So, This Is Called Pain?

3.5K 405 16
                                    

1300++ words

Jam berdetik pukul 10 malam. Berdetik, nyaris tak membuyarkan lamunannya pada tiang besi berisikan gadis malam. Ya Tuhan, Sehun sama sekali tidak tertarik dengan gadis tanpa celana dalam itu. Dia hanya mengikuti anjuran Luhan begitu pria mungil tersebut mendengar kabar perihal atasannya ini di rundung masalah yang bukan dalam kadar 'baik-baik saja'.

Sehun tahu, anjuran Luhan tidak ada manfaatnya, apalagi Haneul tengah terbaring di rumah sakit semakin memperkeruh suasana. Sehun yang berniat dalam misi membangun rumah tangga, justru merubuhkan sejuta niatan yang sudah bergemuruh di dalam kepala pria itu.

Bahkan sekarang, pria itu melamun, melalang buanakan pikiran nya yang terasa berat ke tempat lain. Membiarkan Luhan menari-nari sekenanya bersama gadis berpakaian minim bahan juga segelas cocktail.

Wajah nya nakal sekali.

"Hey Sehun!" pria itu berteriak, memanggil Sehun seraya melambaikan tangan. Sang empu menoleh kala Luhan mengibaskan tangan nya ––bermaksud merajuk agar Sehun bergabung dalam tim bejatnya. "Menarilah!"

Sehun bergidik, menuntaskan setengah gelas lalu meneriakinya kembali, "Aku tidak berminat." Ujarnya malas.

Sekali berkhianat ia, maka Sehun tidak ingin mengulangi kesalahan kedua.

Istrinya,

Terbaring di rumah sakit.

Dokter yang menangani Haneul semalam menyatakan vonis penyakit yang di derita Haneul beberapa bulan ke belakang, yang sontak membuat tubuh Sehun mengejang dan berujar ragu, "Dok, kau bercanda kan?"

Pria tua itu hanya menggeleng, menyimpulkan senyum perih kemudian menepuk pundak Sehun. "Apa nona Ahn tidak menceritakannya padamu? Kira-kira penyakitnya sudah lama di derita, dan kemungkinan terbaik adalah menjalankan terapi."

Kala itu, Sehun, sang pelaku pengkhianatan jatuh terduduk di kursi tunggu. Menyisakan ia dan sang dokter saja. Tubuhnya bergetar seiring isak tangis menggema. Ruas jarinya merapat guna menopang wajah nya agar tidak terlalu kentara bahwa lelaki itu tidak lemah.

Fisik memang tidak lemah, namun hatinya terlalu lemah.

Kini, ia mengerti. Mengapa tabung silinder berisikan butiran obat putih tersimpan baik di dalam tas gadis itu.

Sesakit itukah Haneul tatkala Sehun menyakitinya lebih dalam?

"Aku sangat mengerti, bagaimana terpukulnya dirimu." Luhan menambahkan, meletakkan gelas berleher tinggi di meja sembari tersenyum menenangkan.

Sementara Sehun, mengusap wajah ––lelah. "Dia sakit. Dan aku semakin menyakitinya."

Cukup seutas kalimat, tetapi berjuta makna. Sehun sakit, baik batin juga fisiknya. Pria itu tidak menampik bahwasannya ia rapuh di dalam, kuat di luar. Tahukah kalian, bar bukanlah salah satu jalan menuju kehidupan yang damai.

Gadis jalang, minuman berdosa, asap dari perokok aktif pembuat penyakit, semua bukan penyelesaian dari semua masalah. Anggaplah hal itu kesenangan semata, tanpa mampu mengubah jalan kehidupan kalian.

Wajah Sehun memerah padam, bibirnya mengatup sedang mata melirik gelas kosong dengan pandangan kosong pula. "Hyung," bibir Sehun berucap. Menarik diri dari samping Luhan lalu memandang pria di hadapannya dengan raut cemas. "Aku harus kembali. Haneul menunggu ku."

.

.

.

Sehun bergegas menemui dokter, sedikit tergesa, ia melaju bersama bau alkohol menyeruak. Tak peduli dimana laki-laki itu berada, pikirannya hanya terpusat pada satu sosok gadis lemah. Yang dalam sekejap, mampu membuat dirinya linglung.

Kind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang