Flashback...
"Selamat pagi sayang.."
Tita tersenyum mendengar sapaan Juna, suaminya. Begitulah rutinitas kesehariannya, Juna selalu bangun lebih dulu dibanding dirinya dan Juna tidak akan meninggalkan kamar mereka sebelum istrinya terbangun. Setiap hari yang Juna lakukan hanya memandangi wajah istrinya sampai Tita terbangun dengan sendirinya.
"Apa Lou sudah bangun?"
"Seperti biasa, dia sudah bangun pagi-pagi sekali, dia tidak sabar menunggu adiknya lahir. So, kapan princess kita lahir sayang?"
Tita tertawa saat Juna menciumi perut buncit telanjangnya. Usia kehamilan Tita sudah berusia 9 bulan, tinggal menunggu detik-detik kelahiran yang diperkirakan dokter kurang dari satu minggu. Juna selalu setia berada di sisi istrinya dan itu membuat Tita merasa nyaman.
"Ayah..bunda..buka pintunya!!" Suara Lou berhasil menyita perhatian suami istri itu.
"Cepat buka pintunya sayang, sebelum ia menangis dan menjalankan aksi ngambeknya"
"Aku bahkan belum mendapatkan morning kiss ku sayang.."
"Mengapa kau terlihat seperti Lou yang sedang merajuk? Cepat buka pintunya atau aku yang akan buka"
"Baiklah baiklah tuan putri.."
Juna memutar kunci pintunya, disaat itu Lou masuk dengan cepat. Bocah itu menghampiri bundanya. "Bunda, mengapa ayah lama sekali membuka pintunya? Lou jadi telat menyapa adik kecil"
Tita dan Juna tertawa mendengar ucapan polos Louis. Louis begitu sangat menyayangi adiknya, ia begitu senang akan mendapatkan adik barunya. Setiap harinya Lou selalu bangun lebih pagi dan mendatangi bundanya untuk mengecup perut buncit itu. Sesekali ia berbicara sendiri dengan adiknya yang masih nyaman berada didalam perut Tita.
Juna dan Tita bersyukur karena Lou bisa menerima kehadiran bayi perempuan yang sebentar lagi akan hadir ke dunia. Louis pasti bisa menjadi kakak yang baik bagi putri kecil mereka.
"Lihatlah sayang, Lou begitu sangat menyayangi putri kita" ujar Juna kepada istrinya saat Louis berceloteh di depan perut buncit Tita. Entah apa yang dicelotehkan bocah kecil itu, karena Juna dan Tita tidak mengerti bahasa yang digunakan Louis.
Tita hanya menanggapinya dengan tersenyum, sambil mencubiti pipi gembul anaknya.
"Sebaiknya kamu mulai menginap dirumah sakit. Aku takut jika kamu melahirkan di saat aku tidak ada"
Tita menggeleng, "Aku tidak apa-apa. Aku dan putri kita akan baik-baik saja. Aku tidak suka dengan rumah sakit, jadi ku mohon kita akan kerumah sakit jika sudah waktunya"
"Baiklah jika itu kemauanmu, aku akan menurutinya.."
"Kalau begitu, cepat kamu bersiap-siap ke kantor. Aku tahu kamu ada rapat pagi ini."
Juna menatap istrinya dengan heran, "Darimana kamu tahu?"
"Aku mendengar pembicaraanmu ditelepon tadi, dan aku juga mendengar kamu membatalkan rapat itu secara sepihak. Jangan mengkhawatirkanku sayang, orang tuaku dan orang tuamu berada disini selama 24 jam jadi cepatlah ke kantor, jangan membuat client pentingmu menunggu lama"
Selama Tita hamil Juna
selalu menuruti kemauan istrinya, apa kali ini ia juga harus nenuruti perkataan istrinya? Juna begitu sangat mengkhawatirkan keadaan Tita, ia tidak ingin sedetik saja istrinya lepas dari pandangannya. Tapi tatapan memohon yang Tita berikan mampu meluluhkan hatinya."Stop menatapku seperti itu sayang..baiklah, aku menyerah"
Tita senang Juna menuruti ucapannya, ia merasa bersalah karena hampir sebulan ini Juna jarang berada di kantor karena dirinya dan sekarang ia tak mau Juna membatalkan meeting pentingnya, bagaimanapun Perusahaan itu juga membutuhkan Juna.
Juna bersiap untuk pergi ke kantor. Setelah mandi dan berpakaian formal, ia menghampiri istrinya yang sedang sarapan bersama keluarganya untuk berpamitan.
***
Juna pergi berlari tergesa meninggalkan rapat dan semua orang penting yang berada didalam ruangan hanya bisa saling berpandangan melihat CEO itu pergi secara tiba-tiba.
Ini yang di takutkannya, Tita mengalami kontraksi saat Juna tidak berada di sisinya. Ia mendapat kabar dari Ibu mertuanya bahwa Tita saat ini sedang berada diruang persalinan. Dengan kecepatan full mobil yang dikendarainya melintasi jalan menuju rumah sakit.
•
•
•"Bagaimana keadaan anak dan cucu saya dok?" Tanya ibunda Juna menghampiri dokter.
"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan bayinya. Letak ari-ari berada didepan menghalangi bayi untuk keluar sehingga menyebabkan terjadi pendarahan hebat. Kami sudah berusaha semampu kami tapi Tuhan berkehendak lain. Kami turut berduka."
Seluruh keluarga Tita dan Juna menampakkan wajah tegang, kabar buruk yang dikatakan oleh Dokter berhasil membuat mereka semakin frustasi.
Mama Ana dan Bunda Mira menangis seketika, mereka kehilangan cucu yang sudah ditunggu-tunggunya.
Bunda Mira menghiraukan bunyi ponselnya, bunyi ponsel itu sangat mengganggu sehingga ayah Juna berinisiatif mengangkat panggilan telepon itu.
"Selamat sore, saya dari kepolisian ingin mengabarkan bahwa saudara yang bernama Arjuna telah mengalami kecelakaan mobil dan korban meninggal ditempat kejadian...."
Ponsel itu terjatuh dari genggaman ayah Juna, takdir seolah mempermainkan keluarganya. Kesedihan masih menyelimutinya karena baru saja kehilangan cucu yang dinantikannya dan sekarang ia harus mendengar kabar bahwa di hari dan waktu yang sama, ia kehilangan anak tunggalnya. Bagaimana perasaan menantunya mendengar dua kabar buruk itu.
***
"Mereka sudah pergi, di hari dan waktu yang sama. Aku hanya bisa berdoa, semoga Juna bisa menjaga putri kami disana" ujar Tita yang tak mampu menahan kesedihannya.
Eza terhenyak dengan cerita kehidupan wanita yang dicintainya. Tita mengalami kehidupan yang sangat sulit. Bagaimana bisa Tita masih bisa bertahan menjalani kehidupannya, bahkan jika posisi mereka dibalik pun Eza tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah mengalami kejadian itu.
"Tiga tahun kemudian, Papa meninggal karena serangan jantung. Mama lah orang yang paling sedih atas kematian Papa. Bahkan disaat satu tahun kematian Papa, Mama menyusul karena Mama sangat mencintai Papa dan Mama tidak bisa hidup tanpa Papa. Kamu tahu apa yang membuat aku bertahan hingga saat ini? ketika anak dan suamiku meninggal kemudian disusul orang tuaku meninggal, hidupku serasa hancur tapi Louis lah. Louis yang menjadi satu-satunya alasanku untuk tetap bertahan. Bertahan walau kami sudah tidak memiliki apapun. Aku bekerja siang dan malam agar Louis bisa bersekolah."
Eza menitihkan air mata di sudut matanya. Ia memberikan pelukan untuk Tita, rasa bersalah pun bersarang dalam dirinya. Dimanakah ia sangat Tita mengalami kesulitan seperti itu?
"It's okay.. I'm here now, aku akan jaga kamu dengan nyawa aku sekalipun. Lalu dimana mertuamu?"
"Mereka kembali ke Belanda. Jika tetap tinggal di Indonesia, mereka akan mengingat anak mereka."
Tita menangis diperlukan Eza, apa selama ini Eza adalah jodohnya? Dirinya tak habis fikir jika Eza masih tetap perduli padanya. Seharusnya Eza sudah bahagia dengan Andien, hidup bahagia bersama anak-anaknya.
"Jadi Artita Anastasia Aviadi, maukah kau menikah denganku?" Suara Eza begitu lantang terdengar.
Tita terkejut dengan apa yang didengarnya, ia melepaskan pelukan Eza dan menatap kedua mata pria itu untuk mencari kejujuran disana.
***
Bersambung...
Segini dulu deh..
Maunya sih ngga mau ending 😁😁😁Ditunggu Vote dan Comment nya ya 😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCE IS YOU
Romance"Apakah aku masih boleh berharap kalau kau ditakdirkan untukku? Aku sudah menjalani pernikahan dengan pria yang tidak ku cintai.. Setelah takdir mempertemukan kita, kau sudah bahagia dengan wanita lain.." - Artita Anastasia Aviadi - "Kita sama-sama...