"Ayah, Lou ingin rasa coklat lagi" Suara Lou terdengar semangat ketika mangkuk ice cream dihadapannya sudah habis.
Saat ini mereka berada di kedai ice cream, Lou merengek untuk dibelikan ice cream kepada ayahnya. Tentu Juna tidak ingin menolak permintaan anak kecil itu. Juna mengusap sisa ice cream diwajah Louis menggunakan tisu, bocah kecil itu sangat menggemaskan ketika wajahnya penuh dengan ice cream yang berantakan.
"Apa perutmu tidak sakit?" Juna menaikan sebelah alisnya.
"Tidak ayah, perut Lou ingin ice cream lagi"
Juna terkekeh mendengar jawaban polos yang keluar dari bibir anak angkatnya. Tita ikut menampilkan senyumannya, baginya Louis adalah alasan dirinya tertawa. Louis sudah berhasil menghilangkan sisi kekosongan dihidupnya.
"Izin bunda dulu boleh atau tidak. Jika bunda tidak mengizinkan, nanti ayah dimarahi"
Louis mengerjapkan matanya serius memperhatikan kalimat yang diucapkan ayahnya. Setelah paham, kepalanya mengangguk cepat, dan menoleh kearah Tita.
"Boleh bunda?"
"Ini sudah ice cream ketiga mu sayang, bunda tidak ingin perutmu sakit karena memakan ice cream terlalu banyak."
Lou memasang wajah memelasnya, agar bunda tercintanya menyetujui permintaannya. Di otak kecilnya tidak pernah kehabisan ide agar keinginannya terpenuhi.
"Biarkan saja sayang, aku tidak tega melihat wajahnya"
Tita menatap Juna dengan sorot ketidaksejutuannya. "Tidak, aku tidak ingin Lou kesakitan nanti. Aku hanya khawatir padanya."
Tiba-tiba Louis memeluk tubuh Tita yang berada disampingnya, "Lou tidak ingin ice cream lagi jika bunda dan ayah bertengkar"
Tita sedikit tersentak karena Lou secara tiba-tiba memeluknya, dan ternyata Lou berfikir bahwa Juna dan dirinya tengah bertengkar, padahal mereka hanya berbeda pendapat dan ini adalah hal yang biasa dilakukan mereka.
"Tidak sayang, ayah dan bunda tidak bertengkar. Bagaimana jika ice creamnya diganti dengan mainan? Ayah akan membelikan semua mainan yang Lou suka."
Lou melompat kegirangan diatas kursinya, tingkahnya menyita perhatian orang-orang yang berada di kedai ini.
"Tapi aku tidak bisa ikut kalian. Aku ada kelas dua jam lagi, kamu sama Louis duluan saja berbelanja. Aku akan naik taksi"
"Tidak sayang, sebaiknya aku yang antar kamu ke kampus" ucapan Juna seperti tak terbantahkan membuat Tita pasrah menurutinya.
•
•
•-Tita POV-
"Lou jangan nakal ya jika tidak ada bunda." Lou mengangguk kemudian ku kecup dahinya.
"Nanti pulangnya aku jemput ya sayang" sekilas kecupan bibir Juna dan bibirku bertemu. ku balas senyuman singkat sambil keluar dari mobil mewah itu.
Aku melangkah memasuki gedung perkuliahanku, Rachel sudah menungguku di perpustakaan karena jam masuk perkuliahan kami dimulai kurang dari satu jam, jadi masih ada sisa waktu yang harus kami manfaatkan.
Langkahku terhenti ketika aku melihat sosok pria didepanku. Pria yang tidak aku ketahui apa tujuan sebenarnya yang sudah mengusik hidupku dan membuatku ketakutan karena surat kaleng itu.
Pak Kenan terlihat sedang tergesa melangkah keluar gedung, tanpa ia sadari aku memperhatikannya dan mengikutinya.
Aku melupakan sejenak jam perkuliahanku, mungkin aku bisa menghubungi Rachel nanti beralasan aku tidak masuk karena sedang ada urusan. Yang terpenting aku harus mengikuti orang itu, mencari tahu maksud sebenarnya dari perbuatannya.
