CHAPTER 15

5.4K 194 1
                                    

-Tita POV-

Gaun dengan bertaburan Wittelsbach Graff Diamond dan didesign dengan sangat cantik. Didatangkan langsung dari Italia dengan designer terkenal. Cukup lama aku memandangi gaun yang ada dihadapanku. Gaun ini lebih dari indah dan terlihat sangat mewah.

Juna sengaja memberikanku sedikit kejutan mengenai weding gown yang nanti akan ku kenakan di pernikahan kami. Dia sudah memesan sejak jauh-jauh hari agar aku terlihat paling cantik di hari pengantin kami, begitu katanya.

"Kenapa hanya dipandangi?" Tanya Juna yang tiba-tiba memelukku dari belakang.

"Gaun itu cantik, aku tak ingin merusaknya."

"Kamu bahkan jauh lebih cantik dibandingkan gaun itu sayang." Juna menenggelamkan wajahnya di leherku mengecup bahuku yang sedikit terbuka.

Aku memutar kedua mataku seolah malas mendengar rayuannya. "Bagaimana bisa aku mencoba gaun itu jika kamu terus menempeliku seperti ini?"

Juna melepaskan pelukannya, dan memanggil salah satu pegawai disini yang akan membantuku memakai gaunnya.

Dengan sabar Juna menunggu di sofa sembari membolak balikan majalah bisnis yang ada dipangkuannya.

Tak lama tirai terbuka menampilkan aku yang sudah terbalut gaun cantik nan indah itu. Pegawai wanita yang membantuku ikut merapikan bawah gaun itu.

Tatapan terpukau dan tak percaya yang diberikan Juna kepadaku yang saat ini seakan tak dikenalinya.

Juna pernah berkata bahwa aku adalah wanita yang cantik dengan atau tidak memakai gaun, tetap terlihat menawan. Dengan gaun yang kukenakan menambah keanggunan yang memakainya.

Sepertinya Tak sia-sia Juna memesan gaun tersebut dari negara yang sangat jauh, karena ia tersenyum puas saat melihat aku memakai gaun ini.

"Kemarilah calon pengantinku" dia berkata sambil mengulurkan tangannya.

Aku berjalan pelan menghampirinya, membalas uluran tangannya. Ia mendekapku dan memelukku. Tercium wangi parfum mahal perpaduan dengan citrus blend, lemon sisilia, grapefruit, cypress dan goutal ini memberikan nuansa segar dan megah. Dia mengelus rambutku dengan sangat lembut. "Jika seandainya pernikahan kita dipercepat hari ini. Apakah bisa?"

"Jangan berkata yang tidak mungkin. Dengan jarak satu minggu sebelum pernikahan kita itu sudah sangat cepat menurutku." Aku berkata masih dalam dekapannya.

"Apakah kamu merasa nyaman dengan gaun itu?" Tangannya turun membelai punggungku.

"Sangat nyaman, bagaimana kamu bisa memesan gaun yang pas dengan tubuhku?" Aku melepas dekapannya untuk melihat wajahnya.

"Apa yang tidak aku ketahui tentang calon istriku, hem?"

"Aku lupa bahwa kamu orang yang tahu segalanya tuan Juna. Aku akan mengganti gaunnya." Tanpa menunggu balasan darinya aku berbalik menuju ruang ganti. Tanpa sadar tanganku tertahan, dan ketika aku berbalik Juna menatapku sambil menahan tanganku.

"kamu baru sebentar memakainya, apa harus diganti sekarang?" Dia memberengut tidak sejutu.

"Kumohon jangan seperti ini, aku-"

"Baiklah, maafkan aku. Kamu boleh menggantinya."

Setelah mencoba gaun pengantin, aku harus kembali ke kampus karena ada jadwal mata kuliah di jam dua siang. Juna tidak bisa mengantarkanku karena ada rapat yang harus dia hadiri. Tentu saja dia tidak membiarkanku pergi dengan taksi, dia menyuruh supirnya untuk mengantarkanku.

Setiba dikampus, aku langsung menuju kelas, kulihat masih ada sisa waktu 20 menit sebelum mata kuliah dimulai.

Tapi aku merasa ada yang aneh, beberapa mahasiswa yang bertatap muka denganku seperti sedang membicarakanku, tatapan mereka seperti tatapan para penggosip. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

Sebelum membelok ke arah kelasku, aku menghentikan langkahku mendengar percakapan mahasiswa yang tak sengaja kudengar.

"Beruntung ya tuh cewek siapa namanya? Tita? masih muda udah mau nikah sama pengusaha."

"Mungkin dia hamil duluan, itu mahasiswi yang baru masuk kemarin kan?"

"Liat deh gaunnya bagus banget, gaun ini lebih pantas untukku"

Aku memberanikan diri menatap tiga orang yang tertangkap sedang membicarakanku, kuraih salah satu ponsel mereka karena aku merasa ada yang janggal dengan sesuatu diponsel itu.

Aku tersentak karena gambar diponsel itu adalah fotoku yang menggunakan gaun pengantin dan sedang dipeluk oleh Juna. Bagaimana bisa? Siapa yang mengambil gambarku tanpa izin. Walaupun foto ini diambil tampak dari jauh tapi ini terlihat cukup jelas. Bahkan masih dalam beberapa jam foto ini diambil tapi sudah tersebar luas.

Ku kembalikan ponsel yang ku ambil tadi, tanpa berbicara dengan mereka aku menuju kelasku dengan lesu.

"Hei Tita, apa harimu baik?" aku menoleh ke Rachel, wajah penasarannya terlihat tetap cantik.

"Buruk." Singkatku.

"Aku tahu mereka sedang membicarakanmu karena foto itu. Mereka hanya iri kepadamu, sudah jangan difikirkan! Kamu beruntung bisa menikah dengan pengusaha kaya dan tampan." Usaha Rachel menenangkanku sepertinya sedikit berhasil.

Aku memberikan senyum kepadanya. "Trims"

Dia membalas senyumku. Rachel adalah teman yang baik. Aku menjadi tak khawatir jika satu kampus membicarakanku, masih ada Rachel yang setia menemaniku.

***

-Eza POV-

Tepat didepan sebuah apartement masih di kota Tokyo, mobilku berhenti. Selama dalam perjalanan keheningan menyelimuti kami. Mungkin karena sudah lama tidak bertemu keadaan kami menjadi canggung seperti ini.

Dia hanya diam memandang lurus kedepan, seolah kami belum sampai ditempat tujuan. Seperti sedang memikirkan sesuatu, pikirannya tidak fokus seperti ini.

"Apa yang kamu pikirkan?" Tanyaku memecahkan keheningan kami.

"Kamu" singkatnya yang tak menoleh sedikitpun kearahku.

"Dengar, aku tidak tahu maksud dan tujuanmu datang kesini. Aku sungguh terkejut melihatmu datang ke kantorku secara tiba-tiba dan-"

"Dan kamu sempat berfikir bahwa dia yang datang bukan?" Ada senyuman tak suka yang ditunjukannya. "Aku sudah berkata dengan jelas bahwa aku sengaja datang kesini karena aku merindukanmu." Matanya masih menatap lurus kedepan.

"Aku juga merindukanmu, aku merindukan semua teman-teman sekolahku." Sedikit kunaikan nada bicaraku agar ia bisa memahaminya.

"Tapi kamu tak pernah melihatku, yang kamu lihat hanyalah Tita." Setitik air matanya lolos begitu saja.

"Dengar Andien, kamu tahu bagaimana hubunganku dulu dengannya. Kamu bahkan mendukung hubungan kami. Tapi apa ini caramu setelah kami berpisah, dengan sengaja kamu datang kepadaku." Aku memberhentikan ucapanku saat mendengar dia menangis.

"Kumohon Andien, kita masih bisa berteman seperti dulu." Aku berkata berusaha menenangkannya.

"Apa kamu masih mencintainya?"

Pertanyaan Andien sungguh tidak bisa membuatku berkata. 'Aku bahkan masih sangat mencintainya' tapi kalimat itu seakan tertahan dihatiku.

"Baiklah, aku bisa mengartikan jawabanmu atas pertanyaanku tadi. Terima kasih sudah mengantarku." Dia menghapus air matanya dengan kasar dan membuka pintu mobilku untuk masuk kedalam apartementnya.

Sungguh, ini tidak ada didalam mimpi burukku. bagaimana bisa sahabat wanita yang aku cintai bisa memiliki perasaan terhadapku.

Kupijit batang hidungku karena memikirkan kejadian ini. "Masalah apa lagi yang nanti akan kuhadapi" lirihku.

***

PRINCE IS YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang