CHAPTER 32

5K 194 10
                                    

Eza memberhentikan mobilnya tepat di depan sebuah gedung apartemen. Tita masih diselimuti ketakutannya, pikirannya tak henti bertanya kemana Eza akan membawanya pergi, apalagi dirinya sama sekali tidak mengetahui seluk beluk negara asing yang saat ini ditinggalinya.

Eza turun dari mobilnya, Tita terkejut saat ada yang membukakan pintu untuknya. Ia baru menyadari mobil Eza sudah berhenti. "Ayo" ajak Eza sambil meraih tangan Tita.

Tita menurut pasrah tanpa ada penolakan, dirinya terlalu lemas untuk berontak dalam genggaman hangat Eza. Matanya menjelajah ke setiap sudut apartemen itu.

Perut Tita berbunyi pelan, Tita merasa lapar karena ketika di restaurant ia belum sempat makan sedikitpun. Eza masih menampilkan sikap dinginnya, tak menoleh ataupun berniat mengajak bicara ke wanita yang berada disampingnya, namun tangan mereka saling erat menggenggam.

Mereka tiba di lantai 10, tepat didepan sebuah kamar, dengan lincah jari Eza menekan password pintu apartemennya.

Eza mengajak Tita menuju ke sebuah sofa kulit. "Tunggu disini. Aku akan mengganti baju sebentar"

Tanpa menunggu jawaban dari Tita, Eza melangkah menuju ke kamar pribadinya. Sementara Tita memperhatikan keseluruh ruangan di apartemen ini. Pikirannya kembali teringat kepada Lou dan Juna, ia tidak ingin membuat orang-orang yang disayanginya khawatir akan keadaannya.

Setelah mengganti bajunya, Eza melangkah menuju sofa yang diduduki oleh Tita, ia melihat Tita duduk dengan gelisah. Pikirannya menebak-nebak jika Tita saat ini sedang memikirkan suami brengseknya. Jika Tita tahu apa yang dilakukan oleh suaminya tadi, mungkin Tita akan kecewa dan perceraian bisa saja terjadi. Tapi Eza bukan pria licik, dia tidak ingin memanfaatkan keadaan. Memang dia sangat ingin memiliki Tita, namun dengan cara yang benar.

"Apa kamu lapar?"

Tita sedikit tersentak dengan suara Eza yang terdengar tiba-tiba. Sebenarnya ia tidak ingin menjawab, tapi Eza sudah mendengar perut Tita yang berbunyi karena kelaparan.

"Aku akan memasak untukmu" untuk kesekian kalinya Eza melakukan sesuatu tanpa menunggu jawaban dari Tita.

Karena ia jarang sekali menghuni apartemen miliknya itu, maka tidak banyak bahan makanan yang masih tersimpan. Hanya ada beberapa butir telur di kulkasnya. Dengan inisiatif sendiri ia memasak nasi goreng, makanan yang biasa ia masak ketika berada di Jepang.

Dalam hitungan menit, nasi goreng yang dimasaknya sudah siap disajikan, ia membawa dua piring nasi goreng itu menuju wanita yang sedang menunggunya.

Eza mendengus melihat Tita yang sedang berdiri tak tenang, "Sebaiknya kita makan, sebelum makanannya dingin" ujar Eza dengan nada datar.

"Tapi bisakah setelah ini kamu mengantarku pulang?" Tanya Tita memberanikan dirinya.

Tita menunduk ketika melihat Eza menatapnya tajam. Keberaniannya menciut seketika. Ia meraih piring yang masih berada di tangan Eza.

'Untuk saat ini tidak masalah menurutinya, tetapi aku harus mencari cara agar bisa keluar dari tempat ini. Eza seperti singa yang sedang mengamuk' Batin Tita.

Mereka makan dalam keheningan. Eza tersenyum kecil melihat Tita melahap cepat masakannya.

"Apa masakanku enak, sehingga makanmu berantakan seperti ini" jemari Eza menyingkirkan sisa makanan yang menempel di bibir Tita.

Kedua mata mereka bertemu, menatap dengan intens satu sama lain. Getaran cinta itu masih ada. Mereka tak menampik itu, mereka masih saling mencintai.

Perlahan mata Eza turun beralih melihat ke bibir mungil itu, jemarinya masih berada disana mengusap dengan lembut. Jantung mereka seakan beradu berdetak cepat. Tita merasakan getaran saat tangan itu menyentuhnya lagi dan tubuhnya pun tidak mengelak sentuhan pria itu.