Pernah terfikir olehku jika alasan ia membenciku, mungkin karena aku sudah menyakiti sepupunya. atau mungkin Eza yang menyuruhnya untuk mengirimkan surat itu. Aku harus mencari tahunya sendiri. Setega itukah Eza, jika ternyata fikiranku benar.
Tak sadar taksi yang kutumpangi berhenti, disaat itu juga mobil Pak Kenan berhenti disebuah hotel ternama. Setelah membayar taksi dengan tergesa aku mengikuti jejak langkah Pak Kenan.
Pak Kenan menuju ke arah ballroom hotel yang sudah dipenuhi orang-orang berpakaian rapi. Seperti ada acara besar didalam sana, sampai raga Pak Kenan menghilang memasuki ruangan besar itu.
"Maaf mba, undangannya bisa dilihatkan?" Salah satu penjaga diluar ruangan bertanya kepadaku.
Aku sama sekali tidak mengerti arah pembicaraannya. "Undangan?"
"Iya mba, undangan pernikahannya. Peraturannya semua tamu yang ingin masuk harus memperlihatkan undangannya"
Aku harus mencari alasan agar aku bisa masuk tanpa memperlihatkan undangan yang dimaksud penjaga ini. "Undangannya tertinggal dirumah, tapi Saya kenal dengan pria yang bernama Kenan. Tadi saya sudah menghubunginya dan dia bilang sebutkan nama dia saja nanti penjaganya akan mempersilahkan saya untuk masuk, begitu dia bilang ke saya."
Dua penjaga itu berfikir sejenak atas kebohonganku. Semoga mereka percaya dengan apa yang aku ucapkan.
"Hmm, baiklah jika seperti itu silahkan masuk."
Tanpa membuang waktu aku segera melangkah memasuki ballroom hotel. Suasana di ballroom ini sangat ramai, banyak tamu undangan yang sudah hadir. Sebenarnya untuk apa tujuan Pak Kenan datang ke pesta pernikahan dan dimana dia sekarang. Aku benar-benar sudah kehilangan jejaknya.
"Selamat datang Para tamu undangan yang sudah hadir. Sebentar lagi acara resepsi pernikahan ini akan dimulai. Berilah sambutan yang meriah kepada kedua mempelai yang sedang berbahagia, Eza Pratama dan Andien Ramadhani"
Jantungku berdegup tak beraturan ketika mendengar suara pembawa acara itu menyebutkan dua nama yang ku kenal, bahkan sangat kenal. Mataku mencari pengantin yang disebutkannya.
Air mataku terjatuh melihat pria dan wanita yang berada diatas pelaminan. Hatiku seperti tertusuk dan nafasku seolah terhenti. Mengapa aku harus berada di situasi seperti ini, mengapa mereka menikah? Apa sebenarnya mereka saling mencintai? dan kenapa aku harus hadir diacara pernikahan mereka?
Andien sahabatku, yang sangat aku rindukan karena kami sudah tidak saling berkomunikasi bahkan bertemu dan Eza, pria yang saat ini masih aku cintai. Mereka bersanding dipelaminan, dan mirisnya aku melihat itu semua didepan mataku sendiri.
Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Jika para tamu satu persatu ingin mengucapkan selamat dan bersalaman, yang kulakukan hanyalah berdiri kaku, tidak sedikitpun aku merubah posisiku sejak awal memasuki ballroom ini.
Kedua mata itu melihatku, kedua mata yang sangat aku rindukan menemukan kedua mataku yang menunjukan sorot kecewa dan kesedihan yang mendalam. Wajahnya berubah tegang ketika matanya menemukan keberadaanku.
Setelah sadar ia sudah mengetahui aku berada disini, aku melangkah keluar meninggalkan pesta itu. Semoga mereka berbahagia dengan pilihan mereka dan aku akan melupakan pria itu, melupakan semua sisa perasaan yang aku pendam dan belajar mencintai suamiku, Juna.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE IS YOU
Romantizm"Apakah aku masih boleh berharap kalau kau ditakdirkan untukku? Aku sudah menjalani pernikahan dengan pria yang tidak ku cintai.. Setelah takdir mempertemukan kita, kau sudah bahagia dengan wanita lain.." - Artita Anastasia Aviadi - "Kita sama-sama...