---
“tidak. Aku hanya suka melihat kekhawatiranmu padaku. Aku suka melihat ketika kau peduli padaku seperti saat ini. aku suka ketika kau rela menghabiskan waktumu hanya untuk ku. Kuharap kau akan selalu seperti ini padaku.”
---
Kepalaku terarah padanya secara otomatis “huh? Apa yang kau fikirkan aust? Aku pasti akan selalu peduli padamu karena kau adalah temanku.”
“teman?” seringai pahit itu tercetak jelas di wajahnya. Ada apa dengannya? Apa ada sesuatu yang salah akan apa yang aku ucap?
“kenapa aust?” dua kata itu berhasil membuat wajah austin menatap kedua bola mataku lirih.
“kau menganggap ku sebagai seorang teman?” kedua bola matanya itu tergerak seolah mencari sesuatu di dalam mataku. Jauh di dalam sana yang sulit untuk di temukan. Sesulit mencari sebutir debu di gundukan padang pasir.
“tentu saja aust. Kau benar-benar pria yang baik. Tentunya baik untukku. beberapa waktu silam kau pernah membawa ku ke rumah sakit terdekat sebelum aku ke habisan seluruh darahku. Dan karena itu aku masih dapat menghirup udara segar dan menemani mu disini. Jika kau dapat melakukan itu, kenapa aku tidak? Sudahlah aust, cepat kau minum obat ini lalu tidur lah. Aku akan mengambil air di kamar mandi.” Aku mengambil bantal empuk berwarna putih bersih itu lalu membantu austin agar dapat bersandar dengan bantal itu.
Tanganku meraih mangkuk yang terpajang di atas meja kecil yang tak jauh dari tempat ku berdiri lantas hendak berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar austin. Langkah ku terkunci. Sebuah tangan kekar menahan sikuku agar tetap pada posisiku. Aku menghembuskan nafas lembut lalu berbalik ke arahnya yang tengah memasang wajah lirih dengan wajah pucatnya.
“ada apa aust?” aku dapat melihat itu. aku dapat melihat ke raguan yang ia pendam serapih mungkin agar aku tak dapat melihatnya.
Hening menyelimuti. Tak ada sepatah kalimat yang ia lontarkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang ia sembunyikan dariku?
Mulutnya bergerak. Kalimat yang telah ia susun secara rapih di otak nya hendak terlontar walau keraguan itu masih mendominasi benaknya. “a–– a– aku––“
Benar saja. Kalimat itu tak sempurna meluncur dari mulutnya. Keraguan itu memenangkan perdebatan fikiran yang ada di otak nya itu. “ada apa dengan mu aust?”
Sebelah alisku naik seiring dengan kebingungan yang bertambah banyak bermunculan di setiap ruang otakku. “aku– aku hanya ingin mengingatkan mu untuk berhati-hati. Kamar mandi itu sangat licin. Aku tak ingin kau terluka.”
Hanya kalimat itu? tapi, kenapa sangat sulit ia ungkapkan? Jeez! Pria ini benar-benar membuatku harus berputar otak lebih keras lagi.
“ya tuhan austin! Ku kira ada sesuatu yang terjadi padamu. Tentu saja aust. Aku akan berhati-hati. Aku akan berjalan perlahan seperti putri kerajaan. Sekarang dapatkah kau lepaskan genggamanmu dan biarkan aku mengambil air dari dalam kamar mandi?” walau ia telah mengungkapkan kalimat itu padaku, sebuah penyesalan luar biasa terlihat jelas disana. kau sungguh aneh saat ini aust.
Tangannya secara perlahan mulai membebaskan ku kembali berjalan. Sebuah garis senyum itu terlukis di wajahnya dengan lemah. Aku membalasnya dalam waktu seperkian detik yang kemudian berjalam menuju kamar mandi dan menampung air dengan mangkuk yang berada di tanganku.
Aku menyelupkan handuk kecil berwarna putih itu kedalam air ketika aku berhasil mengambilnya. Tentunya, tanpa kecelakaan kecil seperti apa yang austin khawatirkan tadi. Handuk lembab itu ku letakkan di atas dahi austin. Ia menatap ku sedemikian rupa. Seperti ada sesuatu yang ingin ia ucapkan padaku. Tapi aku tak mengetahui apa itu. jika aku memiliki kekuatan super yang dapat membaca fikiran seseorang seperti edward cullen di film twilight, pastinya dengan mudah aku mengetahui apa yang sebenarnya tengah austin sembunyikan dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aussi Longtemps Que Tu M'amies (as long as you love me)
Fanfic"apa orang tersebut sempat mencoba untuk membunuhmu?" "ya, ia mendatangiku ketika aku berjalan di sebuah jalan sempit dengan sebuah kotak kue yang akan ku antar menuju rumah pemesannya. Ia mendekatiku dan menampar ku dengan sangat keras hingga aku t...