangkan seluruh helaian rambutku ke depan. Aku menyelipkan beberapa helai rambutku di belakang daun telingaku agar tidak mengganggu penglihatanku, lalu membuka kedua belah bibirku untuk mulai mengeluarkan kata-kata yang siap meluncur dari mulutku “entahlah, aku merasa dirimu tetap hidup. Kau tetap hidup dengan tubuh yang baru. Aku menemukan sosok dirimu pada diri seseorang yang baru ku temui.” Aku memutarkan kedua bola mataku lalu menghirup udara segar yang didominasi oleh aroma berbagai bunga yang di letakkan para pengunjung makam. “Terlalu cepat memang jika aku menentukan seperti itu... ku harap kau benar-benar berada di sini, menemaniku, berada di sampingku. Aku mencintaimu niall james horan.” Aku mengelus ukiran nama Niall di batu nisan itu sebelum menciumnya dan mengedarkan pandanganku menyapu ke seluruh sisi makan yang sangat sepi.
Pandanganku terhenti ketika melihat sesosok pria yang sepertinya ku kenal. Ia membawa sebuket bunga di genggamannya. Dengan langkah gontai ia berjalan mendekati satu makam yang terletak tak terlalu jauh dari makam niall.
Aku menyipitkan kedua mataku untuk memperjelas penglihatanku. Austin? Untuk apa ia pergi kesini? Atau...
Aku memutuskan untuk bangkit dan menghampirinya yang tengah meletakkan bunga yang ia bawa itu di atas makan di hadapannya.
“austin?” aku memanggilnya dengan suara nyaris tak terdengar.
Pria yang kini ada di hadapanku tak merespon apapun padaku. Aku mendengus kesal lalu menjongkokan tubuhku tepat di sebelah pria berambut coklat dengan kacamata hitam yang menutupi matanya. Aku memiringkan kepalaku untuk memastikan bahwa tebakanku benar.
“aku bukan austin. Pegilah kau.” Ucap pria itu datar dan dingin.
Aku mengernyitkan dahiku sehingga tampak sedikit lipatan disana. “oh, maafkan aku. Ku kira kau austin. Sebelum kau memerintahku, jika sebelumnya aku tau kau adalah seorang justin bieber yang sangat angkuh, aku tidak akan menghampirimu.” Aku bangkit dan hendak melangkahkan kaki jenjangku pergi dari tempat itu sebelum aku berubah menjadi gunung merapi yang akan memuntahkan laharnya.
Langkahku terhenti secara tiba-tiba ketika sebuah tangan kekar menahan sikuku. Aku membalikkan badanku dan mataku menangkap sosok justin yang tengah berdiri di hadapanku dengan tatapan datarnya. Aku menaikkan salah satu alisku seolah aku menanyakan apa yang ia inginkan dariku. “tetaplah disini.”
Sebuah bulatan berhasil mengembang di mulutku. “bukankah kau mengusirku tadi?”
“jangan banyak bicara. Lakukan apa yang ku perintah!”
“memangnya siapa dirimu, berani memerintahku seenaknya saja!”
Dalam hitungan detik ia menarikku ke dalam pelukannya. Ia memelukku dengan sangat amat kencang hingga aku sulit untuk bernafas. “uhuk...uhuk...”
Dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuhnya agar menauh dariku. Semakin besar tenaga yang ku kerahkan untuk memberi jarak di antara kami berdua, semakin besar pula tenaganya untuk mempererat pelukannya. Usaha pertama tak membuahkan hasil, aku bergegas untuk melakukan rencana kedua yang dengan samar-samar tergambar di dalam otakku. Dagu sedikit kunaikkan dan mulai menghitung dalam hati untuk memulai apa yang telah ku rencanakan dengan sempurna di dalam otakku. Aku menggerakkan tangan kananku lalu mencubit perut sixpack milik pria yang memelukku ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/6386722-288-k3761.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aussi Longtemps Que Tu M'amies (as long as you love me)
Fanfiction"apa orang tersebut sempat mencoba untuk membunuhmu?" "ya, ia mendatangiku ketika aku berjalan di sebuah jalan sempit dengan sebuah kotak kue yang akan ku antar menuju rumah pemesannya. Ia mendekatiku dan menampar ku dengan sangat keras hingga aku t...