"Bisakah aku menjadi lelakimu lagi? Menjadi prince untukmu? Menjadi kekasihmu seperti dulu? Menjadi bagian dari hidupmu? Bisakah?" Lirih Eza menatap Tita.

"Maaf...ti-tidak bisa, posisimu sudah tergantikan" jawab Tita dengan sendu.

Tita tidak memberanikan dirinya untuk melihat kedua mata Eza. Ia takut jika pertahanan diri yang selama ini mati-matian dibangunnya akan runtuh hanya menatap kedua mata pria yang dirindukannya.

Eza menyentuh dagu Tita, sekarang kedua mata itu bisa melihatnya. Perlahan Eza memajukan wajahnya agar bibir mereka bisa bertemu, Tita membiarkan Eza melumat bibirnya. Lumatan yang semula lembut dan pelan menjadi lumatan kasar dan penuh dengan nafsu.

Kali ini Eza bermain dengan lidahnya, tangannya mulai menelusuri punggung Tita, merapatkan tubuh mereka sehingga tidak ada jarak yang menghalanginya.

Tita menyerah, ia memberikan izin untuk Eza pria masa lalunya sekaligus pria yang masih dicintainya memasuki hatinya kembali.

Berulang kali ia meminta maaf dalam hati untuk suaminya.

Tita bukanlah malaikat yang bisa menahan hasrat, ia hanya seorang manusia biasa yang ingin mengikuti kata hatinya.

***

-Shinagawa Prince Hotel-

"Ayah..."

Lou terbagun di pagi hari dan mengerjapkan matanya ketika sadar ayahnya tidak berada disampingnya, ia mulai terlihat ingin menangis.

"AYAH...!!" jeritnya.

Juna memasuki kamar. Melihat anaknya panik mencari dirinya, segera ia menenangkan Louis dengan mendekapnya.

"Ayah, kemana saja? Jangan tinggalkan Lou"

"Ayah tidak akan pernah tinggalkan Lou"

Bocah itu mengangguk, "ayo kita cari bunda yah"

Juna menghembuskan nafas frustasi "Badanmu belum pulih sayang, panasnya hanya turun sedikit" ujar Juna sambil menyentuh dahi anaknya.

Semenjak kejadian di restoran semalam, Lou menangis mencari bundanya. Saat ayahnya sedang sibuk menelepon Alex untuk mencari Tita, bocah itu menanyakan keberadaan bundanya kepada satu persatu pengunjung di restoran itu sambil menangis.

Tepat tengah malam mereka tiba di hotel, Lou terserang demam. Juna yang semula ingin mencari Tita dengan menelusuri seluruh kota Tokyo itu terpaksa ia urungkan niatnya karena keadaan anaknya yang sedang sakit. Ia merawat Lou dengan penuh kasih sayang, walaupun pikirannya sedang kalut karena masih memikirkan istrinya yang masih hilang.

Ponselnya berdering, dengan sigap ia menerima panggilan itu.

"Saya menemukannya Tuan. Dari cctv restoran yang saya lihat, plat mobil yang membawa istri anda berhenti di sebuah apartemen. Saya akan kirim alamatnya"

"Kerja bagus Alex. Saya tunggu alamatnya"

Juna beralih menatap Lou, "ayo sayang kita jemput bunda"

Kedua mata Lou berbinar mendengar bundanya sudah ditemukan. Semangatnya kembali, dan seketika ia melupakan sakitnya.

***

-Eza POV-

Malam terasa cepat berlalu, tapi untuk pagi ini adalah pagi yang terindah bagiku. Aku sengaja terjaga agar bisa sepuasnya melihat wajah Tita. Wajah ini pernah membuatku kesal ketika mengingat awal pertemuan kami.

"Kamu masih ingat awal pertemuan kita? Jika aku tak menabrakmu di lorong, apakah sekarang aku bisa mencintaimu seperti ini? Begitu banyak halangan yang menghalangi kita untuk bersatu. Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan agar aku bisa menjadi lelaki yang pantas berdiri disampingmu. Katakan..."

Aku berbicara kepada Tita yang masih tertidur pulas disampingku. Firasatku mengatakan bahwa kebersamaan bersama wanitaku kali ini tidak akan bertahan lama. Suaminya pasti tidak akan tinggal diam. Aku bersumpah jika sedikitpun Tita tersakiti oleh suaminya, aku akan membalas apa yang sudah diperbuat oleh pria brengsek itu.

Pintu kamarku terbuka kasar dan terbanting keras, munculah sosok pria yang sangat aku benci.

"KEMBALIKAN ISTRIKU, JANGAN SENTUH DIA..!! "

***

Bersambung....

PRINCE IS YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang