Started Here

3.7K 428 13
                                    

1900++ words

Rasa panas tak terbendung menusuk tulang. Meskipun cuaca siang tidak dapat di katakan begitu panas atau tidak terlalu dingin, namun perasaan yang ingin Sehun enyah kan ikut terbakar sampai terasa ngilu.

Pekan lalu, Kai menjumpai Sehun di kafe rintisan pria berkulit pucat. Beradu argumen yang di awali oleh kecanggungan dan beralur sengit walaupun sedikitnya di bumbui oleh sisi humor. Pernyataan Kai yang membuat Sehun berjengit di tempat serta membuat kerutan di alis nya semakin menyatu masih berbekas.

Percaya sekali, ada maksud lain mengenai si pria berkulit tan tersebut menghantarkan maksud yang tersembunyi.

Sehun ingin sekali menginterogasi Kai yang kala itu terlalu membuang waktu. Pria itu membeitkan kata-kata yang semakin rumit untuk di ingat, kemudian secercah kata yang sampai sekarang pun tak dapat di pungkiri membuat hati Sehun di buat linglung juga.

Permintaan untuk menjauhi Joohyun.

Di lanjutkan perantaian kata mengenai seseorang yang peduli terhadap dirinya.

Memang sih, Joohyun masa lalu yang seharusnya terlupakan. Di samping itu, Joohyun masih terbilang berada dalam batas area kepemilikan Kai sejak beberapa tahun lalu. Jika saja dering telfon pengganggu itu tak membuat Kai urung untuk menjelaskan lebih lanjut maksud dari kedatangannya, maka saat itu juga Sehun 'akan' mengerti maksud di baliknya.

Ketukan pintu menggagalkan akar permasalahan yang telah pria itu rangkum layaknya melakukan metode ilmiah. Menggeram kesal tatkala penjuru yang datang justru semakin mood nya jatuh drastis.

"Ah, kau memikirkan apa, huh?" Luhan yang memang terkenal akan identitas nya yang tidak bisa diam, kini mulai memantulkan tubuh di atas sofa merah. Meraih majalah dewasa dan tersenyum sendiri. "Ayolah, tidak usah memikirkan tentang kehidupan. Bawa saja dengan santai, seperti gadis dalam majalah pantai ini."

"Kau tidak mengerti, Lu."

Terdengar kekehan kecil menusuk indra pendengeran, Luhan menutup majalah dan menanggapi bantahan pria itu dengan tatapan jahil. "Pasti Haneul." Luhan berdecak di akhir, bersedekap seraya menyandarkan punggung pada kepala sofa yang tak kalah empuk. "Kau ini terlalu membingungkan. Kemarin, menolak cinta nya, sekarang memikirkannya."

Menghembuskan nafas berat, hanya itu yang Sehun lakukan. Merasakan pening semakin memutari kepala nya sampai-sampai ingin tidur rasanya. Sehun telah melakukan hipotesis layaknya peneliti amatir bahwa Luhan telah ter-blacklist dari daftar calon-calon pendengar dan pemberi masukan yang baik.

Sehun kira, berbagi cerita sedikit kepada Luhan yang sinting itu mampu memikul beban yang ia tampung –meskipun tidak semua nya. Namun belum ada 2 menit pria itu datang dan menginjakkan kaki nya di ruangan Sehun, pria itu membuat onar kembali.

Ya, membuat onar pada fungsi otaknya.

"Dugaan ku salah, ya? Kau seperti memikirkan sesuatu –selain Haneul."

Pijak demi pijak Luhan meraih langkah, mendekati kursi syang bersebrangan dengan Sehun dan mulai melipat tangan di atas meja sembari mencondongkan tumbuh. Tak lupa, wajah bodoh yang Sehun yakini muak sekali untuk di pandang.

"Apa masalah dengan Kai itu? Kau bahkan menolak meeting mendadak dan memilih bertemu dengan si hitam."

Baiklah, memasukkan Luhan kembali dalam daftar kandidat pendengar dan pemberi saran yang baik boleh juga. "Bukan masalah dengannya, tapi dengan orang di belakangnya."

Mendadak Luhan menjetikkan jari, rautnya kentara sekali jika 'ke-sok tahuannya' itu muncul ke permukaan. Pria berbeda 4 tahun di atas Sehun itu memasang wajah antara terkejut dan menyebalkan. "Apa menyangkut masalah Joohyun?" tutur nya setengah berbisik.

Kind Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang