The Fact Is Hurting

8.3K 689 17
                                    

"Jadi bagaimana putri kesayangan ibu selama di America kemarin?" Tanya nya sambil menghampiri sang putri yang tengah menenggak jus jeruk dari dalam kulkas. Ya, dia sangat merindukan aktifitas gila nya selama dirumah yaitu mencuri jus jeruk tanpa sepengetahuan sang ibu.

Sekalipun tertangkap basah pun, dirinya akan menyengir bebas tanpa ada ledakan amarah dari ibu nya. Justru wanita paru baya itu akan tersenyum indah dan tertawa geli.

"Hehe, baik bu. Kafe disana juga sangat bagus, jadi aku sangat nyaman berada disana. Tapi.." gadis itu sengaja menggantungkan tiap kata nya membuat sang ibu penasaran, "Tetap saja, kamar ku dan rumah kita yang paling menyenangkan. Aku bahkan tidak bisa mencuri jus jeruk di lemari es hotel nya."

Wanita itu tersenyum. Menarik kursi beroda dua besar mendekat pada Haneul yang diam mematung menatap pantulan sang ibu lewat pancaran matanya.

"Kalau begitu, kau mau kan mengantar ibu mu ini ke halaman belakang? Ibu merindukan putri ibu yang cantik ini selama dua hari."
.

.

.
"Ibu ini apa-apaan! Kan sudah ku bilang, aku tidak mau bu! Aku pasti akan membawa calon nya ke hadapan ibu, tapi tidak sekarang,"

Dua pasang kaki yang terbalut heels mengetuk pas di lantai marmer ruangan pribadi pria bernama Sehun. Wanita bersedekap anggun dalam balutan pakaian indah nya. Rambut nya yang berbentuk mie gulung itu tertara rapi. Riasan diwajah nya juga membentuk sempurna di wajah berseri nya.

"Sampai kapan ibu mu yang tua ini menunggu putra nya membawa calon istri ke rumah? Kau juga mengatakan Bae Joohyun itu ingin ke rumah mu, tapi dia malah menolak ajakan mu untuk menemui ibu. Bukankah waktu nya sangat lama? Bahkan ini sudah genap 4 bulan."

"Dia hanya belum siap ibu. Umur nya masih muda."

"Kau dan dia juga berbeda 3 tahun. Bukankah umurnya sudah siap untuk memiliki suami?"

"Ibu, berhentilah memaksa Joohyeon untuk menikah. Dia belum siap."

Ibu Sehun mulai tertawa hambar. Mengagumi sifat anak nya yang terus mengagungkan Bae Joohyun itu -namun tidak ada kejelasan tentang hubungan kedua nya. Sungguh membingungkan. Mereka layaknya bocah labil yang baru lulus Junior High School.

"Apa kau mencintai Joohyeon?"

Pria itu kalah telak. Memporsi nilai kosong sementara sang ibu mendapatkan poin satu atas kemenangannya. Tentu, ibu nya tahu betul bagaimana Sehun yang sebenarnya. Membenci yang namanya wanita tetapi menjadikan wanita itu sebagai penghibur sematanya.

"Ibu pasti sudah tahu jawaban ku. Aku bukan mencintai nya, tetapi hanya tertarik saja pada nya." Cerca Sehun tanpa meratapi bagaimana raut wajah sang ibu yang bagai meledek nya tanpa ampun.

Ibu dari pria itu mulai tersenyum. Melipat tangan di depan tubuh nya, mendekati putra satu-satu nya yang tengah membidik obsidian gelapnya pada kaca besar terbuka.

"Kau benar-benar serupa seperti mendiang ayah mu,"

Tubuh Sehun berbalik. Ikut membidik obsidian nya kembali dan memfokuskan nya pada rentetan tubuh ibu nya sendiri. Masih tak bisa memforsir tiap huruf per huruf kata yang tergema baik di telinga nya.

Tatapan datar pun masih ia miliki meskipun itu pada ibu nya seorang.

"Ibu dan ayah dulu juga tidak saling mencintai, bahkan kami tidak mengenal ataupun bertemu sebelum nya. Ya, ibu dan ayah dijodohkan oleh nenek dan kakek mu." Entah ini semacam obrolan apa, tapi buah bicara ini mengarah pada bagaimana masa lampau kehidupan seorang nyonya Oh si novelis terkenal dari tahun 90-an. "Dirimu, sebenarnya tidak ingin kami harapkan sama sekali di dunia ini, karena kami saling tidak mencintai."

Ibu Sehun terdiam sebentar. "Saat dulu pun, ibu dan ayah juga membuat sebuah perjanjian agar tidak melakukan hubungan intim yang sebagaimana dilakukan oleh suami istri," dengan segenap hati penuh, wanita itu meraih lengan atas putranya. Mencari alam ketenangan yang putra nya itu miliki. Bukan alam kearoganan yang selalu ia pancarkan lewat mata nya. "Tapi, kami pun akhirnya merasakan. Bagaimana nama nya cinta walaupun awalnya ibu maupun ayah mu tidak mau mengakui nya secara langsung. Tapi, lama kelamaan kami pun akhirnya mengaku juga. Lucu memang, dan kami pun memutuskan untuk memiliki anak. Yaitu dirimu,"

"Persiapkan dirimu nanti malam. Ibu akan mempertemukan dirimu dengan calon istri mu,"

Berbalik, ibu Sehun membawa heels nya menjauh oleh pria bertubuh tinggi itu. Meninggalkan secerca jejak penuh kewibawaan dihamparan marmer luas yang melintang indah. Membiarkan putra nya dipaku tepat dibelahan kaki yang terbalut sepatu.

Sehun berdecak, menyitakan pandangan nya pada pintu otomatis yang sengaja ia pasang di ruangan miliknya. Lalu dirinya kembali tersita pada ponsel yang bergetar hebat disaku jasnya.

Memampangkan nama Bae Joohyeon -partnernya. Entah ini disebut partner apa, tidak ada kejelasan dari hubungan mereka.

Yang pasti, apa yang Sehun inginkan akan berbuah manis pada dirinya maupun Joohyeon yang memberinya lampu hijau lewat panggilan tak terjawab ini.

"Aku akan datang, Joohyeon sayang,"

****

"Ibu pikir semua nya belum terlambat, Haneul. Sebentar lagi kau lulus, dan sudah saat nya untuk menikah."

Yang diberi arahan pun malah menata kembali uraian rambut nya. Menyisir setiap helaian nya. Gadis itu terbawa dalam suasana pegal, kesal, dan iba. Pegal karena dirinya berjongkok agar sang ibu lebih mudah memperhatikan dirinya. Kesal karena mendengar dirinya akan di jodohkan. Sementara rasa iba mulai bermekaran akibat ibu nya -memohon dengan sangat agar dirinya rela untuk di jodohkan pada pilihan sang ibu.

"Tapi kenapa hanya aku saja? Kenapa bukan Jongdae saja yang dijodohkan?"

"Hus! Kau ini!" Pukulan keras melayang tepat di lengan gadis itu. "Jongdae itu oppa mu. Dia sudah mempunyai istri. Bahkan sudah mempunyai anak. Sopanlah sedikit, dia itu kakak mu, meskipun dia kakak tirimu."

"Iya aku mengerti."

Sebelum ibu Haneul melanjutkan, sebuah suara mengintimidasi lebih dulu. Ini semacam keajaiban mungkin? Baru dibicarakan, lalu muncul diam-diam. Menyeramkan.

"Bagus sekali kau menyuruh oppa mu dijodohkan. Ingat, aku sudah punya Gyosung dan jagoanku Daeryu."

"Ya,ya,ya. Terserah kau bawel,"

Kedua nya bersahutan. Saling melemparkan argumen yang mampu memanaskan telinga pendengarnya.


"Besok, selesai kuliah, tidak ada pergi ke kafe. Cepat ke rumah, karena calon suami mu akan bertemu dengan mu,"

TBC

Chachachaaaa~~~~ telat update? Ya gitu lah, aku lagi buat ff di laptop dan naas /lebay/ laptop nya rusak, terus pindah ke laptop lain malah gak bisa di cas-_____-

Aku juga buat kind of love ini di laptop tapi ya tadi, laptop nya malah gak bisa ke cas, batre nya juga bocor-_-

Okey, daripada daku cuap-cuap gak jelas, jadi aku cuma mau bilang tunggu nex

Kind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang